cover
Contact Name
Mahendra Wardhana
Contact Email
mahendrawardhana@unesa.ac.id
Phone
+628179925494
Journal Mail Official
jurnalnovum@unesa.ac.id
Editorial Address
Gedung K1 Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang, Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Novum : Jurnal Hukum
ISSN : -     EISSN : 24424641     DOI : doi.org/10.26740/novum
Core Subject : Social,
Jurnal novum memuat tulisan-tulisan ilmiah baik hasil-hasil penelitian maupun artikel dalam bidang ilmu hukum, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara dan bidang-bidang hukum lainnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 5 No 4 (2018)" : 20 Documents clear
PELAKSANAAN PENGAWASAN PUTUSAN PENGADILAN DI GRESIK JAWA TIMUR KHOTIMAH, KHUSNUL; ASTUTI, PUDJI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27215

Abstract

Institusi Kejaksaan Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut Undang-Undang Kejaksaan). Tugas dan kewenangan jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Kejaksaan, dan dalam huruf c pasal tersebut juga telah disebutkan terkait tugas jaksa untuk melaksanakan pengawasan putusan pengadilan, antara lain putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat. Penyimpangan dalam proses peradilan pidana juga dapat terjadi pada tahap pelaksanaan putusan pengadilan (pasca ajudikasi), sehingga sangat diperlukan adanya pengawasan secara maksimal dan baik, serta adanya koordinasi antara pihak-pihak yang berkaitan dengan pengawasan putusan pengadilan ini, antara lain jaksa, hakim pengawas dan pengamat, serta balai pemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengawasan putusan pengadilan di Gresik Jawa Timur dan koordinasi antara Hakim Wasmat, Jaksa Pengawas, dan pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) dalam mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Pelaksanaan pengawasan putusan pengadilan di Gresik Jawa Timur tidak sesuai dengan aturan yang ada. Selanjutnya terkait koordinasi antara pihak-pihak tersebut juga tidak terlaksana sesuai aturan. Kendala dalam pelaksanaan pengawasan putusan pengadilan yaitu tidak adanya aturan khusus yang jelas dan tegas yang mengatur hal tersebut. Kemudian dalam hal koordinasi yang tidak terlaksana, kendala yang ada yaitu pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengawasan putusan pengadilan tidak paham akan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum.
KESADARAN HUKUM PEDAGANG PASAR BERKAITAN DENGAN RETRIBUSI PASAR GUNA MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Retribusi Pasar Di Pasar Kota Kabupaten Bojonegoro) RAHMAWATI, HERTINA; WIDODO, HANANTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27581

Abstract

Abstrak Retribusi pasar merupakan suatu kekayaan daerah yang merupakan pendapatan asli daerah yang sah dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai. Pungutan retribusi pasar yang ditujukan merupakan suatu bentuk kewajiban bagi para pedagang pasar atas pemanfaatan fasilitas pasar berupa toko, los, kios, dan bedak. Fungsi dari retribusi pasar selain sebagai pungutan wajib atas pemanfaatan bangunan pasar namun juga sebagai pemeliharaan terhadap pengelolaan pasar atas kegiatan yang dilakukan. Disisi lain agar para pedagang memanfaatkan fasilitas secara optimal agar dapat menunjang Pendapatan Daerah. Demi terciptanya ketertiban para pedagang juga sebagai bentuk dari jasa yang telah diberikan atas penggunaan fasilitas pasar yang diberikan dari pemerintah kepada pedagang, maka pemerintah menerbitkan peraturan daerah berdasarkan Pasal 24 ayat (1) huruf c Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro No. 9 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pasar Daerah mengatakan bahwa para pedagang wajib memenuhi kewajiban atas pembayaran sesuai tarif pelayanan pasar berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut diperjelas kembali didalam Surat Ijin Pemakaian Tempat Usaha Unit Pasar Kota Kabupaten Bojonegoro, dimana dijelaskan bahwa “setiap pemegang ijin berkewajiban memenuhi pembayaran pungutan pasar tepat pada waktunya berdasarkan ketentuan yang berlaku, walaupun tempat usaha itu tutup”. Aturan yang dibuat dimaksudkan agar para pedagang memanfaatkan fasilitas yang ada, sehingga dapat memaksimalkan guna pasar. Fakta empirisnya, banyak pedagang toko/bedak/kios/los yang tidak menetapkan aturan tersebut. Para pedagang menilai hal ini cukup merugikan dimana tidak ada pendapatan yang masuk namun pungutan tetap berjalan. Tujuan penelitian selain untuk menganalisis kesadaran hukum pedagang berkaitan dengan retribusi pasar guna menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun juga untuk mengaalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu penelitian hukum empiris. Kesadaran hukum pedagang pasar berkaitan dengan pungutan retribusi pasar di Pasar Kota Kabupaten Bojonegoro guna menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tingkat yang dapat dikatakan cukup. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pedagang yaitu faktor usia, pendidikan dan ekonomi/ pendapatan. Saran yang diberikan kepada pengelola pasar dan Dinas Perdagangan Kabupaten Bojonegoro hendaknya memberikan sosialisasi terkait pentingnya membayar retribusi pasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kata Kunci : Kesadaran Hukum Pedagang, Retribusi Pasar, Pendapatan Asli Daerah (PAD)
KAJIAN YURIDIS KELAYAKAN SITUS CALON ARANG UNTUK DITETAPKAN SEBAGAI CAGAR BUDAYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA AL HAFIEDZ, ADHEN; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27582

