cover
Contact Name
Danny S. Mintorogo
Contact Email
dannysm@petra.ac.id
Phone
+62312983375
Journal Mail Official
dimensi.arch@petra.ac.id
Editorial Address
Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236, Indonesia
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
DIMENSI: Journal of Architecture and Built Environment
ISSN : 0126219X     EISSN : 23387858     DOI : https://doi.org/10.9744/dimensi
Core Subject : Engineering,
Journal of DIMENSI: Journal of Architecture and Built Environment is a peer-reviewed journal devoted to the applications of architecture theory, sustainable built environment, architectural history, urban design and planning, as well as building structure. We accept National and International original research articles which are free of charged at this moment. The manuscript will be reviewed by two independent National or International advisory boards who are in their expert field. DIMENSI: Journal of Architecture and Built Environment is published, twice a year, in July and December, by the Institute for Research and Community Services, Petra Christian University, Surabaya-Indonesia. DIMENSI will be distributed to other universities, research centers, and National or International advisory board as well as to regular subscribers.
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001" : 9 Documents clear
PAGAR UNTUK MENGURANGI INTRUSI POLUSI DEBU HALUS KE DALAM BANGUNAN E. Mediasti, Christina; J. Scanlon, Thomas
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

The effects of fence in reducing particulate matter concentration from street traffic to adjacent buildings (i.e. houses) were studied by using computational fluid dynamics. A variety of fence property: porosity, height,positions relative to the house and wind direction were investigated related to a constant set of weather data of a hot-humid country (i.e. Indonesia). This investigation shows that a solid fence, which is close proximity to the building, will give a considerable particulate matter reduction carried by an oblique wind direction of up to 11%. Abstract in Bahasa Indonesia : Ide dasar bahwa penyebaran suatu zat dapat dikurangi atau dihalangi dengan sistem bloking diuji dengan menggunakan metode komputasi dinamika fluida (CFD). Keragaman kondisi fisik pembatas antara sumber zat dan penerima zat meliputi : kerapatan, besaran (tinggi dan panjang), perletakan terhadap bangunan/jalan dan arah angin diuji pengaruhnya terhadap kemampuan mengurangi penyebaran debu halus dari jalan raya ke dalam bangunan yang lokasinya berdekatan dengan jalan tersebut. Kondisi cuaca yang menyertai pengujian dikhususkan pada kondisi iklim tropis lembab. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pagar pembatas yang terbuat dari bahan dengan kerapatan 100% mampu mengurangi penyebaran debu halus di balik pagar sampai 11 %. Kata kunci: konsentrasi debu halus, pagar pembatas, kerapatan, jarak halaman, bangunan, CFD.
DISAIN TEKNOLOGI SURYA SEBAGAI "FORM-GIVER" PADA ARSITEKTUR Implementasi Bangunan Perumahan di Indonesia Priatman, Jimmy
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

