cover
Contact Name
Firdaus Annas
Contact Email
firdaus@uinbukittinggi.ac.id
Phone
+6285274444040
Journal Mail Official
humanisma.uinbukittinggi@gmail.com
Editorial Address
Data Center Building - Kampus II Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Jln Gurun Aua Kubang Putih Kecamatan Banuhampu Kabupaten Agam Sumatera Barat Telp. 0752 33136 Fax 0752 22871
Location
Kab. agam,
Sumatera barat
INDONESIA
HUMANISMA : Journal of Gender Studies
ISSN : 25806688     EISSN : 25807765     DOI : http://dx.doi.org/10.30983/humanisma
Core Subject : Humanities, Social,
HUMANISMA: Journal of Gender Studies (e-ISSN: 2580-7765 & p-ISSN: 2580-6688) is a Academic Journal Publication by Center for the Gender and Children Studies of State University for Islamic Studies (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, West Sumatra, Indonesia. It specializes in research on Gender and Child problems from a range of disciplines and interdisciplinary fields. The interdisciplinary approach in Gender studies is used as a method to discuss and find solutions to contemporary problems and gender and child issues. The topic covered by this journal includes fieldwork studies with different viewpoints and interdisciplinary studies in sociology, anthropology, education, politics, economics, law, history, literature, and others. The editorial team invites researchers, scholars, and Islamic and social observers to submit research articles that have never been published in the media or other journals
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2021): June 2021" : 8 Documents clear
Women Student Motivation in Learning Arabic Language During the Covid-19 Pandemic Nur Hasnah
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.467 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.4089

Abstract

This study aims to determine the motivation of female students to learn Arabic in online-based learning in class X PK at MAN Lima Puluh Kota. There have been several types of research related to women's motivation in studying. Women were found to have a higher motivation than men in terms of studying. However, during the Covid-19 pandemic, women's learning motivation decreased. This paper uses mixed methods by using questionnaires and interviews as the research instrument. Based on processed data, female students’ motivation during online learning decreased due to internal and external factors. Many students experience physical complaints of eye fatigue and complaints of difficulty resting due to piling up tasks, and other complaints such as headaches, body aches. The psychological complaints also including having technical problems and difficulty logging in, limited internet quota, and difficulty focusing on studying at home.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi siswa perempuan belajar bahasa Arab pada pembelajaran berbasis daring di kelas X PK di MAN Lima Puluh Kota karena melalui penelitian yang telah banyak dilakukan, perempuan memiliki motivasi yang tinggi dibandingkan laki-laki dalam belajar. Namun pada masa pandemic covid-19 motivasi belajar perempuan menurun.Metode Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan teknikangket dan wawancara.Berdasarkan data yang telah diolah, ditemukan bahwa motivasi siswa perempuanselama pembelajaran daring mengalami penurunan karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu keluhan fisik dan psikis yang dialami oleh siswa, perempuanselama pembelajaran daring. Keluhan fisik yang banyak dialami siswa adalah kelelahan pada mata dan keluhan sulit istirahat karena tugas yang menumpuk serta keluhan lainnya seperti sakit kepala, badan pegal-pegal dan lain-lain. Adapun keluhan psikis yaitu aplikasi yang sering error dan susah login, keterbatasan kuota internet dan kesulitan untuk focus dalam belajar sewaktu di rumah.
Human Rights Manifestation Through Enforcement of Communal Land Ownership Rights for Women in Minangkabau Tafkir Tafkir
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.963 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.4042

Abstract

A complex issue that is very difficult to unravel in the Minangkabau community is about communal land as a high inheritance according to Minangkabau customs. In Minangkabau custom, the land is women's right, but in control and who takes the lead to maintain land tend to cause dispute between men and women in its development and utilization. High inheritance assets that women should own should be fully controlled and utilized by the brothers. Meanwhile, women must be willing to leave the clan to find residential or agricultural land. This problem becomes more acute when economic problems and social stratification are carried away in the dialogue. Often the rights that women should naturally receive in Minangkabau are crippled by gender stratification developed by brothers who feel more powerful and feel physically and economically stronger. Persoalan pelik yang sangat susah diurai dalam masyarakat Minangkabau adalah persoalan tanah ulayat sebagai harta pusaka tinggi menurut adat Minangkabau. Dalam adat Minangkabau, tanah adalah hak perempuan, namun dalam pengawasaan dan penguasaan sering kali timbul silang sengketa antara laki-laki dan perempuan dalam penguasaan dan pemanfaatannya. Harta pusaka tinggi yang seyogyanya dimililiki oleh perempuan dikuasai dan dimanfaatkan secara penuh oleh saudara laki-laki. Sementara perempuan harus rela keluar dari kaum untuk mencari lahan pemukiman atau pertanian. Persoalan ini semakin meruncing ketika persoalan ekonomi dan kekuatan stratifikasi sosial terbawa dalam dialog tersebut. Sering kali hak yang seharusnya diterima perempuan secara asasi di Minangkabau terkebiri oleh strafikasi gender yang dikembangkan oleh saudara laki-laki yang merasa lebih berkuasa dan merasa lebih kuat secara fisik dan ekonomi.
Women's Stereotypes in the Implementation of Reproductive and Productive Roles in Women Farmers' Households Wiji Tuhu Utami; Retno Setyowati; Sugihardjo Sugihardjo
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.378 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.4252