Abstract

Situs Calon Arang merupakan salah satu warisan budaya berupa situs yang terletak di Desa Sukorejo, Gurah, Kediri. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1992 dan PP Nomor 10 Tahun 1993, Situs Calon Arang telah ditetapkan sebagai cagar budaya secara lisan. Penetapan secara lisan tersebut telah sesuai dengan pengaturan dalam UU Nomor 5 Tahun 1992 dan PP Nomor 10 Tahun 1993, tanpa adanya Surat Keputusan penetapan cagar budaya. Namun, Pemerintah Indonesia mencabut dan mengganti UU Nomor 5 Tahun 1992 dengan UU Nomor 11 Tahun 2010. Keberlakuan UU Nomor 11 Tahun 2010 tersebut membuat status cagar budaya pada Situs Calon Arang kembali dipertanyakan keabsahannya. UU Nomor 11 Tahun 2010 mengatur bahwa penetapan cagar budaya ditandai dengan adanya Surat Keputusan penetapan cagar budaya. Tujuan penelitian untuk menganalisis tentang keabsahan PP Nomor 10 Tahun 1993 sebagai dasar hukum penetapan cagar budaya dari Situs Calon Arang dan kelayakan Situs Calon Arang untuk ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2010. Metode penelitian adalah yuridis normatif. Teknik pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Teknik analisis bahan hukum menggunakan teknik preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa PP Nomor 10 Tahun 1993 sebagai dasar hukum penetapan cagar budaya dinyatakan tidak absah, dikarenakan dengan berlakunya UU Nomor 11 Tahun 2010 yang mengatur bahwa penetapan cagar budaya terhadap suatu warisan budaya merupakan kewenangan dari Bupati/Walikota dan penetapan cagar budaya ditandai dengan adanya Surat Keputusan penetapan cagar budaya. Sebagaimana tercantum dalam asas preferensi yaitu Asas Lex Superiori Derogate Lege Inferiori. Sedangkan Situs Calon Arang merupakan warisan budaya yang layak untuk ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2010, karena telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai situs cagar budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 11 UU Nomor 11 Tahun 2010. Kata Kunci: Situs Calon Arang, Cagar Budaya, Keabsahan, PP Nomor 10 Tahun 1993, UU Nomor 11 Tahun 2010.
KESADARAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA DI SENTRA PKL DHARMAHUSADA SURABAYA BERKAITAN DENGAN PENGGUNAAN STYROFOAM TANPA LOGO DAN KODE DAUR ULANG PADA KEMASAN PANGAN KISANTIKA EFENDI, AYU; SULISTYOWATI, ENY
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27787

Abstract

Abstrak Styrofoam saat ini banyak digunakan untuk kemasan pangan. Styrofoam yang digunakan sebagai kemasan pangan, konsumen juga harus memperhatikan keamanannya, karena fungsi dari kemasan pangan yaitu untuk kesehatan, pengawetan dan kemudahan. Styrofoam mengandung Styrene yaitu merupakan zat kimia yang memiliki sifat karsinogenik yang dapat memicu berkembangnya sel kanker dalam tubuh. Oleh karena itu perlu diperhatikan penggunaan kemasan pangan styrofoam dengan benar, dengan cara tidak digunakan untuk membungkus makanan panas dan berlemak serta memperhatikan logo dan kode daur ulang pada kemasan styrofoam. Faktanya, masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan makanan panas dan berlemak yang dibungkus menggunakan kemasan styrofoam.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesadaran hukum pedagang kaki lima dalam penggunaan styrofoam tanpa logo dan kode daur ulang, serta mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum pedagang kaki lima dalam penggunaan styrofoam tanpa logo dan kode daur ulang dalam kemasan pangan di Sentra PKL Dharmahusada Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis sosiologi yang merupakan penelitian hukum guna mengetahui sejauh manakah suatu peraturan atau perundang-undangan dapat dikatakan telah berjalan efektif. Sumber data diperoleh dari data primer dan sekunder dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesadaran hukum pedagang kaki lima dalam penggunaan styrofoam tanpa logo dan kode daur ulang rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan indikator; rendahnya tingkat pengetahuan hukum, rendahnya tingkat pemahaman hukum, tidak setujunya sikap hukum dan tidak sesuainya pola perilaku hukum pedagang kaki lima. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran hukum pedagang kaki lima di Sentra Pedagang Kaki Lima (PKL) Dharmahusada Surabaya berkaitan dengan penggunaan styrofoam tanpa logo dan kode daur ulang pada kemasan pangan, khususnya pedagang kaki lima yang berjualan makanan panas dan berlemak yang dibungkus menggunakan kemasan styrofoam, yaitu: tingkat pendidikan pedagang kaki lima atau PKL, usia, dan akses informasi. Untuk itu diperlukan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah khususnya Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengenai kemasan pangan styrofoam yang tidak ada logo dan kode daur ulang dapat membahayakan kesehatan manusia, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga harus aktif untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap produk pangan yang menggunakan kemasan pangan styrofoam, serta aktif untuk memberikan penyuluhan kepada setiap pedagang kaki lima mengenai kemasan pangan yang berbahaya dan yang aman digunakan dan kepedulian pedagang kaki lima dalam meningkatkan kesadaran hukum melalui kemandirian dalam mengakses informasi. Kata Kunci: Kesadaran hukum, Styrofoam, pedagang kaki lima, faktor yang berpengaruh
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP “POLISI CEPEK” DI KOTA SURABAYA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU HARIYANTI, DINI; WIDODO, HANANTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27914