As a country lies within the equatorial belt, Indonesia receives abundant incoming solar radiation (insolation) throughout the year. Although the climate has high humidity due to its existence as archipelagowith high vapour content of the atmosphere, the radiation reaching the building (direct or diffuse but strong) enables its widespread use for cooling and heating of the building (in some places) as well as domestic water heating. The potency is not only as a energy source, but also as an opportunity to introduce the sun as a dominant element in our lives. The sun provides sunshine as well as solar energy. Dwellings which are responsive to both with the use of solar energy to cool and heat can lead to a generation of buildings/dwellings in harmony with their environment and their occupants, and at the same time to terminate an era of energy waste. This paper presents solar design determinants influencing architectural design to form a new architectural style called "solar architecture". Abstract in Bahasa Indonesia : Sebagai suatu negara yang terletak disabuk khatulistiwa, Indonesia menerima radiasi matahari yang melimpah sepanjang tahun. Meskipun iklimnya mempunyai kelembaban tinggi yang disebabkan karena letaknya sebagai negara kepulauan dengan kandungan uap air tinggi di atmosfernya, radiasi langsung maupun diffus yang diterima pada bangunan memungkinkan penggunaannya untuk pendinginan/pemanasan ruang maupun penyediaan air panas domestik. Potensi matahari disini tidak hanya sebagai sumber energi, tetapi juga suatu kesempatan untuk menghadirkan matahari sebagai elemen dominan dalam kehidupan kita. Matahari menyediakan penerangan alami dan energi panas. Bangunan yang dapat merespons keduanya dan memanfaatkannya untuk pendinginan maupun pemanasan ruang dapat menuntun kesuatu generasi bangunan/perumahan yang selaras dengan lingkungan dan penghuninya, dan pada saat yang sama mengakhiri suatu era pemborosan energi. Paper ini mengemukakan faktor faktor penentu disain sistem surya yang mempengaruhi disain arsitektur yang akan membentuk suatu langgam arsitektur baru yang dinamakan "arsitektur surya". Kata kunci: Disain Teknologi Surya, Arsitektur Surya.
APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK EVALUASI VENTILASI BANGUNAN TROPIS LEMBAB Kindangen, Jefrey Ignatius; Kaunang, Sumenge T. Gideon; Sardjono, Djangkung
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

In humid tropical climates where the average annual temperature and the relative humidity are high, the air flows in buildings may be enough to provide ventilation at a satisfactory level of comfort without the use of active air-conditioning systems. Air movements have an effect on thermal comfort, decreasing the risk of local overheating, and giving sufficient interior air velocity to improve the evaporation of sweat. Air movements inside a building depend not only on the external wind velocity, but also on a number of architectural parameters. Changes in these parameters can modify interior airflow patterns. However, if a meaningful number of such parameters are to be taken into account, the determination of interior air velocity is very difficult. It was therefore decided to look at how artificial intelligen techniques might facilitate the solution of the problems involved. This article describes an initial attempt to apply artificial neural networks to be used in the evaluation of building ventilation. We used the interior velocity coefficient as an indicator of the performance of building ventilation. The interior velocity coefficient is a measure of the relative strength of the interior air movement in horizontal planes representing an occupied space. It is shown how these ideas are applied in the present research, and the results are presented. The utilization of neural networks as a universal predictor is an interesting subject for investigation and evaluation, given their ability to provide reliable results in situations where a large number of parameters have to be taken into account simultaneously. Abstract in Bahasa Indonesia : Dalam iklim tropis lembab dimana temperatur udara rata-rata dan kelembaban relatif udara yang tinggi, aliran udara dalam bangunan dapat memberikan tingkat kenyamanan tanpa menggunakan sistem pendinginan udara aktif. Aliran udara mempengaruhi tingkat kenyamanan termik dengan menurunkan resiko pemanasan lokal dan memperbaiki tingkat evaporasi keringat. Aliran udara dalam bangunan tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan angin, tetapi juga oleh sejumlah parameter arsitektural. Merubah parameter-parameter ini dapat memodifikasi pola aliran udara dalam ruang. Akan tetapi, apabila sejumlah paramater ini harus diperhitungkan, determinasi kecepatan udara dalam suatu ruangan menjadi sangat sulit. Untuk persoalan tersebut dicoba untuk menerapkan teknik intelijen buatan untuk menyelesaikan masalah ini. Artikel ini menjelaskan tentang penggunaan Jaringan Saraf Tiruan untuk mengevaluasi ventilasi bangunan. Kami menggunakan koefisien kecepatan udara sebagai indikator kinerja ventilasi bangunan. Koefisien ini merupakan suatu ukuran laju aliran udara relatif dalam suatu ruangan pada bidang horisontal dalam ruang hunian. Artikel ini menunjukkan bagaimana ide tersebut diaplikasikan dan hasilnya dipresentasikan. Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan sebagai prediktor universal merupakan suatu hal yang menarik dalam investigasi dan evaluasi ventilasi bangunan. Ditunjukkan kemampuannya untuk memberikan hasil yang reliabel dalam keadaan dimana sejumlah besar parameter harus diperhitungkan secara simultan. Kata kunci: aliran udara, jaringan saraf tiruan, koefisien kecepatan udara.
PENELITIAN KENYAMANAN TERMIS DI JAKARTA SEBAGAI ACUAN SUHU NYAMAN MANUSIA INDONESIA Karyono, Tri Harso
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

