cover
Contact Name
JUNAIDI
Contact Email
junnaidie@gmail.com
Phone
+62711-418873
Journal Mail Official
jurnalconsensus@stihpada.ac.id
Editorial Address
Jl. Animan Achyat (d/h Jln. Sukabangun 2) No. 1610 Kota Palembang Prov. Sumatera Selatan Telp/Fax : 0711 - 418873
Location
Kota palembang,
Sumatera selatan
INDONESIA
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : -     EISSN : 29622395     DOI : -
Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda (STIHPADA) Palembang berisikan tulisan ilmiah, hasil pembahasan penelitian, pembahasan buku dan pendapat yang mendukung. Artikel Hukum yang dipublikasikan pada jurnal ini merupakan Hasil Karya Ilmiah Mahasiswa dan Dosen yang telah memenuhi Pedoman Penulisan bagi Penulis (Author Guidelines) yang telah ditentukan oleh Consensus : Jurnal Ilmu Hukum. Semua artikel yang dikirimkan oleh penulis dan dipublikasikan dalam jurnal ini ditelaah melalui peer review process. Jadwal penerbitan setahun 4 (empat) kali pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Tulisan yang dikirim harus berpedoman pada metode penulisan ilmiah dan petunjuk penulisan sebagai terlampir. Isi konten tulisan tanggung jawab sepenuhnya penulis. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isi konten tulisan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 2 (2022): November" : 9 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PENGGUNA AIR MINUM ISI ULANG YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR KUALITAS PERMENKES RI NOMOR492/MENKES/PER/IV/2010 TENTANG PESYARATAN KUALITAS AIR MINUM M. Bram Kurniawan; Bagus Fariza Pratama Syahputra; Rajali; Heru Pratama; Arbi Yanto; Liza Deshaini
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.672 KB)

Abstract

Abstrak Air yang dimana dipakai untuk mencuci, mandi, minum dan lain-lain merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Air yang bersih dan sehat merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi demi menciptakan air minum, karena air minum yang bersih berhubungan secara langsung dengan tubuh manusia. Air yang tidak bersih dapat melahirkan penyakit, antara lain munculnya penyakit kolera, malaria dan diare. Atas kerugian konsumen ini, pelaku usaha harus bertanggungjawab terhadap konsumen karena mengkonsumsi air minum isi ulang tidak bersih Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hokum tertier.Hasil penelitian diketahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan adalah dengan mengeluarkan undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, atau penerbitan standar mutu barang.Di samping itu, tidak kalah pentingnya adalah melakukan pengawasan pada penerapan peraturan, ataupun standar-standar yang telah ada.Selain bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dari penelitian penulis di lapangan adalah dengan cara pemberian ganti kerugian terhadap konsumen yang mengalami kerugian setelah membeli jajanan pasar tersebut Kata kunci : Standarisasi, Air Minum, Isi Ulang Abstract Water which is used for washing, bathing, drinking and others is a primary need for humans. Clean and healthy water is one of the conditions that must be met in order to create drinking water, because water clean drinking is directly related to the human body. Unclean water can give birth to diseases, including the emergence of cholera, malaria and diarrhea. For this consumer loss, business actors must be responsible for consumers for consuming unclean refilled drinking water. The method used is legal research normative. Data sources consist of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of the research show that the form of legal protection given to consumers is by issuing laws, government regulations, or issuing quality standards for goods. In addition, it is equally important to supervise the implementation of regulations, or existing standards. In addition to the form of legal protection for consumers from the author's research in the field, it is by giving compensation to consumers who experience losses after buying the market snacks
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENIPUAN INVESTASI ONLINE BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Tedy Kuswoyo; Wawan Kurniawan; Muhammad Reza Oktariansyah; Fresky Fralesta; Septian Dewa Pratama; Kinaria Afriani
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (661.065 KB)