Abstract

Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum pada pasal 6 ayat (1), melarang setiap orang dan atau kelompok yang tidak memiliki kewenanangan untuk melakukan pengaturan lalu lintas pada persimpangan jalan, tikungan, atau tempat putar balik arah. Pada kenyataannya di Kota Surabaya hal tersebut menjadi pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian orang yang disebut dengan “Polisi Cepek”, untuk mengatur lalu lintas di jalan tanpa memiliki kewenangan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap keberadaan “Polisi Cepek” di Kota Surabaya berdasarkan peraturan perundang-undangan serta (2) menganalisis kendala dalam penegakan hukum terhadap keberadaan “Polisi Cepek” di Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap keberadaan “Polisi Cepek” di Kota Surabaya tidak berjalan sesuai peraturan serta standar operasional prosedur yang ada. Adapun kendala dalam upaya penegakan hukum terhadap “Polisi Cepek” di Kota Surabaya antara lain adalah ketidakjelasan perundang-undangan yang mengatur, penegak hukum yang tidak menjalankan sanksi sebagaimana seharusnya serta sikap masyarakat sendiri yang tidak taat hukum. Kata kunci : “Polisi Cepek”, penegakan hukum, kendala
Politik Hukum Pengaturan Prosedur Pendaftaran Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Bukan Hunian DAMAR FATWATI, AYOMI; , TAMSIL
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.28049

Abstract

Abstrak Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, untuk diperolehnya tanda bukti kepemilikan atas satuan rumah susun maka diterbitkannya Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Adanya ketidakjelasan aturan terkait pemanfaatan fungsi rumah susun, yang dimana rumah susun dengan fungsi bukan hunian tidak lagi tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun masih menyebutkan adanya ketentuan rumah susun bukan hunian dan aturan pelaksana tersebut masih berlaku sampai saat ini, yang dimana Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun ini merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang yang lama, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Hal tersebut menimbulkan adanya ketidakpastian pada pendaftaran beserta penerbitan sertifikat. Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menganalisis pengaturan prosedur pendaftaran hak milik atas satuan rumah susun bukan hunian. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Jenis bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pengumpulan bahan hukum yang digunakan ialah studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum. Teknis analisis bahan hukum dilakukan menggunakan metode preskriptif dengan memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukan. Hasil pembahasan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pendaftaran hak milik atas satuan rumah susun bukan hunian masih dapat dilakukan seperti pada pendaftaran hak milik atas satuan rumah susun dengan fungsi hunian, dengan tetap mengacu pada aturan pelaksana yang lama, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, dengan didasari pada ketentuan Pasal 118 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yang menyebutkan bahwa peraturan pelaksana dari undang-undang yang lama dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan aturan pelaksana yang baru. Terhadap arah pengaturan terkait prosedur pendaftaran hak milik atas satuan rumah susun bukan hunian, perlu diadakannya revisi pada peraturan perundang-undangan tentang rumah susun oleh badan legislatif terkait dengan ketentuan fungsi rumah susun bukan hunian, serta membuat peraturan pelaksana yang baru dan disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku guna memberikan kepastian hukum pada pendaftaran serta penerbitan sertifikat, dan dalam pembahasan kali ini penulis menyajikan usulan sebuah naskah akademik rancangan undang-undang tentang rumah susun. Kata Kunci: Pendaftaran, Prosedur, Ketidakjelasan Aturan, Sertifikat. Abstract Based on Article 47 paragraph (1) of Law Number 20 of 2011th about the flats, to obtain proof of ownership of the unit of the flat, the issuance of proprietary certificate of the unit of flat. The uncertainty of the rules regarding the utilization of the function of the house, which is flat with non-residential functions is no longer listed in the Law number 20 year 2011 about the house, while government Regulation Number 4 year 1988 about Flats still mention the provisions of building not residential and the rules of the executive is still valid to date, where government Regulation number 4 year 1988 about this Houseroom is the implementing rules of the law period, namely Act Number 16 of 1985 about flats. It raises uncertainty over registration and issuance of certificates. This study aims to examine and analyse the arrangement of the proprietary registration procedures for non-residential units. This research is a normative legal study using legislation approaches, conceptual approaches, and historical approaches. The type of legal materials used are primary legal materials and secondary legal materials.The collection of legal materials used is the study of the Library of legal materials. Technical analysis of legal material is done using prescriptive method by giving arguments to the results of the research done. The results of the research, in this study show that the registration of the property of the non-residential units can still be done as on the registration of the property of the unit with residential function, while referring to the rules of implementing The old one, named government Regulation Number 4 of 1988 about the Flats, based on the provisions of article 118 letter B Law number 20 year 2011 about the building that mentioned that the implementing regulations of the Old law Remain in force as long as they are not contradictory or have not been replaced by new implementing rules. On the direction of the arrangement regarding the registration procedure of the property of the non-residential units, it is necessary to keep revision to the housing regulations by the legislative in relation to the provisions of the building function The residence, as well as creating new implementing regulations and adapted to applicable laws to provide legal certainty on registration and issuance of certificates, and in this research the author presented the script of Academic draft of the building. Keywords: Registration, Procedures, Uncertainty Rules, Certificate.
PERAN DEWAN PIMPINAN CABANG SERIKAT BURUH MIGRAN INDONESIA MALANG TERHADAP PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA PURNA DI KABUPATEN MALANG SUSANTI, ARI; NUGROHO, ARINTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.28062