Abstract

The role of the wife has an essential contribution in the household as the smallest unit in household life. Stereotypes are specific labels attached to women in their roles as wives, mothers, and in society. The research aims to analyze stereotypes among women who work as processed food producers to implement household gender roles. The method in this research uses descriptive qualitative. The study results show that the pattern of household gender relations for Ngudi Rejeki Women Farmer Group members is equal. Household problems may resolve on their own or require discussion. Ngudi Rejeki Women Farmer Group members work as a processed food producer with a processed product entity made from Moringa leaves. The stereotype of responsibility is held husband as the family head and the housewife as the wife's prominent role, in the household function the husband as the primary breadwinner and the wife as the additional breadwinner. In implementing the reproductive role, the wife has a more prominent role and the husband only a helping hand. Peranan istri memiliki berkontribusi penting dalam rumah tangga sebagai unit terkecil dalam kehidupan rumah tangga. Stereotip merupakan pelabelan tertentu yang melekat pada perempuan dalam perannya sebagai istri, ibu, dan pada masyarakat. Penelitian bertujuan untuk menganalisis stereotip pada perempuan produsen makanan olahan dalam pelaksanaan peran gender rumah tangga. Metode dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola relasi gender rumah tangga anggota KWT Ngudi Rejeki ke arah setara. Permasalahan rumah tangga dapat selesai dengan sendirinya atau memerlukan pembahasan. Anggota KWT Ngudi Rejeki bekerja sebagai produsen makanan olahan dengan entitas produk olahan berbahan dasar daun kelor. Stereotip dalam hal tanggung jawab yaitu kepala keluarga dikonstruksikan sebagai tanggung jawab suami dan ibu rumah tangga menjadi tanggung jawab istri, pada fungsi rumah tangga dikonstruksikan suami sebagai pencari nafkah utama dan istri sebagai pencari nafkah tambahan, dan pada pelaksanaan peran reproduktif mengonstruksikan istri memiliki peran yang lebih utama dan suami sekedar membantu.
Injustice Continuity: Gender Inequality in Japan in the 21st Century Mukhlis Arifin
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.613 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.4355

Abstract

The issue of gender equality is still a problem attached to the Japanese economic, social, political, and cultural system. The movement for Japanese liberation efforts and strived since the middle of the twentieth century is still stagnating. This problem remains inseparable from how stakeholders maintain a conservative thought. Women in the domestic sphere and women are the person who does not have the capacities as men are still the basis for reason. This paper will review how gender inequality is still a severe issue that needs to be fought for in the twenty-first century.Isu kesetaraan gender masih berupa permasalahan yang erat melekat dalam sistem ekonomi, sosial, politik dan budaya Jepang. Pergerakan upaya liberasi Jepang yang telah diperjuangkan sejak pertengahan abad ke dua puluh sampai saat ini masih mengalami stagnansi. Keberlanjutan isu ini tidak terlepas dari bagaimana sebuah konstruksi berpikir konservatif tetap dipertahankan oleh pemangku kepentingan. Perempuan dengan ranah domestik dan perempuan tidak memiliki kapasitas yang mumpuni daripada laki-laki masih menjadi dasar berpikir dalam permasalahan ini. Tulisan ini akan mengulas bagaimana isu ketimpangan gender masih merupakan isu serius yang perlu diperjuangkan di abad ke dua puluh satu.
Stereotypes Against Female Online Ojek Drivers in Surakarta Shinta Rosalina; Nurhadi Nurhadi; Yuhastina Yuhastina
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.776 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.4190