Abstract

AbstrakPerkembangan teknologi informasi akan memberikan dampak yang sangat baik, bagi masyarakat perkembangan teknologi dapat membantu mobilitas karena aktifitas yang sangat padat, juga membawa kemudahan berinteraksi antara satu sama lain nyaris tanpa batas-batas negara dan wilayah. Berbagai kemudahan tersebut, diharapkan akan membawa masyarakat lebih maju, sejahtera dan mendatangkan kebaikan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sebagai akibat perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat dan cepat tersebut, maka cepat atau lambat akan mengubah prilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global, karena teknologi informasi membuat dunia tanpa batas. Hal ter-sebut juga memacu timbulnya penipuan secara online. Penipuan online adalah kejahatan yang menggunakan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan bisnis perusahaan yang konvensional yang nyata. Salah satu penipuan online adalah investasi. Dimana tawaran investasi dengan keuntungan bunga yang tinggi, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Syarat dalam pembebanan pertanggungjawa-ban pidana pada pelaku tindak pidana penipuan online adalah terpenuhinya segala unsur tindak pidana dan tujuan dari perbuatan tersebut dapat dibuktikan bahwa memang sengaja dilakukan dengan keadaan sadar akan dicelanya perbuatan tersebut oleh undang-undang. Untuk menentukan pertanggung jawaban pidana terhadap tindak pidana penipuan jual beli melalui online harus mengacu kepada undang-undang yang bersifat khusus, karena untuk menghindari salah penafsiran jika mengunakan alat bukti konvensional dan terhindar dari timbulnya penafsiran lain, dan perlu adanya pemahaman dari penegak hukum dari perluasan alat bukti tersebut agar terhindar dari kesalah pahaman supaya mempunyai suatu pemikiran yang sama tentang nilai kekuatan pembuktian alat bukti elektronik terdapat dalam UU ITE. Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Pelaku Penipuan, Investasi Online. AbstractThe development of information technology will have a very good impact, for the community the development of technology can help mobility because the activities are very dense, it also brings ease of interacting with each other almost without national and regional boundaries. These various facilities are expected to bring the community more advanced, prosperous and bring goodness to the lives of the Indonesian people. As a result of the rapid and rapid development of technology and information, sooner or later it will change the behavior of society and human civilization globally, because information technology makes the world borderless. It also spurred the emergence of online fraud. Online fraud is a crime that uses the internet for business and commerce purposes so that it no longer relies on real conventional company business. One of the online scams is investment. Where is an investment offer with high interest profits, and others. This study uses a normative juridical approach. The condition for imposing criminal liability on perpetrators of online fraud is the fulfillment of all elements of a criminal act and the purpose of the act can be proven that it was intentionally done with a state of awareness of the rebuke of the act by law. To determine criminal liability for fraudulent acts of buying and selling online, it must refer to laws that are specific in nature, because to avoid misinterpretation when using conventional evidence and avoid the emergence of other interpretations, and it is necessary to have an understanding from law enforcers from the expansion of tools. This evidence is to avoid misunderstandings in order to have the same thought about the value of the power of proof of electronic evidence contained in the ITE Law.
PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN ANTARA PENGEMBANG DENGAN PEMILIK LAHAN Yudhi Wahab Aprisandi; Dedi; Anantasiah Putri; Fathiya Geumala; Lindawati Saleh; Putri Sari Nilam Cayo
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.514 KB)

Abstract

Abstrak Asas proporsionalitas seringkali diartikan dengan keseimbangan didalam segala hal, yang dalam arti semuanya seimbang secara matermatis, baik mengenai seimbang yang didapatkan apabila mendapatkan keuntungan, dan seimbang untuk menanggung apabila mengalami kerugian. Makna proporsionalitas juga mencakup keseimbangan sesuai proporsi yang dimiliki masing-masing pihak secara fair. Adapun permasalahan yang akan penulis bahas dalam tulisan ini adalah: bagaimana tanggung jawab pengembang dalam perjanjian kerjasama pembangunan perumahan. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu sebuah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Demi pemenuhan hak pihak pemilik tanah, pihak Pengembang harus memenuhi kewajibannya untuk memperhatikan keselamatan dan keamanan pemilik tanah, apabila pihak pemilik tanah menempati bangunan yang telah dibangun tersebut dan semua kesepakatan yang telah diperjanjikan, harus dilaksanakan dengan sepenuhnya Kata kunci : Asas Proporsionalitas, KerjaSama, Pengembang Abstract The principle of proportionality is often interpreted as a balance in everything, which means that everything is mathematically balanced,good about the balance that is obtained when making a profit,and balanced to bear in the event of a loss. Meaningproportionality also includes balance according to the proportions owned each party fairly. The problems that will be discussed in this paper are: how is the responsibility of the developer in the housing development cooperation agreement. The type of research that the author uses is normative legal research, which is a legal research method carried out by examining library materials or secondary data. In order to fulfill the rights of the land owner, the Developer must fulfill its obligation to pay attention to the safety and security of the land owner, if the land owner occupies the building that has been built and all agreements that have been agreed upon, must be fully implemented.
PENERAPAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH Ahmad Riansyah; Roihan; Riski Rahmadhan; M.Willy Pratama; Ricky Nopriyadi
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.254 KB)