Abstract

Abstrak Persoalan yang dihadapi PMI purna adalah ketidakmandirian secara ekonomi setelah kepulangan dari negara penempatan dikarenakan pengetahuan tentang manajemen keuangan yang minim dan latar belakang rendahnya tingkat pendidikan formal. Persoalan tersebut memposisikan PMI purna pada kondisi terpaksa kembali menjadi PMI untuk bisa bekerja dan berpenghasilan agar dapat melanjutkan kehidupan secara layak dan mandiri. Perlindungan setelah bekerja terhadap PMI purna sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia, Tenaga Kerja Indonesia Purna, dan Keluarganya. Serikat Buruh Migran Indonesia adalah salah satu pihak yang berperan dalam memberikan perlindungan setelah bekerja PMI purna dalam bentuk penyelesaian kasus dan pemberdayaan sebagaimana tujuan pembentukan SBMI yaitu untuk terwujudnya kesejahteraan PMI purna dan keluarganya yang tertuang dalam pasal 8 AD/ART SBMI. Rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana peran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Malang terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) purna di Kabupaten Malang dan apa kendala yang dihadapi DPC SBMI Malang dalam memberikan perlindungan terhadap PMI purna? Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami peran Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia Malang terhadap Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Purna di Kabupaten Malang dan mengetahui kendala yang dihadapi DPC SBMI Malang dalam memberikan perlindungan terhadap PMI purna. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis sosiologis. Informan dalam penelitian ini adalah Ketua Umum DPC SBMI Malang, Ketua Bidang Pemberdayaan DPC SBMI Malang, dan PMI purna di Kabupaten Malang. Hasil penelitian menunjukan bentuk perlindungan bagi PMI purna yang telah dilakukan oleh SBMI Malang yaitu penyelesaian kasus dan pemberdayaan pengetahuan ekonomi, namun belum menerapkan mekanisme pelaksanaan pemberdayaan yang terstruktur dan sistematis. Kendala yang dihadapi DPC SBMI Malang dalam melakukan pemberdayaan, yaitu izin dari keluarga, anggaran dana yang belum mencukupi, dan sarana prasarana yang belum memadai. Kata kunci: Pekerja Migran Indonesia Purna, Serikat Buruh Migran Indonesia, Pemberdayaan, Kabupaten Malang Abstract Indonesian full-time migrant workers have several issues is not yet being economically independent after returning from the placement country because of lack of knowledge and financial management, the poor background of formal education. These issues positioned Indonesian full-time migrant workers on the condition of being forced to back to being Indonesian full-time migrant workers so they are able to work and earn salaries in order to be able to continue living properly and independently. Protection the Indonesian full-time migrant workers in accordance with Law Number 18 Year 2017 Concering Protection of Indonesian Migrant Workers and Regulation of Head Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Number 4 Year 2017 concering Empowerment of Indonesian Workers, Full Indonesian Workers, and Their Families. The Indonesian Migrant Workers’ Union is one of the parties that plays a role in protection after full PMI work in the form of case resolution and empowerment as contained in article 8 of the SBMI AD / ART. The problem in this research includes how the role of the unfortunate Indonesian migrant trade union branch leadership board for the protection of full Indonesian migrant workers in Malang regency and what obstacles faced by the SBMI Malang DPC in providing full protection. The purposes of this research are to understand the role of the Subsidiary Council Board of Indonesian Migrant Workers Unions in the Protection of Indonesian Full Time Migrant Workers in Malang District and to find out the obstacles faced by the DPC SBMI Malang in providing protection for Indonesian Full Time Migrant Workers. The type of this research is empirical legal research with a sociological juridical research. Informants in this study were General Chairperson of SBMI Malang DPC, Chairperson of SBMI DPC Empowerment in Malang, and Full PMI in Malang Regency. The results of this research show the form of protection for full PMI that has been done by SBMI Malang is the resolution of cases and the empowerment of economic knowledge, but has not implemented a structured and systematic implementation mechanism for empowerment. The obstacles is SBMI Malang DPC in empowering, namely family permission, insufficient funds, and inadequate infrastructure. Keyword: Indonesian Full-Time Migrant Workers, Indonesian Migrants Workers’ Union , Empowerment, Malang Regency
PENEGAKAN HUKUM PASAL 69 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERKAIT PERSYARATAN KERJA PADA ANAK (STUDI PADA PENARI KESENIAN JARAN KENCAK DI KABUPATEN PROBOLINGGO) ULVA DWI SEPTIYOWATI, LIDYA; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.28125