Abstract

This study investigated the stereotypes of female online motorcycle taxi drivers, who pinned the stereotype of female online motorcycle taxi drivers, and why the stereotype of female online motorcycle taxi drivers in Surakarta emerged. This study used a qualitative method with a phenomenological approach. Sources of data used were primary data sources and secondary data sources—the data collected by interviews and observations. The informant retrieval technique used was snowball sampling and purposive sampling. This study indicated that (1) The stereotype of online motorcycle taxi drivers arises from a sub-culture in a society where men are closely related to masculine characteristics while women are feminine. So, working as a driver in a society closely related to masculine people creates stereotypes for women. (2) In the process, the stereotype of female online motorcycle taxi drivers appeared in most of the people who interacted with them, such as customers, fellow online motorcycle taxi drivers, and their families. (3) The reason for the emergence of a stereotype among female motorcycle taxi drivers is that women's driving proficiency is not the same as men's. In general, women who drive on a man are considered less common in some societies. Especially if the female drivers still receive orders at night, some community members and fellow male drivers consider it to be precarious and endangering to women. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana stereotip driver ojek online perempuan, siapa yang menyematkan stereotip driver ojek online perempuan dan mengapa stereotip driver ojek online perempuan di Kota Surakarta muncul. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Stereotip pada driver ojek online muncul dari adanya sub budaya dalam masyarakat bahwa laki-laki erat dengan sifat maskulin sedangkan perempuan dengan sifat feminim. Sehingga, ranah pekerjaan sebagai driver yang di masyarakat erat dengan kaum maskulin membuat munculnya stereotip pada perempuan. (2) Dalam prosesnya stereotip terhadap driver ojek online perempuan muncul pada sebagian besar orang yang berinteraksi dengannya seperti customer, rekan sesama driver ojek online dan keluarga. (3) Alasan munculnya sebuah stereotip pada driver ojek perempuan berkaitan dengan kemahiran dalam mengemudi perempuan tidak sama dengan kaum laki-laki. Secara umum perempuan yang memboncengkan seorang laki-laki dianggap kurang lazim bagi sebagian masyarakat.Terlebih jika di malam haridriver perempuan yang masih gadis masih menerima orderan hal tersebut dianggap oleh sebagian masyarakat maupun dari teman sesama driver laki-laki sangat beresiko dan membahayakan diri perempuan.
ANDEH SETIA: Women's Economic Mobilizer in Sulit Air in Early 20th Century Addi Arrahman
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.79 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.3675

Abstract

Weaving handicrafts became the motor Minangkabau's economy at the beginning of the 20th. It encouraged the establishment of weaving centers, such as Amai Setia (1911) and Andeh Setia (1912). Amai Setia handicrafts' are still standing strong nowadays, while Andeh Setia is thus no longer known by the people of Sulit Air today. This paper uses the social history approach and exposes the history of the emergence and fall of Andeh Setia as an economic movement in Sulit Air. The establishment of Andeh Setia is inseparable from the role of ninik mamak and women in Sulit Air. Andeh Setia's success was ultimately drowned due to the loss of driving figures, the reduction in women's interest in weaving crafts, and the overflow of merantau. This finding also suggests that the economic independence of the people in Sulit Air, depends heavily on the role of perantau. This situation is thus an obstacle to the realization of economic independence.  Kerajinan tenun menjadi penggerak perekonomian di Minangkabau pada awal ke-20. Ini mendorong terbentuknya pusat kerajaninan tenun, seperti Amai Setia (1911) dan Andeh Setia (1912). Kerajinan Amai Setia hingga saat ini masih dapat ditemukan, sedangkan Andeh Setia justeru tidak dikenal lagi oleh masyarakat Sulit Air hari ini. Padahal, pada tahun 1912, kualitas tenun Andeh Setia sangat diminati pasar. Itulah sebabnya, Andeh Setia menjadi penggerak ekonomi perempuan di Sulit Air. Artikel ini juga menemukan bahwa sebab hilangnya Andeh Setia adalah karena kehilangan tokoh penggerak, menurunnya minat kaum perempuan terhadap kerajinan tenun, dan menguatnya arus merantau. 
Minangkabau Women's Movement for the Progress of Women's Education in West Sumatera Sitto Rahmana; Syafruddin Nurdin; Eka Putra Wirman
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.781 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.4123

