cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
E-Journal Graduate
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Economy,
Jurnal elektronik pada Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan media bagi mahasiswa untuk mempublikasikan karya ilmiah hasil penelitian maupun karya pemikiran lainnya.
Arjuna Subject : -
Articles 15 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 2 (2014): Part D - Architectur" : 15 Documents clear
AMBIGUITAS RUANG KAMPUNG PLUIS JAKARTA SELATAN DALAM PERSPEKTIF PRIVAT-PUBLIK Yoedhistira Andri Putera
E-Journal Graduate Unpar Vol. 1 No. 2 (2014): Part D - Architectur
Publisher : E-Journal Graduate Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.023 KB)

Abstract

Kota-kota di Indonesia terbentuk bagaikan mozaik tatanan fisik yang terbangun secara terencana dan yang tumbuh secara organik. Tatanan fisik kampung kota sebagai tatanan yang organik, dihasilkan melalui proses sosial masyarakat yang memiliki ciri kehidupan tradisional pedesaan. Ruang jalan, merupakan representasi dari kehidupan tradisional komunitas kampung kota yang dapat dikenali melalui aktivitasnya. Di sisi lain, praksis perencanaan formal berupaya untuk membuat ruang kampung menjadi lebih rasional dalam perspektif modern. Kondisi ini kerap berdampak pada perubahan tatanan spasial kampung kota yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan sosial masyarakatnya. Studi ini mencoba mengungkap, betapa aktivitas kehidupan tradisional desa yang berlangsung pada ruang jalan, mampu membentuk konsep-konsep ruang yang tidak terdikotomikan antara privat-publik. Konsep ini yang kemudian muncul sebagai ambiguitas ruang. Dengan menggunakan metoda deskriptif, akan diurai bentuk-bentuk tatanan fisik kampung yang tidak terlepas dari kondisi sosial masyarakatnya, dan juga dipengaruhi modernitas kota. Penggalian persepsi terhadap ruang jalan, menjadi kunci dalam menjabarkan konsep ruang.
Pelestarian Rumah Lanting Berlandaskan Budaya Sungai Masyarakat Kota Banjarmasin Muhammad Aulia Ur Rahman
E-Journal Graduate Unpar Vol. 1 No. 2 (2014): Part D - Architectur
Publisher : E-Journal Graduate Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (414.448 KB)