Abstract

Abstrak Suatu perjanjian, baik antara orang perseorangan dengan orang perseorangan maupun antara orang perseorangan dengan badan hukum, harus memuat kaidah itikad baik dalam hukum perdata. Berikut ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang disebut dengan KUHPerdata dalam dokumen ini: Yang dimaksud dengan "itikad baik" dalam konteks ini adalah berperilaku dengan cara yang benar secara moral. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat didalamnya.penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang bukan hanya menginventarisir bahan-bahan primer dalam wujud perundang-undangan,untuk kemudian mengorganisasikannya dalam suatu koleksi yang memudahkannya dalam penelusuran Kembali,penelitian hukum normatif juga mengoleksi bahan-bahan sekunder. Pembahasan mengenai itikad,kiranya pelaku bisnis dalam menjalankan aktivitasnya tidak boleh merugikan pihak lain serta tidak memanfaatkan pihak lain untuk menguntungkan diri sendiri. Simpulan,penerapan itikad baik dalam jual beli tanah terjadi pada waktu mulai berlakunya pembuatan perbuatan hukum tersebut atau pada waktu pelaksanaan hak-hak dan dan kewajiban-kewajiban yang bermaktub dalam hubungan hukum itu.sesuai dengan ketentuan pasal 1338 ayat (3) yang menetapkan bahwa, “semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”, hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut harus dibuat dan dilandasi dengan itikad baik. Kata Kunci : Penerapan Asas, Itikad Baik, Perjanjian, Jual Beli Tanah Abstract An agreement, whether between an individual and an individual or between an individual and a legal entity, must contain the rules of good faith in civil law. The following is stated in Article 1338 paragraph 3 of the Civil Code which is referred to as the Civil Code in this document: What is meant by "good faith" in this context is to behave in a morally right manner. The type of research used in writing this journal is adapted to the problems raised in it. Normative legal research is research that not only takes inventory of primary materials in the form of legislation, to then organize them in a collection that makes it easier to trace back, normative legal research is also collecting secondary materials. Discussion on intentions, presumably business people in carrying out their activities should not harm other parties and do not take advantage of other parties to benefit themselves. In conclusion, the application of good faith in the sale and purchase of land occurs at the time the legal action is made or at the time the rights and obligations that are contained in the legal relationship are implemented. In accordance with the provisions of Article 1338 paragraph (3) which stipulates that, "all agreements must be carried out in good faith", this shows that each party who makes the agreement must be made and based on good faith.
PRO KONTRA PENCABUTAN HAK MENDUDUKI JABATAN PUBLIK BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Dewa Rumphas; Nasrullah; Nurlisna; Evi Oktarina
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (670.714 KB)

Abstract

Abstrak Tindak pidana korupsi di Indonesia telah masuk dalam kategori membahayakan. Persoalan bangsa yang bersifat darurat yang dihadapi Negara Indonesia dari masa ke masa dengan rentang waktu yang relatif lama belum dapat terselesaikan dengan baik, tetap saja para pelaku tindak pidana korupsi hadir di negeri ini sebagai penjajah yang menjadi musuh seluruh elemen masyarakat. Sehubungan dengan korupsi tersebut melahirkan sejumlah pelaku utama korupsi salah satunya Pejabat Publik. Pejabat mempunyai peran yang strategis untuk melakukan korupsi lewat wewenang yang melekat pada jabatan itu. Perbuatan mereka dapat mengakibatkan kebangkrutan nasional. metode penelitian yuridis normatif . Dasar hukum penjatuhan pidana tambahan berupa Pencabutan Hak Menduduki Jabatan Publik Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi. Di Indonesia dikarenakan Pencabutan hak-hak tertentu hanya untuk tindak pidana yang tegas ditentukan oleh undang-undang bahwa tindak pidana tersebut diancam oleh pidana tambahan . Kata Kunci : Pencabutan , Hak , Korupsi Abstract Corruption in Indonesia has been categorized as dangerous. The nation's emergency problems faced by the Indonesian state from time to time with a relatively long time span have not been properly resolved, but the perpetrators of criminal acts of corruption are present in this country as invaders who are enemies of all elements of society. In connection with this corruption gave birth to a number of main perpetrators of corruption, one of which was Public Officials. Officials have a strategic role to commit corruption through the authority attached to the position. Their actions can result in national bankruptcy. normative juridical research method. The legal basis for imposing additional penalties in the form of revocation of the right to occupy public positions for perpetrators of criminal acts of corruption. In Indonesia, due to the revocation of certain rights only for criminal acts that are expressly stipulated by law that the crime is punishable by additional punishment.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DEBT COLLECTOR (PENAGIH HUTANG) YANG MELAKUKAN TINDAK KEKERASAN DALAM PENAGIHAN BERMASALAH Deny Syaputra; Tri Putra Perkasa; Fawez Farhan Dani; Siddik Andrean; Didit Selamat Raharjo
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.447 KB)