Abstract

Abstrak Pekerja anak merupakan fenomena rumit yang membutuhkan respon yang komprehensif. Pemerintah mencanangkan Indonesia bebas pekerja anak pada Tahun 2022 dengan motto “Future Without Child Labour”. Permasalahan pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai Pasal 75 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu cara mengentaskan pekerja anak yaitu diperlukan pelaksanaan syarat kerja bagi pekerja anak sesuai dengan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Fenomena pekerja anak terjadi pada Grup Kesenian Jaran Kencak yang berkembang di daerah Pendalungan, salah satunya yaitu Kabupaten Probolinggo.Masalah dalam penelitian ini yaitu mengenai penegakan Pasal 69 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait dengan persyaratan kerja bagi anak sebagai penari kesenian Jaran Kencak di Kabupaten Probolinggo dan hambatan yang dihadapi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Probolinggo dalam penegakan Pasal 69 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penegakan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait dengan persyaratan kerja bagi anak sebagai penari kesenian Jaran Kencak di Kabupaten Probolinggo dan Untuk menganalisis hambatan yang dihadapi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Probolinggo dalam penegakan Pasal 69 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Metodepenelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah empiris atau yuridis sosiologis. Penelitian dilakukan di Desa Besuk, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo dan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Probolinggo. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Informan dari penelitian ini adalah Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Probolinggo, Pimpinan Grup Kesenian Jaran Kencak Rukun Karya Junior, dan pekerja anak dalam Grup Kesenian Jaran Kencak Rukun Karya Junior. Teknik analisis data bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif.Hasil penelitian ini dapat disimpulkan menjadi dua simpulan. Pertama penegakan hukum mengenai syarat kerja oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Probolinggo belum terlaksana sepenuhnya, yaitu terhadap pekerja anak pada bidang informal karena posisinya yang sulit terdeteksi. Kedua, hambatan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Probolinggo dalam penegakan Pasal 69 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu hambatan internal dan hambatan eksternal. Hambatan internal yaitu dari segi anggaran, sarana dan prasarana, hubungan antar bidang dan jumlah anggota, sedangkan hambatan eksternal yaitu dari segi masyarakat dan budaya. Saran dari peneliti kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Probolinggo yaitu jemput bola mencatat usaha yang belum terdaftar dan melakukan pengecekan usia pekerja didalamnya. Kata Kunci :Pekerja Anak, Syarat Kerja, Jaran Kencak, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abstract Child labor is a complex phenomenon that requires a comprehensive response. The government declared Indonesia free of child labor in 2022 with the motto "Future Without Child Labor". The problem of child labor has been regulated in Article 68 until Article 75 of Law Number 13 year 2003 concerning Manpoer. One of the processes in alleviating child labor is the need to implement work conditions for child labor in accordance with Article 69 of Law Number 13 Year 2003 concerning Labor.The phenomenon of child labor also occurred in the Jaran Kencak Art Group in the Pendalungan area, Probolinggo District. This is not in line with the award obtained by Probolinggo District as a Primary City / Regency for Primary Children. The problem in this research is regarding the enforcement of Article 69 of Law Number 13year 2003 concerning Manpower related to work requirements for children as dancers of Jaran Kencak art in Probolinggo and obstacles faced by the Manpower and Transmigration Office of Probolinggo Regency in enforcing Article 69 of Law Number 13 year 2003 concerning Manpower.The purpose of this study is to analyze the enforcement of Article 69 of Law Number 13 year 2003 concerning Manpower related to work requirements for children as dancers of Jaran Kencak art in Probolinggo and to analyze the obstacles faced by the Manpower and Transmigration Office of Probolinggo Regency in enforcing Article 69 of Law Number 13 year 2003 concerning Manpower.The type of research used is sosio-legal research. The research was conducted in Besuk Village, Bantaran District, Probolinggo Regency and Probolinggo District Manpower Office. The technique of collecting data are by interview, observation and documentation. The informants of this study were the Head of Industrial Relations and the Work Conditions of the Labor and Transmigration Office of Probolinggo Regency, the Chairman of the Jaran Kencak Rukun Karya Junior Art Group, and child labor in the Jaran Kencak Rukun Karya Junior Art Group. The data analysis technique is descriptive analytical with a qualitative approach.The research results that can be concluded are two. First, law enforcement regarding the work conditions by the Department of Manpower and Transmigration of Probolinggo has not been fully implemented, namely towards child labor in the informal sector because of its difficult position to detect. One of them is child labor in the Kencak Jaran Art Group. Second, the obstacles to the Department of Manpower and Transmigration in Probolinggo in the enforcement of Article 69 Law Number 13 year 2003 concerning Manpower namely internal obstacles and external obstacles. Internal obstacles are in terms of budget, facilities and infrastructure, relations between fields and number of members, while external obstacles are in terms of society and culture. The suggestion for the Department of Manpower and Transmigration in Probolinggo is to record the businesses that have not been registered and check the age of workers. Keywords: Child Labor, Job Requirements, Jaran Kencak, Department of Manpower and Transmigration
Implementasi Peraturan tentang Kepemilikan Apoteker Pada Usaha Kecil Obat Tradisional di Kabupaten Sumenep WULANDARI, RIZKI; SULISTYOWATI, ENY
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.28188