Abstract

ABSTRAK Rumah lanting merupakan jenis rumah terapung yang banyak didapati di Kalimantan Selatan khususnya di Kota Banjarmasin. Rumah lanting merupakan produk arsitektur dari budaya sungai masyarakat Kota Banjarmasin. Keberadaan rumah lanting saat ini semakin sulit ditemui, padahal rumah lanting dianggap sebagai cikal bakal permukiman di Kota Banjarmasin. Penelitian ini memfokuskan pada aspek pelestarian fisik bangunan lanting yang berlandaskan budaya sungai masyarakat dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan bentuk tindakan pelestarian terhadap rumah lanting yang sesuai dengan kondisi saat ini dalam upaya mempertahankan produk arsitektur dari lokalitas budaya sungai yang menjadi identitas  kota Banjarmasin. Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan Sungai Baru- Pekapuran dengan kriteria pemilihan lokasi berdasarkan kuantitas rumah lanting dan usia bangunan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, kerusakan fisik bangunan di kawasan Sungai Baru- Pekapuran sebagian besar terjadi pada pondasi bambu yang mengalami kelapukan. Tindakan pelestarian yang diambil adalah rekonstruksi, konsolidasi, dan revitalisasi.Kata Kunci : Rumah Lanting, Pelestarian ABSTRACT Lanting house is floating house types which are found in South Kalimantan, especially in Banjarmasin. Lanting house is a product architecture of Banjareseriver culture. The existence of lanting house increasingly difficult to find, even though lanting house is regarded as the forerunner to the settlement in Banjarmasin. This research focused on aspects of  physical preservation of lanting house, based on river culture, and using qualitative research as a methods. This research aims to obtain the form of preservation of lanting house, with appropriate measures with the current conditions, in order to maintain product architecture of local river culture as identity of Banjarmasin. The location of research focused on Sungai Baru and Pekapuran area, with criteria for site selection based on quantity of lanting house and age of building. Based on observations in study area, the physical damage to buildings in Sungai Baru, Pekapuran area caused by moldiness at bamboo foundation. Preservation measures used are reconstruction, consolidation, and revitalizationKeywords :Lanting House, Preservation
Penerapan Konsep Kontekstual Paul Rudolph pada Arsitektur Perkantoran Bertingkat Banyak di Indonesia Krisentia Giodivani Dulantrinawawi
E-Journal Graduate Unpar Vol. 1 No. 2 (2014): Part D - Architectur
Publisher : E-Journal Graduate Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (428.082 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri "konsep kontekstual" Paul Rudolph yang diterapkan pada bangunan Intiland Tower Jakarta dan Intiland Tower Surabaya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, merekam dan menggambar ulang secara tiga dimensi bangunan Intiland Tower Jakarta dan bangunan Intiland Tower Surabaya secara rinci. Hasil penggambaran kasus studi dijabarkan berdasarkan bentuk, struktur, pelingkup dan elemen-elemen bangunan. Kedua, melakukan analisis terhadap kedua kasus studi berdasarkan "konsep kontekstual" Paul Rudolph sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan kedua bangunan tersebut. Analisis dilakukan berdasarkan interpretasi konsep kontekstual perancangan perkantoran Paul Rudolph dan teori mengenai iklim mikro George Lippsmeier. Berdasarkan hasil analisis disusun pedoman perancangan perkantoran bertingkat banyak yang sesuai dengan konteks alam dan budaya Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perancangan perkantoran bertingkat banyak di Indonesia dapat dilakukan dengan merotasi bentuk bangunan, penggunaan teras dan sirip horisontal, serta penambahan ruang publik agar terjadi kesatuan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya.
EFEKTIVITAS RUANG DALAM RUMAH TIPE 36 DITINJAU DARI PERLETAKAN PERABOT TERHADAP RUANG GERAK PENGHUNI giwan hardwika putra
E-Journal Graduate Unpar Vol. 1 No. 2 (2014): Part D - Architectur
Publisher : E-Journal Graduate Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.941 KB)

Abstract

AbstrakTata letak perabot dan toleransi ruang gerak penghuni pada setiap ruang di dalam rumah tipe 36 dimaksudkan untuk memenuhi kenyamanan ruang secara fisik dengan keterbatasan ruang yang dimiliki. Pola aktivitas penghuni yang beradaptasi dengan pertumbuhan kebutuhan terkadang kurang memperhatikan kenyamanan seperti penataan yang kurang tepat yang menyebabkan ruang terbatas menjadi sesak dan padat. Perancangan rumah tipe 36 yang mengakomodasi seluruh aktivitas hunian dan memiliki ruang dalam yang efektif adalah perancangan yang memenuhi luas ruang gerak minimal per jiwa dan memiliki luas toleransi yang juga memperhitungkan aktivitas dan juga dimensi perabot yang ada di dalamnya. Unit hunian dibuat dengan partisi seminimal mungkin di dalam rumah tipe 36. Sehingga dapat memanfaatkan ruang semaksimal mungkin. Fungsi uang-ruang yang disediakan untuk menunjang aktivitas utama antara lain: ruang tamu/keluarga, ruang makan, ruang dapur, ruang tidur orang tua dan ruang mandi kakus. Ruang-ruang tersebut diasumsikan untuk mengakomodasi penghuni sejumlah dua orang, bila terjadi penambahan anggota keluarga maka dibutuhkan pengembangan/ penambahan ruang.  Penataan perabot yang tepat, sesuai dengan zona dan kebutuhannya. Penciptaan kesan spasial baik secara horisontal maupun vertikal dengan dimensi yang proporsional. Dengan menerapkan pedoman perancangan yang telah dirumuskan, diharapkan efektivitas ruang dalam rumah tipe 36 dapat tercapai.Kata Kunci: tata letak perabot, ruang gerak penghuni, rumah tipe 36 AbstractFurniture layout and tolerance of occupant space on every room in th house type 36 is intended to meet the physical comfort of the room with limited space owned. Patterns of occupant activity that adapt to the growing needs of sometimes less attention to comfort like improper setting which led to limited space became overcrowded and congested. House type 36, which designed to accommodate all of residential activities and having a effective space, is house type 36 with spacious design that meets the minimum space per capita and has a space of tolerance that also includes the activity and the furniture dimensions in it. Dwelling units are made with minimal partitions in the house type 36. So can utilize as much space as possible.  Function rooms are provided to support the main activities such as: living room / family room , dining room, kitchen, bedroom and shower room. These spaces are assumed to accommodate two occupants, if there is the addition of a family member then takes the development / additional space. Design and order the right furniture that fits to the zone and its needs. Creating spatial impression both horizontally and vertically with good proportion of dimensions. By applying the design guidelines that have been formulated, the expected effectiveness of space in the house type 36 can be achieved.Keywords: furniture layout, the space for occupants, type 36 house
Relasi Karakteristik Anak Tunagrahita Dengan Pola Tata Ruang Belajar di Sekolah Luar Biasa Novita Yosiani
E-Journal Graduate Unpar Vol. 1 No. 2 (2014): Part D - Architectur
Publisher : E-Journal Graduate Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (684.857 KB)