Abstract

Abstrak Hadirnya sistem kredit sangat membantu kehidupan masyarakat bahkan pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara, namun keterbatasan saat ini adalah tidak semua barang yang dijual di pasar atau toko menawarkan system kredit terhadap barang yang mereka jual. Kerena disamping faktor kepercayaan, faktor-faktor lain dijadikan pedagang sebagai petimbangan untuk lebih nyaman jika menjual dengan cara tunai dari pada kredit. Namun dibalik kemudahan tersebut, jika kita tidak bertanggung jawab untuk melunasi kredit tersebut tentu akan membawa masalah bagi kita, karena akhirnya kita akan dihadapkan kepada debt collector untuk menagih sejumlah hutang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan debt Colecctor dalam melakukan penagihan terhadap kredit bermasalah. Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan debt Colecctor dalam melakukan penagihan terhadap kredit bermasalah. Kekerasan yang dilakukan oleh debt collector dalam penagihan hutang terhadap debitur juga disebabkan adanya sikap perlawanan dari nasabah dan tidak adanya iktikad baik debitur dalam penyelesaian angsuran atau kredit sehingga menyebabkan debt collector melakukan kekerasan agar debitur benar-benar mau menyelesaikan tunggakan angsuran. Adanya tindakan perlawanan yang dilakukan oleh debitur maka juga mempengaruhi debt collector dalam melakukan penagihan hutang terhadap debitur. Adapun bentuk kekerasan yang dilakukan debt collector menurut pengamatan penulis diantaranya berkata kasar dengan memaki-maki, mengancam, penyitaan terhadap barang bahkan ada juga yang melakukan pemukulan atau penganiayaan. Perbuatan debt collector ini jelas merupakan tindak pidana. Perlu adanya kerja sama antara aparat penegak hukum dengan masyarakat dalam memberantas tindak pidana yang dilakukan debt collector, masyarakat harus berperan aktif dalam hal ini. Masyarakat harus segera melaporkan jika melihat ada tindak pidana yang dilakukan debt collector. Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Pidana, Kekerasan, Debt Collector Abstract This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. The presence of a credit system really helps people's lives and even economic growth in a country, but the current limitation is that not all goods sold in markets or shops offer a credit system for the goods they sell. Because in addition to the trust factor, other factors are used by traders as considerations to be more comfortable if selling by cash rather than credit. But behind this convenience, if we are not responsible for paying off the credit, it will certainly bring problems for us, because in the end we will be faced with debt collectors to collect a number of debts. This study uses a normative juridical approach. What are the forms of violence committed by debt collectors in collecting non-performing loans. The forms of violence committed by debt collectors in collecting non-performing loans. Violence committed by debt collectors in collecting debts against debtors is also due to the attitude of resistance from customers and the lack of goodwill of the debtor in settling installments or credit, causing debt collectors to resort to violence so that debtors really want to settle arrears in installments. The existence of resistance actions taken by debtors will also affect debt collectors in collecting debts against debtors. As for the forms of violence committed by debt collectors, according to the author's observations, among others are rude by cursing, threatening, confiscation of goods and some even beat or abuse. This debt collector's act is clearly a criminal act. There needs to be cooperation between law enforcement officers and the community in eradicating criminal acts committed by debt collectors, the community must play an active role in this. The public must immediately report if they see any criminal acts committed by debt collectors.
SANKSI PIDANA TERHADAP PENUMPANG YANG MELANGGAR TATA TERTIB DI DALAM PESAWAT UDARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN Dewa Ayu Made Mayani; M. Lucky Septian Mulia; Muhamad Dwi Septiawan; Muhamad Alyo Vidawarman; Sunarto
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (797.773 KB)