Abstract

Abstrak Obat bahan alam yang lebih dikenal dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau galenik, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Memproduksi obat tradisional harus memenuhi unsur keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional yang dihasilkan. Survei perilaku konsumen yang dilakukan di Indonesia menyatakan 61,3% responden memiliki kebiasaan meminum obat tradisional yang merupakan tradisi masyarakat yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun, hal ini merupakan potensi yang cukup besar dalam pengembangan pasar dalam negeri dari produk obat tradisional. Peningkatan konsumsi ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pemakaian obat tradisional dan perkembangan industri dan usaha obat tradisional. Memproduksi obat tradisional harus memenuhi unsur keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional yang dihasilkan hal ini sesuai Pasal 101 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Memproduksi sediaan farmasi termasuk obat tradisional diatur lebih lanjut di Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. Salah satu bentuk Industri dan Usaha Obat Tradisional yaitu, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) memiliki ketentuan dalam memproduksi bentuk sediaan kapsul. Menurut Pasal 27 ayat (1) huruf a dan b Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 terdapat aturan UKOT agar produknya dapat diedarkan di masyarakat supaya menjamin manfaat dan keamanannya dalam memproduksi bentuk sediaan kapsul Usaha Kecil Obat Tradisional harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab yang bekerja penuh dan memenuhi persyaratan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Peraturan tentang kepemilikan apoteker pada UKOT di Kabupaten Sumenep dan Untuk mengetahui hambatan dari implementasi Peraturan tentang kepemilikan apoteker pada UKOT di Kabupaten Sumenep. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum empiris dengan model penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang berbasis pada peraturan perundang-undangan dan mengamati reaksi serta interaksi masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah implementasi Peraturan tentang kepemilikan apoteker pada UKOT di Kabupaten Sumenep belum diterapkan secara sempurna yaitu, tidak memenuhi persyaratan mutu obat tradisional yang dihasilkan, tidak ada tindakan lebih lanjut oleh Dinas Kesehatan pada pemilik UKOT yang tidak menerapkan aturan perundang-undangan, sanksi administratif terhadap UKOT tidak terlaksana karena 4 UKOT di Kabupaten Sumenep tidak memiliki izin UKOT. Beberapa hambatan dari implementasi Peraturan tentang kepemilikan apoteker pada UKOT di Kabupaten Sumenep yaitu, biaya kepemilikan apoteker yang tidak sesuai dengan penghasilan yang diperoleh, persyaratan izin UKOT yang sulit dan Kepala BPOM tidak bisa melalukan pengawasan. Kata Kunci : Implementasi, Obat Tradisional, UKOT, Apoteker. abstract Medicines from natural ingredients which better known as traditional medicine are materials or ingredients in the form of plant materials, animal materials, or mineral materials cider preparations or galenic, or the mixtures of those ingredients which have been used for treatments from generations to generations based on experience. In producing traditional medicines have to qualify factors of security, efficiacy/benefits, and the quality of traditional medicines produced. The consumer behavior survey conducted in Indonesia stated that 61.3% respondents has a habit of drinking traditional medicine which is a tradition of people that had developed in the community from generations to generations, it is a large enough potential in developing the domestic market of traditional medicine products. The increase in consumptions can be seen from the increasing usage of traditional medicine and development industry and enterprises of traditional medicine. Producing traditional medicines has to fill the factors of security, efficiacy/benefits, and the quality of traditional medicine produced corresponding with Article 101 Paragraph (1) and (2) of Republic Indonesia’s Law Number 36 Year 2009 About Health. Producing pharmaceutical preparaions including traditional medicines are regulated further in Article 7 paragraph (1) of The Government Regulation of Republic Indonesia Number 51 Year 2009 About Pharmaceutical Work. One form of the industry and enterprises of traditional medicines are, Small business of Traditional Medicines (SETM) has a provision in producing the capsule dosage forms. According to Article 27 paragraph (1) letter a and b of Minister of Health Regulation Number 006 Year 2012 there is a SETM regulation for the products can be distributed in the society to guarantee the benefits and security in producing capsule dosage form, small enterprises of traditional madisines have to had a pharmacist as a person in charge who works fully and fulfilling the requirements of HMGTM (How to Make a Good Traditional Medicines). This researchs aims is to know the implementation of regulation about ownership of pharmacist in SETM in Sumenep District and to know the obstacles of implementation of regulation about ownership of pharmacist in SETM in Sumenep District. The type of the research used in this essay is empirical legal research with a sociological juridical research model which based on legislation and the reactions and interactions of the community towards related laws and regulations. The results of this research and the discussion in this essay are the implementation of regulation about ownership of pharmacist in SETM in Sumenep District has not been implemented perfectly, because it did not fulfill the quality requirements of traditional medicines produce, there are no further action taken by Health Departement to the owner of SETM that does not obey the legislation, administrative sanction against SETM was not been done because 4 SETM in Sumenep District did not have SETM permissions. Some of the obstacles of the implementation of regulation about ownership of pharmacist in SETM in Sumenep District are, the cost of owning a pharmacist that was not fit the income earned, SETM permit requirements are difficult and the Head of National Agency of Drug and Food Control cannot do the supervision. Keywords: Implementation, Traditional Medicine, Small Enterpreneur of Traditional Medicine, Pharmacist
PROBLEMATIKA YURIDIS TENTANG ATURAN JARAK MAKSIMAL JANGKAUAN SENJATA DANIEL, RAJA; NUGROHO, ARINTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.28191