Abstract

Abstrak Pada diri tiap anak ada kemampuan atau potensi yang unik bagi dirinya. Dan hak-hak anak (child right) yang menyatakan bahwa semua anak memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk hidup dan berkembang secara penuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pada anak berkebutuhan khusus adalah yang termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku anak-anak ini yang antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak yang normal. Pada umumnya anak berkebutuhan khusus ini biasa disebut anak tunagrahita.  Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan mental dan intelektual sehingga berdampak pada perkembangan kognitif dan perilaku adaptifnya, seperti tidak mampu memusatkan pikiran, emosi tidak stabil, suka menyendiri dan pendiam, peka terhadap cahaya, dan lain-lain.Hingga saat ini penanganan anak tunagrahita tidak dipahami secara mendalam oleh orangtua dan lembaga atau sekolah khusus anak tunagrahita. Salah satunya adalah penyediaan sarana dan prasarana ruang belajar sebagai proses belajar-mengajar sekaligus terapi bagi anak tunagrahita yang masih belum sesuai dengan kebutuhan mereka. Ruang belajar ini penting dan perlu diperhatikan demi perkembangan anak tunagrahita. Seberapa jauh pola penataan dan perwujudan fisik interior ruang belajar yang dihadirkan telah memenuhi persyaratan kebutuhan bagi anak tunagrahita pada Sekolah Luar Biasa (SLB). Pola tata ruang dan elemen pembentuk ruang yang cocok bagi ruang belajar agar sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita dan dapat membantu proses pembelajaran dan pemandirian diri secara maksimal. Kata Kunci: anak tunagrahita, ruang belajar, SLB  RELATIONS CHARACTERISTIC OF MENTAL RETARDATION CHILDREN WITH SPATIAL PATTERN OF CLASSROOM IN SPECIAL NEEDS SCHOOL AbstractIn each child there is a unique ability or potential for him. And children's rights (child rights) which states that all children have the same rights and obligations to live and thrive in full compliance with its potential. A child with special needs is included children experiencing barriers in the development of behavior. The behavior of these children which is comprised of speech and occupational, did not develop as a normal child. In general, children with special needs is commonly referred to child mental retardation. Mental retardation child is a child who experience barriers to mental and intellectual development that have an impact on cognitive development and adaptive behavior, such as not being able to concentrate, mood changes, aloof and reserved, sensitive to light, etc.Until now the handling of child mental retardation is not understood in depth by parents and institutions or special schools for mental retardation child. One is the provision of facilities and infrastructure space learning as well as teaching and learning process of mental retardation therapy for children who are still not fit their needs. Learning space is important and should be noted for the sake of the child's development mental retardation. How far the pattern of arrangement of interior space and the physical embodiment of learning that meets the requirements presented by the need for mental retardation in Special Needs School, called it SLB. The spatial pattern and forming elements such as whether a suitable space for classrooms to fit the needs of children and mental retardation can help the learning process and the independence of self to the fullest .Keywords: mental retardation children, classrooms, Special Needs School, SLB

Page 2 of 2 | Total Record : 15