Abstract

Education in Minangkabau from the 19th century to the early 20th century was not too pro-Minangs women. Recognizing the situation and conditions at that time, several Minangkabau women moved and fought against injustice, including Rohana Kudus, Rahmah El Yunusiah, and Rasuna Said. This Minangs female figure fights for women's rights with various strategies and movements. This research uses qualitative by collecting data through interviews and documentation. This study shows that the movements carried out by female leaders in Minangkabau have contributed to contemporary Islamic education in Minangkabau, such as 1) Liberating women from educational backwardness. 2) Take an education policy to get women out of colonialism. 3) Inspire women to continue to develop their minds. 4) Educating women through mass media as a way to educate the public.Pendidikan di Minangkabau pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20 tidak terlalu berpihak kepada kaum perempuan Minang. Melihat situasi dan kondisi saat itu, beberapa perempuan Minangkabau bergerak dan berjuang dalam melawan ketidakadilan diantaranya adalah : Rohana Kudus, Rahmah El Yunusiah, dan Rasuna Said. Tokoh perempuan Minang ini memperjuangkan hak-hak perempuan dengan berbagai strategi dan pergerakan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pergerakan yang dilakukan oleh tokoh- tokoh perempuan di Minangkabau memiliki kontribusi pada pendidikan Islam kontemporer di Minangkabau seperti: 1) Melakukan pembebasan perempuan dari keterbelakangan pendidikan. 2) Mengambil kebijakan pendidikan untuk mengeluarkan perempuan dari keterjajahan. 3) Menginspirasi perempuan untuk terus mengembangkan pemikiran. 4) Mendidik perempuan melalui media massa sebagai salah satu cara mencerdaskan masyarakat.
The Construction of an Ideal Mother amid the Covid 19 Pandemic: Gender Injustice Experienced by Career Women while Working From Home Yelly Elanda
HUMANISMA : Journal of Gender Studies Vol 5, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.6 KB) | DOI: 10.30983/humanisme.v5i1.3670

Abstract

During the COVID-19 pandemic, all activities must be carried out at home, whether working, studying, or worshiping. Working from home is currently known as WFH (Work From Home). WFH seems to be something they want and expects for workers who are still active outside the home. But what about the WFH actors themselves? The media, through their articles, have written a lot about the story of working mothers who are doing WFH. This discussion becomes intriguing when the construction of the ideal mother remains on patriarchal ideology, causing gender inequality. This paper uses a critical discourse analysis method by collecting articles about women who continue to carry out their roles as career women during the WFH period. Seventy-two articles appear in the google search engine when looking for WFH mothers during the covid 19 pandemics. However, from 72 articles, there are only 19 articles that talk about the stories of women who are doing WFH, tips and tricks on being a mother during WFH. In the article, the media constructs the ideal mother figure during the covid 19 pandemics. The ideal mother figure described by the media is a mother as a husband's servant, financial regulator, educator, child caretaker, and career woman. The construction of an ideal mother during this pandemic must carry out the four identities that are attached to her at once. The form of this identity is influenced by the ideology that coexists in society. These ideologies are patriarchal culture, ibuism, and capitalism.Masa pandemi covid 19 menyebabkan semua kegiatan harus dilakukan di dalam rumah, baik bekerja, belajar maupun beribadah. Bekerja di dalam rumah saat ini dikenal dengan istilah WFH (Work From Home). Bagi para pekerja yang masih terus beraktivitas di luar rumah, WFH seolah menjadi suatu hal yang diinginkan dan diharapkan. Namun bagaimana bagi pelaku WFH itu sendiri? Media melalui artikelnya banyak menulis tentang kisah ibu pekerja yang sedang melakukan WFH. Pembahasan ini menjadi menarik ketika ranah public dipaksa untuk dijalankan di ruang domestik. Tulisan ini menggunakan metode analisis wacana kritis dengan mengumpulkan artikel tentang ibu rumah tangga yang tetap menjalankan peran sebagai wanita karier selama masa WFH. Ada 72 artikel yang muncul dalam mesin pencari google ketika mencari ibu WFH masa pandemi covid 19. Namun dari 72 artikel hanya terdapat 19 artikel yang berbicara tentang curhatan para ibu rumah tangga yang sedang melakukan WFH, tips dan trik menjadi ibu selama WFH. Dalam artikel tersebut, media membentuk identitas mengenai sosok ibu ideal di tengah pandemi covid 19. Sosok motherhood  tersebut adalah ibu sebagai pelayan suami, pengatur keuangan, pendidik dan pengasuh anak, dan sebagai wanita karier. Seorang ibu ideal di tengah pandemi ini harus bisa menjalankan empat identitas yang telah melekat pada dirinya sekaligus. Pembentukan identitas tersebut dipengaruhi oleh ideologi yang ada pada masyarakat. Ideologi tersebut adalah budaya patriarkhi, ibuisme dan kapitalisme. 

Page 1 of 1 | Total Record : 8