Abstract

AbstrakPertikaian Bersenjata selanjutnya disebut PB tidak dapat dihilangkan dari peradaban manusia, sebab telah terjadi sepanjang sejarah manusia.Dalam pertikaian bersenjata dikenal Prinsip-Prinsip Pembedaan yang diatur dalam Protokol Tambahan 1 Konvensi Jenewa 1949 Art. 57 dan 57 (1) CIHL Rules 15-21. Kemudian dijelaskan mengenai benda-benda kombatan dan non kombatan dalam Konvensi Jenewa IV Art. 33, Art. 52 (1, 2) dan CIHLRule 7. Kemudian aturan mengenai perlindungan terhadap benda-benda budaya yang diatur pada Protokol Tambahan 1 Konvensi Jenewa 1949, Art. 38, 53, 85 serta Prtokol Tambahan II Konvensi Jenewa 1949, Art. 16. PB selalu menggunakan senjata, senjata yang digunakan pada setiap zaman memiliki kriteria dan karakteristik yang berbeda-beda. Senjata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah senjata Rudal Balistik Antar Benua (Inter Continental Ballistic Missile/ICBM). Dalam dunia internasional terdapat aturan terkait PB secara umum yaitu Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa kemudian diatur dalam Hukum Humaniter Internasional selanjutnya disebut HHI. Dalam HHI terdapat larangan bahwa tidak boleh menyerang pihak non-kombatan atau diluar militer, baik orang maupun benda-benda yang tidak memiliki afiliasi dengan militer. ICBM memiliki kelemahan kemungkinan salah sasaran (CEP)merupakan sistem penghitungan yang menggunakan algoritma dengan kemungkinan error 1%, salah sasaran ICBMyang diakibatkan oleh jarak yang sangat jauh, sehingga senjata ini tidak dapat secara pasti diarahkan pada militer, yang berakibat pada kemungkinan mengancam pihak non-kombatan yang dilindungi oleh HHI, serta tidak dapat memenuhi aturan HHI yang mewajibkan setiap senjata harus dapat dipastikan membedakan pihak kombatan dengan non-kombatan. CEP yang dimiliki senjata ICBMberbanding lurus dengan jarak senjatanya, sehingga semakin jauh jarak senjata, maka akan semakin rentan ICBMmelanggar aturan pada HHI. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan merumuskan (1) urgensi aturan jarak maksimal jangkauan senjata ICBM. (2) Mengetahui bentuk sumber hukum pengaturan internasional yang seperti apa yang cocok untuk diterapkan pada permasalahan yang diteliti. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan penelitian yang digunakan untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis, serta menggunakan teknik analisa preskriptif. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer,bahan hukum sekunderdan bahan hukum tersier.Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa perkembangan dan penggunaan senjata ICBM dengan jarak jangkauan yang tidak terbatas kemudian memiliki CEP selain melanggar aturan-aturan yang disebutkan diatas, juga melanggar aturan Direct Attack yang diatur dalam Protokol Tambahan I Art. 49 (1), 51 (2) juga CIHL Rule 1. Juga dapat memberikan ancaman kedamaian pada dunia internasional yang diatur dalam UN Charter Art. 1.Kata Kunci: Pertikaian Bersenjata, ICBM,CEP,Prinsip Pembedaan, HHI. AbstractArmed conflictknownas PB cannot be eliminated from human civilization, causes have occurred throughout human history. In known armed conflicts the Principles of Distinction are set out in Additional Protocol 1 Geneva Convention 1949 Art. 57 and 57 (1) CIHL Rules 15-21. Then it is explained about combatant and non-combatant objects in the Geneva Art Convention IV. 33, Art. 52 (1, 2) and CIHL Rule 7. The rules regarding the protection of cultural objects are regulated in Additional Protocol 1 Geneva Conventions 1949, Art. 38, 53, 85 and Additional Protocol II of the Geneva Convention 1949, Art. 16. PB always uses weapons, weapons used in every era have different criteria and characteristics. The weapon referred to in this study is the Inter Continental Ballistic Missile (ICBM). In the international world there are PB related rules in general, namely the Hague Convention and the Geneva Convention then regulated in International Humanitarian Law, hereinafter referred to as IHL. In the IHLthere is a prohibition that it is not permissible to attack non-combatants or outside the military, both people and objects that have no affiliation with the military. ICBM has the possibility of