cover
Contact Name
Laelatul Qodaryani
Contact Email
jsdlbbsdlp@gmail.com
Phone
+6285641147373
Journal Mail Official
jsdlbbsdlp@gmail.com
Editorial Address
Balai Besar penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Jln. Tentara Pelajar no 12, kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Ciwaringin, Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16114
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Sumberdaya Lahan
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat artikel tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian lain, dengan atau mengenai kebijakan. Ruang lingkup artikel tinjauan ini meliputi bidang: tanah, air, iklim, lingkungan pertanian, perpupukan dan sosial ekonomi sumberdaya lahan.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus" : 6 Documents clear
LAHAN SAWAH SEBAGAI PENDUKUNG KETAHANAN PANGAN SERTA STRATEGI PENCAPAIAN KEMANDIRIAN PANGAN Wahyunto, Wahyunto; Widiastuti, Fitri
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (910.688 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v8n3.2014.%p

Abstract

Abstrak. Lahan sawah di Indonesia terdiri atas: sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut, dan sawah lebak, dengan total luas 8,1 juta ha, namun produksi padi nasional sebagian besar berasal dari lahan sawah irigasi (67,5%), dan sawah tadah hujan (27,5%). Kedua sawah tersebut 43% di antaranya terdapat di Pulau Jawa. Ketergantungan produksi padi dari lahan sawah irigasi di Pulau Jawa cukup beresiko tinggi, mengingat lahan sawah di Pulau Jawa semakin sempit akibat konversi lahan ke non pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, usaha ketahanan dan kemandirian pangan, pemanfaatan teknologi baru dalam peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah harus disertai dengan perbaikan teknis budidaya dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Upaya mendukung kemandirian pangan harus dibarengi dengan usaha pengurangan laju konversi lahan sawah, peningkatan kapasitas produksi, luas tanam dan Indek Pertanaman (IP) padi, perbaikan sistem/jaringan irigasi, serta penambahan luas lahan baku sawah.Abstract. Wetland rice in Indonesia consists of: irrigated rice, rainfed, lowland tidal and swampy/deep water rice fields, with a total area of 8.1 million ha. However, most of the national rice production comes from irrigated land (67.5%), and rainfed (27.5%), Both type of rice fields are 43% of which are located in Java islands. Rice production mostly concentrated at irrigated land is quite high risk, when paddy field area in Java island accelerated and coverted to non agriculture uses, and levelling off it productivity. To meet the needs of food resilience and food self-sufficiency, application of new technologies in increasing production and rice productivity, cultivation techniques should be improved with regard to environmental sustainability. To achieve foodcrop farming on sustainable basis, the farming system could be integrated with livestock, fisheries and forestry sectors. Efforts to support food self-sufficiency should be in line with efforts to reduce the rate of wetland conversion, increasing of rice productivity and rice planting intensity, rehabilitation of irrigation systems and networks as well as rice field expansion.
KEBIJAKAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK MENDUKUNG KEDAULATAN PANGAN NASIONAL H. Suwanda, Mamat; Noor, Muhammad
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (798.839 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v8n3.2014.%p