The current standard for thermal comfort in Indonesia is based on ASHRAE 55 -1992 (the American Standard). This standard recommends a neutral temperature of 24.0 oCTo with the range of comfort between 22 and 26 oCTo Results from a thermal comfort study done by the author in Jakarta - in which some of 596 office workers from seven multi-storey office buildings were participated in this study - showed that these values were fairly too low to the average requirement of the Indonesian workers who were (about 95% of the sample population) still comfortable within the range temperature of 24.9 to 28.0 oC in terms of air temperature (Ta) or 25.1 to 27.9 oC in terms of operative temperature (To). The lower the values of the standard would result to the higher energy consumption in the air-conditioned building. It discusses also the effect of the so called 'external factors', such as gender, age, fatness, ethnic backgrounds, etc., on the state of human thermal comfort. Abstract in Bahasa Indonesia : Penelitian kenyamanan termis yang dilakukan penulis memperlihatkan sekitar 95% dari 596 karyawan/wati di beberapa bangunan tinggi di Jakarta merasa nyaman pada suhu udara (Ta) 26,4oC atau suhu operasi (To) 26.7oC. Sementara rentang nyaman antara 24.9 hingga 28.0 Ta dan 25.1 hingga 27.9 To. Dalam kondisi termis ini diperkirakan 90% responden merasa nyaman. Standar kenyamanan termis di Indonesia yang berpedoman pada standar Amerika [ANSI/ASHRAE 55-1992] merekomendasikan suhu nyaman 22.5o-26oC To, atau disederhanakan menjadi 24 oC + 2 oC To, atau rentang antara 22 oCTo hingga 26 oCTo. Perbedaan ini akan berakibat pada jumlah energi yang dikonsumsi oleh bangunan. Dibandingkan hasil penelitian diatas, suhu nyaman perencanaan bangunan berpengkondisi udara di Jakarta berada sekitar 2.5 oC To lebih rendah dibanding suhu rekomendasi ASHRAE. Paper ini juga menelaah beberapa faktor lain (jenis kelamin, usia, faktor gemuk, dsb.) - diluar enam faktor baku ISO - yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap kenyamanan. Kata kunci: suhu udara, suhu operasi, suhu nyaman, sensasi termis.
HARMONI DI LINGKUNGAN TROPIS LEMBAB : KEBERHASILAN BANGUNAN KOLONIAL Santosa, Mas
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

The paper attempts to look at the linkage factors between the socio-cultural-physical phenomena, and spatial formation in the settlement of a tropical region. Three types of house form in high and low density settlements, namely the traditional, the colonial and the modern, were selected as the case studies. First, the paper shows the change and constancy of traditional values in the development of the settlement and house forms from traditional to modern. Then using a computer simulation, thermal performances of the houses are calculated and analysed according to the spatial formation and thermal behaviour of the building elements. The potential of each houses in countering the heat is compared and discussed according to spatial formation and the benefit of using such building elements. It is likely that the colonial house resulted better indoor condition than the others. Abstract in Bahasa Indonesia : Interaksi antara phenomena sosio-kultural-pisikal dan pembentukan ruang (spatial formation) dilingkungan hunian didaerah tropis lembab terus berkembang, diikuti dengan perubahan pembentukan ruang. Tiga studi kasus diangkat untuk mengungkap aspek pembentukan ruang yaitu hunian tradisional dan hunian kolonial semuanya di kampung mewakili lingkungan dengan padat hunian. Sedangkan hunian standar pemerintah mewakili hunian modern dilingkungan modern, dengan kepadatan rendah. Keunikan lingkungan diketengahkan pada proses hubungan antar aspek pembentuk ruang dari tradisional hingga ke modern. Selanjutnya proses simulasi komputer dilakukan untuk mengetahui peran tatanan ruang dan elemen bangunan dalam pembentukan kondisi thermal bangunan. Nilai-nilai yang berlanjut dan yang tidak berlanjut pada tatanan ruang dan ditandai sebagai salah satu penyebab perubahan kondisi thermal. Dalam hal ini bangunan kolonial mempunyai kelebihan bila dibanding yang lain. Kata kunci: Harmoni, perilaku termal, pendinginan pasif, formasi spasial.
KARAKTER FISIK DAN SOSIAL REALESTAT DALAM TINJAUAN GERAKAN NEW URBANISM Kwanda, Timoticin
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