Abstract

Abstrak Penerbangan secara exsplisit telah diatur secara khusus didalam Undang-Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Penerbangan menjelaskan bahwa yang disebut dengan penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Permasalahan dalam Penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib di dalam pesawat udara selama penerbangan dan bagaimana sanksi pidana terhadap penumpang yang melanggar tata tertib di dalam pesawat udara selama penerbangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan. Bentuk pelanggaran tata tertib di dalam pesawat udara selama penerbangan diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan sanksi pidana tersebut diatur dalam Pasal 412 ayat 1-7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kata Kunci : Sanksi Pidana, Penumpang, Pesawat Penerbangan. Abstract Aviation has been explicitly regulated specifically in Law No. 1 of 2009 concerning Aviation. According to Article 1 number 1 of the Aviation Law, it is explained that what is called aviation is a unified system consisting of the use of airspace, aircraft, airports, air transportation, flight navigation, safety and security, the environment, as well as supporting facilities and facilities. other common. The problem in this research is how are the forms of violation of the rules on the airplane during the flight and how are the criminal sanctions against passengers who violate the rules on the airplane during the flight based on Law Number 1 of 2009 concerning Aviation. The form of violation of the rules on board an aircraft during a flight is regulated in Article 54 of Law Number 1 of 2009 concerning Aviation and the criminal sanctions are regulated in Article 412 paragraphs 1-7 of Law Number 1 of 2009 concerning Aviation.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU YANG MELARIKAN DIRI SAAT DITILANG BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Rico Andi Guna; Agus Susanto; M. Armando Ferdiansyah; Aldy Sopandy; Bobby Rizki Ramadhan
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (589.788 KB)

Abstract

AbstrakPenegakan hukum manusia atau anggota masyarakat itu harus memperhatikan dan menaati kaidah-kaidah atau norma-norma serta peraturan-peraturan tertentu yang berlaku. Peraturan itu memberi petunjuk bagi manusia bagaimana harus bertingkah laku dan bertindak. Dalam hal pelanggaran lalu lintas yang rentan terjadi di Indonesia salah satunya dikarenakan masyarakat Indonesia yang kurang mentaati peraturan lalu lintas sehingga kasus pelanggaran dan resiko kecelakaan juga masih tinggi. Faktor-faktor penyebab pengemudi melarikan diri adalah ada rasa ketakutan, surat-surat kendaraan tidak lengkap, pengendara kendaraan bermotor yang tak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan, pengendara sepeda motor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan seperti spion, lampu rem, klakson, pengendara atau penumpang sepeda motor yang tak mengenakan helm standar nasional, Membawa barang yang dilarang, misalnya narkoba, Kendaraan hasil curian. Penegakan hukum terhadap pelaku yang melarikan diri saat ditilang berupa sanksi hukum. Sanksi hukum terdapat dalam Pasal 216. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kepolisian hendaknya terus menerus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan melibatkan berbagai pihak (sekolah, perguruan tinggi, maupun organisasi desa) terutama sosialisasi berkendara dengan baik di jalan raya dan apa saja yang harus dilengkapi dalam hal berkendara sehingga dapat mengurangi tingkat pelanggaran.Pihak Satuan Polisi Lalu Lintas harus meningkatkan dan memaksimalkan kinerjanya agar dapat meningkatkan keamanan, ketertiban, setiap pelanggaran harus di tindak dan di kenakan sanksi yang tegas, dalam artian menegakkan hukum tanpa pandang bulu.Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pelaku, Melarikan Diri, Tilang. AbstractHuman law enforcement or community members must pay attention to and comply with certain rules or norms and regulations that apply. The rules give instructions for humans how to behave and act. In terms of traffic violations that are prone to occur in Indonesia, one of them is because Indonesian people do not comply with traffic regulations so that cases of violations and the risk of accidents are still high. Factors that cause drivers to run away are fear, incomplete vehicle documents, motorized vehicle drivers who do not have a vehicle registration number, motorcyclists who do not meet technical and road-worthiness requirements such as mirrors, brake lights, horns, drivers or motorcycle passengers who do not wear national standard helmets, carry prohibited items, such as drugs, stolen vehicles. Law enforcement against perpetrators who run away when ticketed is in the form of legal sanctions. Legal sanctions are contained in Article 216. The Criminal Code. The police should continue to socialize with the community by involving various parties (schools, colleges and village organizations), especially the socialization of good driving on the highway and what needs to be completed in terms of driving so as to reduce the level of violations. The Traffic Police Unit must improve and maximize its performance in order to increase security, order, every violation must be followed up and subject to strict sanctions, in the sense of enforcing the law indiscriminately.
SANKSI HUKUM PELAKU MENGUASAI TANAH MILIK ORANG LAIN TANPA IZIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 51 PRT TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KEKUASAANNYA Roni; Sukma Andi Wijaya; Satrio Margo Utomo; M. Deri Okta Pratama; Boy Santosa
Consensus : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 1 No. 2 (2022): November
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.047 KB)