misstarget weakness (CEP) is a calculation system that uses an algorithm with a possible error of 1%, missdirectICBM caused by very long distances, so that these weapons cannot be directed towards the military, which results in the possibility of threatening non-combatant,combatants protected by IHL, and unable to comply with IHLrules requiring each weapon to be able to be sure to distinguish combatants from non-combatants. The CEP possessed by ICBM weapons is directly proportional to the distance of the weapon, so that the farther the distance of the weapon, the more vulnerable the ICBM is to violate the rules on IHL. The purpose of this study was to analyze and formulate (1) the urgency of the rules for maximum distance of ICBM weapons range. (2) Knowing what form of international regulatory law is suitable for applying to the problem under study. The type of research in this study is normative juridical research. The research approach used to answer legal issues in this study is the legislative approach, conceptual approach, and historical approach, and uses prescriptive analysis techniques. Legal materials used are primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The results of the study and discussion explained that the development and use of ICBM weapons with unlimited range and then had CEP in addition to violating the rules mentioned above, also violated the Direct Attack rules stipulated in Additional Protocol I Art. 49 (1), 51 (2) also CIHL Rule 1. It can also provide a threat to peace in the international world as stipulated in the UN Charter Art. 1.Keywords:Armed Conflict, ICBM, CEP, Principle of Distinction, IHL.

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 02 (2025): Novum : Jurnal Hukum Vol. 12 No. 01 (2025): Novum : Jurnal Hukum Vol. 12 No. 3 (2025) Vol. 11 No. 04 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 03 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 02 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 01 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 04 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 03 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 02 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 01 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 04 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 03 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 02 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 01 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 03 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 02 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 01 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol 8 No 2 (2021) Vol 8 No 1 (2021) Vol. 7 No. 04 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 03 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 02 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 01 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol 7 No 4 (2020) Vol 7 No 3 (2020) Vol 7 No 2 (2020) Vol 7 No 1 (2020) Vol. 6 No. 04 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 03 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 02 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 01 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol 6 No 4 (2019) Vol 6 No 3 (2019) Vol 6 No 2 (2019) Vol 6 No 1 (2019) Vol. 5 No. 04 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 03 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 02 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 01 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol 5 No 4 (2018) Vol 5 No 3 (2018) Vol 5 No 2 (2018) Vol 5 No 1 (2018) Vol 4 No 4 (2017) Vol 4 No 3 (2017) Vol 4 No 2 (2017) Vol 4 No 1 (2017) Vol 3 No 4 (2016) Vol 3 No 3 (2016) Vol 3 No 2 (2016) Vol 3 No 1 (2016) Vol 2 No 4 (2015) Vol. 2 No. 3 (2015) Vol 2 No 3 (2015) Vol 2 No 2 (2015) Vol. 2 No. 2 (2015) Vol. 2 No. 1 (2015) Vol 2 No 1 (2015) Vol. 1 No. 4 (2014) Vol 1 No 4 (2014) Vol. 1 No. 3 (2014) Vol 1 No 3 (2014) Vol. 1 No. 2 (2014) Vol 1 No 2 (2014) Vol. 1 No. 1 (2014) Vol 1 No 1 (2014) In Press - Syarat SPK (7) In Press - Syarat SPK (6) In Press - Syarat SPK (5) In Press - Syarat SPK (4) In Press - Syarat SPK (3) More Issue