Rapid urbanization will be critical to urban environments. The immediate and most critical urban environment problems facing several big cities, such as Jakarta and Surabaya, what are referred to as the "brown" problems, among them: lack of safe water, pollution from vehicles and industrial facilities, and congestion. To cope with these urban environmental problems, New Urbanism through the Traditional Neighborhood Development (TND) believes that it will cure the problems by pedestrian oriented planning, encouraging people to drive less, mixed land uses, higher density, then traffice congestion is reduced,and mitigate air pollution. Moreover, the other physical and social characters are mixed housing types, front porches, more park that will encourage more interaction, then restore a sense of community. Based on this concept, this paper discusses the physical and social characters of real estates in Jakarta and Surabaya. The results show that real estate developments in these suburban areas is one of the causes of urban environment problems. Abstract in Bahasa Indonesia : Cepatnya urbanisasi akan menyebabkan lingkungan perkotaan yang kritis. Masalah lingkungan kritis yang dihadapi oleh kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya adalah apa yang disebut dengan masalah "warna coklat" yaitu kurangnya air yang sehat, polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dan industri, serta kemacetan lalu lintas. Untuk menyelesaikan masalah lingkungan ini, gerakan New Urbanism melalui konsep Traditional Neighborhood Development (TND) percaya bahwa masalah lingkungan ini dapat diatasi dengan perencanaan permukiman yang berorientasi pada pejalan kaki, multi fungsi, kepadatan tinggi, sehingga mengurangi kendaraan bermotor dan berakibat pada berkurangnya kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Karakter fisik dan sosial lainnya adalah multi tipe rumah, taman publik yang lebih banyak dan rumah berteras depan yang akan mendorong interaksi sosial dalam lingkungan perumahan. Berdasarkan konsep ini, tulisan ini membahas karakter fisik dan sosial realestat di kota Jakarta dan Surabaya. Hasilnya menunjukan bahwa pengembangan realestat di kota-kota ini merupakan salah satu penyebab masalah-masalah lingkungan yang ada di perkotaan. Kata kunci: new urbanism, realestat.
KOSMOLOGI DALAM ARSITEKTUR TORAJA Sumalyo, Yulianto
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