Abstract

Abstrak Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia, tanah merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia bahkan pada waktu matipun masih memerlukan tanah. Menyadari pentingnya nilai dan arti penting tanah, Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 merumuskan tentang tanah dan sumber daya alam di dalam konstitusi, sebagai berikut : “Bumi dan air dan kekayaanalam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Kesadaran akan kedudukan istimewa tanah dalam alam pikiran bangsa Indonesia juga tertuang dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun1960. Salah satu penyebab terjadinya kejahatan penggelapan hak atas tanah karena dilatar belakangi oleh faktor ekonomi, dimana pelaku melakukan hal ini karena terdorong oleh kebutuhan materi yang membuat seseorang ataupun pelaku tindak pidana melakukan kejahatan penguasaan tanah tanpa izin pemiliknya. Adapun salah satu penyebab terjadinya kejahatan tersebut dikarenakan dari faktor pekerjaan pelaku dimana pelaku tindak pidana melakukan pengelolaan atas tanah tersebut tanpa sepengetahuan pemilik sebenarnya karena ingin melakukan usaha diatas tanah tersebut karena pelaku tidak memiliki pekerjaan yang tetap sehingga ingin melakukan uasaha diatas tanah tersebut. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang aturan hukum khususnya dalam hal ini mengenai kejahatan dibidang pertanahan. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan dari pelaku kejahatan penggelapan hak atas tanah tersebut masih rendah, sehingga pelaku dari kejahatan tersebut tidak mempertimbangkan akibat hukum atau sanksi hukum yang akan diterima pelaku apabila melakukan perbuatannya tesebut. Agar tidak terjadinya tindak pidana pengrusakan tanah dan penyerobotan tanah masyarakat seharusnya memiliki sertifikat hak (milik) atas tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Kata Kunci : Sanski Hukum, Pelaku, Tanah Abstract This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Land is one of the important factors in human life, land is a place of settlement, a place to carry out human activities, even when they die, they still need land. Recognizing the importance of the value and importance of land, Article 33 Paragraph (3) of the 1945 Constitution defines land and natural resources in the constitution as follows: "Earth and water and the natural resources contained therein are controlled by the state and used for as much as -the great prosperity of the people." Awareness of the special position of land in the minds of the Indonesian people is also contained in the Basic Agrarian Law (UUPA) Number 5 of 1960. One of the causes of the crime of embezzlement of land rights is due to economic factors, where the perpetrators do this because they are motivated by material needs that make a person or perpetrator of a crime commit a crime of land tenure without the owner's permission. As for one of the causes of the occurrence of this crime due to the work factor of the perpetrator where the perpetrator of the crime managed the land without the knowledge of the real owner because he wanted to do business on the land because the perpetrator did not have a permanent job so he wanted to do business on the land. Lack of public knowledge about the rule of law, especially in this case regarding crimes in the land sector. This is because the level of education of the perpetrators of the crime of embezzlement of land rights is still low, so that the perpetrators of these crimes do not consider the legal consequences or legal sanctions that will be received by the perpetrators if they commit these actions. In order to prevent criminal acts of land destruction and land grabbing, the community should have a title (property) certificate over land to provide legal certainty and legal protection to the holders of rights to a plot of land so that they can easily prove themselves as the holder of the rights over the land in question.

Page 1 of 1 | Total Record : 9