Abstract

Abstrak. Lahan pasang surut merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasionalsejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan laju alih fungsi lahan sawah terutama di Jawa. Potensi lahan rawa pasang surutsangat luas, diperkirakan 20,1 juta ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi. Dari luas lahan tersebut,diantaranya 9,53 juta ha sesuai untuk budidaya pertanian dan potensial menjadi sumber pertumbuhan baru produksi pertanian.Dari pengalaman di beberapa lokasi pasang surut, jika lahan tersebut dikelola dengan baik, mampu menghasilkan produksi padiyang cukup tinggi. Dalam pemanfaatan lahan rawa pasang surut, khususnya dalam mendukung kedaulatan pangan nasional perlubeberapa langkah strategi meliputi: penguatan inovasi teknologi melalui kegiatan penelitian dan pengembangan; penguatankerjasama secara harmonis, sinergis dan partisipatif antar pihak-pihak yang berkepentingan; regulasi pengembangan lahan rawapasang surut; zonasi wilayah pengembangan dan pewilayahan komoditas; pengembangan infrastruktur pendukung; penguatandistribusi dan pemasaran produk pertanian.Abstract. Tidal area is a very important resource in order to meet national food requirements in line with the increase inpopulation and the rate of conversion of paddy fields, especially in Java. The potential of tidal wetlands very widely predicted 20.1million ha, in Sumatra, Kalimantan, Papua, Sulawesi, including 9.53 million hectares suitable for agricultural cultivation andpotentially a source of new growth in agricultural production. From experience in several locations tidal, when managed properlyproduce rice production is quite high. In a tidal swamp land use, particularly in support of national food sovereignity, need somestrategy include: strengthening technological innovation through research and development activities; strengthening harmoniouscolaboration, synergistic and participatory between the parties concerned; regulation tidal swamp land development; zoningdevelopment of commodities; development of supporting infrastructure; strengthening the distribution and marketing ofagricultural products.
Cover JSL Vol.8(3) 2014 Jurnal Sumberdaya Lahan
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (812.966 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v8n3.2014.%p

Abstract

Cover JSL Edisi Khusus
Potensi Sumberdaya Lahan Pulau Sulawesi Mendukung Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedele Hikmatullah Hikmatullah; Erna Suryani
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1521.617 KB) | DOI: 10.21082/jsdl.v8n3.2014.%p