Modernism in architecture always has a concrete, profane and clear concept.On the totally contrary, traditional architecture traditional has an abstract, spiritual and often religious concept or way of thinking. Toraja, an ethnic group in the northern part of South Sulawesi, has a beautiful and unique architecture which is the expression of Aluk Todolo their way of life and religion. The cosmological thinking of Aluk Todolo is expressed in the architecture of Toraja through it's site plan and units orientation, construction, orientation, material, detail, ornament and other architectural aspects. This article summarises the results of researches, seminars and bibliographical studies on the architecture of Toraja,conducted in the department of architecture University of Hasanuddin Makassar cases from three traditional villages (desa adat): Palawa a big traditional village, Ketekesu' one of the most beautiful traditional villages and Siguntu represent a small desa adat, represent the Toraja traditional architecture. Abstract in Bahasa Indonesia : Modernisme dalam arsitektur selalu menunjuk pada hal-hal yang bersifat konkrit, profan dan konsep yang jelas. Sebaliknya tradisional seperti arsitektur tradisional menunjuk pada hal-hal yang bersifat abstrak, spiritual dan bahkan konsep religius atau "way of thinking". Toraja, sebuah kelompok etnik yang tinggal disebelah utara propinsi Sulawesi Selatan, mempunyai bentuk arsitektur tradisional yang unik dan indah, yang merupakan ekspresi dari "Aluk Todolo", agama dan "way of life" nya. Pemikiran kosmologi dan "Aluk Todolo" diekspresikan dalam arsitektur Toraja, baik dalam tata letak ( site plan), orientasi, konstruksi, material bangunan, detail, ornamen dan aspek-aspek arsitektur lainnya. Tulisan ini merupakan hasil ringkasan dari riset, seminar dan studi kepustakaan arsitektur Toraja, yang dilakukan oleh jurusan arsitektur Universitas Hasanuddin, Makasar di tiga desa adat. Palawa (desa tradisional yang besar), Ketekesu (sebuah desa adat yang indah) dan Siguntu (desa adat yang kecil tapi mempunyai banyak bangunan arsitektur tradisional Toraja). Kata kunci: Arsitektur Tradidional, Toraja.
SPACE IN JAPANESE ZEN BUDDHIST ARCHITECTURE Antariksa, Antariksa
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

The beginning in the medieval period the ideas "emptiness" and "nothingness" in Buddhist doctrine influences over the Japanese. Space in Japanese architecture (kukan), as a empty place. This word originally stood for a "hole in the ground", and in on present meaning of a "hole in the universe", or "sky". The ancient Japanese divided space vertically into two parts, sora (sky) and ame or ama (heaven). In the concept of emptiness both of this above it can be said is a part of space. This paper will tries to explain and discusses about the meaning of space in Japanese Zen Buddhist architecture.
PENDEKATAN PEMAHAMAN CITRA LINGKUNGAN PERKOTAAN (melalui kemampuan peta mental pengamat) Purwanto, Edi
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

One of expediences in trying to understand the image of urban environment can be conducted by the way of knowing the cognition map of human as the observer. Cognition maps discuss about the way the observer get, organize, store, and recall the information about location, distance and the structure of physical environment (urban). Cognition maps had a basic concept called imageability or the ability of inviting impression. Imageability has a very close correlation with legibility, or the ease of having understanding/image and can be organized into one coherent pattern. In order one city can easily understood with the image, so the city must have character because the character of a city is needed for giving understanding about the identify of city, in accordance with the exisiting potensial. In this case, the character is the soul, the realization of character, both physically and non-physically, giving some image and identity of city. Abstract in Bahasa Indonesia : Salah satu upaya untuk mencoba memahami citra lingkungan perkotaan dapat dilakukan dengan cara mengetahui peta mental manusia sebagai pengamat. Peta mental mempersoalkan cara pengamat memperoleh, mengorganisasi, menyimpan, dan mengingat kembali informasi tentang lokasi, jarak dan susunan dalam lingkungan fisik (kota). Peta mental mempunyai konsep dasar yang disebut dengan imagibilitas atau kemampuan untuk mendatangkan kesan. Imagibilitas mempunyai hubungan yang sangat erat dengan legibilitas, atau kemudahan untuk dapat dipamahi / dibayangkan dan dapat diorganisir menjadi satu pola yang koheren. Agar suatu kota dapat dengan mudah dipahami citranya, maka kota tersebut harus mempunyai karakter, karena karakter kota diperlukan untuk memberikan pemahanan tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada. Dalam hal ini, karakter merupakan jiwa, perwujudan watak, baik secara fisik maupun non-fisik, yang memberikan citra dan identitas kota. Kata kunci: citra, peta mental, imagibilitas, legibilitas.

Page 1 of 1 | Total Record : 9