Abstract

Abstrak. Program survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau skala 1:250.000 di Indonesia telah selesai dilaksanakan, yang ditandai dengan diterbitkannya peta-peta tanah tersebut edisi-1 tahun 2012 untuk setiap provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Jawa, dan Papua Barat. Dari legenda peta tanah dapat diperoleh informasi keadaan iklim, landform dan bahan induk, bentuk wilayah dan lereng, jenis dan sifat-sifat tanah, yang menentukan potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian. Pulau Sulawesi (18,72 juta ha) beriklim basah sampai kering yang dicerminkan oleh rejim kelembaban tanah udik, ustik dan akuik. Landform utama dari yang terluas penyebarannya adalah Tektonik (37,63%), Volkanik (37,39%), Aluvial (11,82%), Karst (8,31%), Marin (2,65%), Fluvio-marin (0,41%), dan Gambut (0,13%). Bentuk wilayah bervariasi dari datar sampai bergunung, dengan komposisi datar sampai agak datar (15,85%), berombak (4,86%), bergelombang (6,50%), berbukit kecil (11,96%), berbukit (19,30%) dan bergunung (39,85%). Bahan induk tanah sangat bervariasi, terdiri atas endapan bahan organik, aluvium, batuan sedimen masam sampai basis, batuan volkan muda sampai tua, batuan intrusi masam sampai basis, dan batuan metamorfik. Bahan induk tersebut membentuk 9 ordo tanah, berturut-turut dari yang terluas penyebarannya adalah Inceptisols (58,15%), Alfisols (10,44%), Ultisols (10,25%), Mollisols (6,215%), Entisols (5,54%), Oxisols (4,87%), Andisols (2,18%), Histosols (0,41%) dan Vertisols (0,28%). Berdasarkan data biofisik lahan tersebut di Sulawesi terdapat lahan potensial luas terdiri atas lahan basah berlereng <3% seluas 2,30 juta ha untuk pengembangan padi sawah, dan lahan kering berlereng 3-15% seluas 1,98 juta ha untuk pengembangan jagung dan kedelai. Kondisi aktual sebagian besar lahan potensial tersebut telah dimanfaatkan untuk pertanian, sehingga peningkatan produksi ketiga komoditas tersebut lebih berpeluang dilakukan melalui optimalisasi atau intensifikasi lahan dibandingkan dengan ekstensifikasi. Apabila diasumsikan 50% lahan basah potensial dapat ditanami padi dua kali setahun dengan rata-rata produksi untuk Sulawesi 4,71 t ha-1, maka akan diperoleh 10,82 juta ton GKG. Dan juga apabila 50% lahan kering potensial dapat ditanami jagung dan kedele sekali setahun dengan produktivitas masing-masing 4,05 t ha-1 dan 1,34 t ha-1, maka akan diperoleh produksi 4,02 juta ton jagung pipil kering dan 1,33 juta ton kedele biji kering. Apabila dibandingkan dengan data produksi dari ketiga komoditas bahan pangan tersebut menurut BPS tahun 2012 (padi 7,82, jagung 2,94, dan kedele 0,05 juta ton), maka terdapat kenaikan produksi yang sangat signifikan untuk padi, jagung dan kedele berturut-turut 38,4 %, 36,7% dan 2461,4%.Abstract. The reconnaissance soil survey and mapping programme at scale of 1: 250,000 in Indonesia has been successfully completed, marked by publication of the soil maps in 2012 for each province in Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Java, and West Papua. From the soil map legends, it can be obtained the information of climate condition, landform, relief an slopes, type and properties of soils that affect land resource potential for agricultural development purpose. The island of Sulawesi (18.7 million ha) has variation of climate condition from wet to dry, which is reflected by udic, ustic and aquic soil moisture regimes. The main landform groups, from the most extensive respectively consists of Tectonic (37.63%), Volcanic (37.39%), Alluvial (11.82%), Karst (8.31%), Marine (2.65%), Fluvio-Marine (0.41%), and Peatland (0.13%). The relief varies from flat to mountainous, with composition of flat to nearly flat (15.85%), undulating (4.86%), rolling (6.50%), hillocks (11.96%), hilly (19.30%), and mountainous (39.85%). The soil parent materials are vary, which composed of organic and alluvium deposits, acid to basic sedimentary rocks, young and old volcanic rocks, acid to basic intrusive rocks, and metamorphic rocks. Nine soil orders were formed from these parent materials, namely from the most extensive respectively Inceptisols (58.15%), Alfisols (10.44%), Ultisols (10.25%), Mollisols (6.21%), Entisols (5.54%), Oxisols (4.87%), Andisols (2.18%), Histosols (0.41%) and Vertisols (0.28%). Based on the biophysical data, there are large potential lands in Sulawesi, consisting of wetland soils with slope of <3% covers about 2.30 million ha for ricefield (sawah), and dryland soils with slopes of 3-15% covers about 1.98 million ha for maize and soybean development. Actually, the most of land potential have been cultivated for various agricultural crops. Therefore, the increasing production of paddy rice, maize and soybean have more opportunity to optimalize or intensify the use of existing agricultural land rather than to land extensification. By assumption, if 50% of the potential wetland is cultivated with paddy twice a year with mean productivity of 4,71 t ha-1, then it would get about 10.82 Mt GKG (dry unhulled rice). And also, if 50% of the potential dryland soils is cultivated with maize and soybean at least one time a year with mean productivity of 4,05 t ha-1 and 1,34 t ha-1 respectively, then it would get about 4.02 Mt dry grain corn, and 1.33 Mt dry grain soybean. Compared to the existing production of the three food crops according to BPS in 2012 (paddy 7.82, maize 2.94, and soybean 0.05 Mt), there are very significant increasing production for paddy, maize and soybean as much as 38.4%, 36.7%, and 2461.5% respectively.
Potensi Pemanfaatan Biochar untuk Rehabilitasi Lahan Kering di Indonesia Neneng Laela Nurida
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v8n3.2014.%p

Abstract

Abstrak. Pemanfaatan biochar merupakan salah satu upaya pengelolaan limbah pertanian yang prospektif untuk mendorong optimalisasi lahan-lahan suboptimal dan lahan terdegradasi. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi biochar di bidang pertanian khususnya dalam upaya merehabilitasi lahan-lahan suboptimal di Indonesia. Di Indonesia, berbagai sumber bahan baku biochar berupa limbah pertanian tersedia cukup banyak yang diperkirakan mencapai 10,7 juta t th-1, di antaranya berupa sekam padi, kulit buah kakao, tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, tongkol jagung. Kualitas biochar yang diproduksi sangat tergantung pada jenis bahan baku, alat pembakaran, suhu pembakaran, dan lamanya pembakaran. Aplikasi biochar pada lahan pertanian berfungsi sebagai pembenah tanah yang mampu memperbaiki sifat kimia tanah (pH, kapasitas tukar kation, N-total, P-tersedia dan Aldd), sifat fisik tanah (Bulk density, porositas dan kemampuan tanah memegang air). Perbaikan kualitas sifat kimia dan fisik tanah tersebut berdampak pada ketersediaan hara dan air melalui kemampuan biochar meretensi hara dan air. Pada akhirnya, penambahan biochar berimplikasi pada peningkatan produktivitas tanaman pangan. Ke depan, diharapkan dengan aplikasi biochar akan semakin luas lahan-lahan suboptimal dan lahan terdegradasi yang dapat dipulihkan dan ditingkatkan produktivitasnya.Abstract. Biochar utilization is prospective land management to encourage optimization of sub-optimal land. The objective of this paper is to inform of potency of biochar in agricultural aspect especially for rehabilitating of degraded land in Indonesia. In Indonesia, the various sources of raw materials such as agricultural wastes available biochar is quite large reaching 10.7 million t / year, such as rice husks, cacao shell, coconut shell, oil palm shell, and corn cob, etc. Quality of biochar produced depends on the type of raw materials, equipment used, combustion temperature, and duration of combustion. Biochar application on agricultural land serves as soil amendment that can improve soil chemical properties (pH, cation exchange capacity, total-N, available P and Alexch), soil physical properties (bulk density, porosity and water holding capacity). Improvement soil physical and chemical properties impacted on the nutrient availability and water availability through nutrient and water retention. Finally the addition of biochar have been impacted for increasing crop productivity. It is expected that addition of biochar will recover widespread of suboptimal land and then land productivity can be increased.
Pemberdayaan Lahan Kering Suboptimal untuk Mendukung Kebijakan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Ai Dariah; Nani Heryani
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 3 (2014): Edisi Khusus
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v8n3.2014.%p

Abstract

Abstrak. Kebijakan diversifikasi pangan sebagai salah satu opsi pencapaian ketahanan pangan nasional, tidak bisa lepas dari program pemberdayaan lahan kering, karena lahan kering merupakan penghasil utama pangan alternatif selain beras. Namun demikian, luasan lahan kering yang subur sudah semakin terbatas, sehingga pilihan jatuh pada lahan kering suboptimal. Oleh karena itu diperlukan inovasi teknologi untuk menanggulangi faktor pembatas lahan kering suboptimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian khususnya tanaman pangan. Paper ini membahas usaha pemberdayaan lahan kering suboptimal untuk mendukung kebijakan ketahanan dan diversifikasi pangan, bahasan meliputi potensi lahan kering suboptimal untuk pengembangan tanaman pangan, kendala utama pemanfaatan lahan suboptimal untuk pengembangan tanaman pangan, dan berbagai inovasi teknologi pengelolaan lahan untuk pemberdayaan dan optimalisasi lahan kering suboptimal sebagai pendukung ketahanan pangan.Abstract. Food diversification policy can not be separated from dry land empowerment program, as dry land was a major producer of food alternatives to rice. However, the fertile dry land area is getting limited, so the suboptimal upland as an alternative. Therefore, it is necessary technological innovation to overcome suboptimal land limiting factor, so it can be utilized to the development of agriculture especially for food crops. This paper discusses the effort to empower sub-optimal dry land to support food diversification policy, the discussion includes the potency of sub-optimal upland for food crop development, the main constraints of suboptimal dry land for food crop development, and various technological innovation to empower land management and optimization of suboptimal upland as support food security.

Page 1 of 1 | Total Record : 6