cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Alternatif Konsep Kelembagaan untuk Penajaman Operasionalisasi dalam Penelitian Sosiologi nFN Syahyuti
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n2.2003.113-127

Abstract

EnglishThe experts have no the same perception regarding the term of “institution”. This leads to unworkable definitions and concepts. This paper reviews the existing thoughts, especially those related with the term of “organization”, and simplifies them to formulate an easier concept which enables scientists and practitioners to work with. Different meanings exist due to different points of views of the experts, especially in early stage of sociology development. Sine 1950’s, social institution and social organization have been distinguished strictly. The author proposes a solution, i.e., the term of “institution” to mention the social system in which it is classified into two important components, namely “institutional aspect” and “organizational aspect”. Through this differentiation, it is expected that the analysis becomes more detailed, signifies the strong and weak aspects, and enables to choose the strategy of developing it.IndonesianIstilah “kelembagaan” belum memperoleh kesamaan pengertian di kalangan para ahli. Hal ini menyebabkan munculnya beberapa pengertian dan konsep yang menyebabkan tidak dapat dioperasionalkan. Tulisan ini berusaha melakukan tinjauan (review) seluruh pemikiran yang berkembang, terutama kaitannya dengan istilah “organisasi”, untuk kemudian merumuskan satu konsep yang lebih mudah sehingga dapat dipergunakan baik untuk kalangan ilmuwan maupun praktisi. Ketidaksamaan pemaknaan terjadi karena setiap ahli memiliki titik pandang yang berbeda dalam membahasnya, terutama pda masa-masa awal perkembangan sosiologi. Namun, semenjak era 1950-an, sesungguhnya sudah terlihat adanya pembedaan yang tegas antara kelembagaan (social institution) dan organisasi (social organization). Sebagai solusinya, penulis menggunakan istilah “kelembagaan” untuk menyebut suatu sistem sosial dimaksud, yang didalamnya dapat dibagi menjadi dua komponen penting, yaitu “aspek kelembagaan” dan “aspek keorganisasian”. Dengan membedakan seperti ini, maka analisa dapat lebih mendalam, dapat diketahui aspek apa yang kuat dan lemah, serta dapat memilih strategi untuk pengembangannya.
Diagnosa Kerapuhan Kelembagaan Perekonomian Pedesaan Tri Pranadji
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n2.2003.128-142

Abstract

EnglishInstitutional brittleness could be considered as the major cause of rural economy development failure, and ultimately it is reflected in national economy that have been hit economic crisis. In addition, the economic, financial and industrial designers have less understanding on how important agricultural sector in supporting national economy (agricultural development policy makers tend to follow them), and they also possess less knowledge of how important institutional roles in rural economy development. If only at the initial stage, the rural economic institutional had been firmly established and then established an agricultural endowment richness based national economy development, then not only rural communities will be free of the tempestuous economic crisis (as still takes place up to date) but also the national economy will describe the greatness of rural community’s economy transformation with a good sample of social system for many countries. Rural economy institutional fragility is indicated by ineffective leader factor empowerment (as a progress mover) in rural areas, let values and norms leading for rural economic progress undeveloped, rural economic organization and structure had been let to be flimsy, autonomy aspect had not lifted rural community’s political power in economic activities and ignored rural human resource competence factors.IndonesianKerapuhan kelembagaan bisa dipandang sebagai “biang keladi” kegagalan pengembangan perekonomian pedesaan, yang pada gilirannya hal ini tercermin pada perekonomian nasional yang tidak dapat mengelak dari krisis. Selain para perancang pembangunan di kalangan EKUIN (dan kalangan ahli dan pemegang kebijakan pembangunan pertanian) dinilai kurang paham terhadap pentingnya sektor pertanian dalam menopang perekonomian nasional, juga dinilai kurang paham tentang pentingnya peran kelembagaan dalam pengembangan perekonomian pedesaan. Jika sejak awal kelembagaan perekonomian pedesaan dibangun secara mantap dan kekayaan alam pertanian dijadikan basis pengembangan perekonomian nasional, maka bukan saja masyarakat pedesaan akan terbebas dari krisis ekonomi yang gawat (seperti yang terjadi hingga saat ini), melainkan juga perekonomian nasional kita akan dapat mengambarkan kehebatan transformasi perekonomian masyarakat pedesaan yang dihiasi tatanan sosial yang patut dicontoh masyarakat di banyak negara. Kerapuhan kelembagaan perekonomian pedesaan ditunjukkan oleh tidak efektifnya pemberdayaan faktor kepemimpinan (sebagai penggerak kemajuan) di pedesaan, tidak terbangunnya tata nilai yang menggerakkan kemajuan ekonomi (pertanian di) pedesaan, struktur dan keorganisasian ekonomi pedesaan yang dibiarkan rapuh, otonomi yang tidak mengangkat kedaulatan (politik) masyarakat pedesaan dalam kegiatan ekonomi serta dibiarkannya faktor kompetensi sumberdaya manusia pedesaan terbengkalai.
Dinamika Program dan Kebijakan Peningkatan Produksi Padi Sri Wahyuni; Kurnia Suci Indraningsih
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n2.2003.143-156

Abstract

EnglishRice Production Enhancement Programs (P4) is consistently carried out by the government to meet domestic demand for rice. This paper describes dynamics of P4 implementation, namely their strengths and weaknesses. There were 11 programs launched, beginning with Central Rice Program (Padi Sentra) in 1958 up to Special Intensification (Insus) in 1979 with highest achievement of rice self sufficiency in 1984. Insus was improved in 1987 and it was then called as Supra Insus. In 1990 rice production was stagnant and rice import tended to enlarge. Rice Based Farming System with Agribusiness Orientation (SUTPA), Agribusiness Oriented Intensification (Inbis), and Self Reliance Movement on Rice, Corn, and Soybean (Gema Palagung) programs were introduced to anticipate changing domestic and international circumstances. El Nino took place when the programs were carried out triggering delay of harvest seasons and low production. At last, paradigm of agricultural development was improved through system development and agribusiness oriented, namely corporate farming as the starting point of on-going Integrated Crops and Resources Management (PTT) program. To induce the farmers nationwide to adopt technologies immediately the government copes with many constraints. It is suggested that the generated technologies are packed in sociodrama before disseminated intensively through various mass media, especially television.IndonesianUntuk mencukupi kebutuhan beras, pemerintah terus mengupayakan program peningkatan produksi padi (P4) melalui berbagai kebijakan. Tulisan ini mengemukakan dinamika P4 yang telah diimplementasikan dengan menganalisis kelemahan dan kekuatan suatu program. Tujuan penulisan untuk memperoleh opsi kebijakan P4 mendatang. Ada sebelas program yang telah diluncurkan, diawali dengan Program Padi Sentra (1958) hingga lahir Intensivikasi Khusus (1979) yang berhasil meraih swasembada beras (1984). Tahun 1987 Insus disempurnakan menjadi Supra Insus. Tahun 1990 produksi padi cenderung stagnan, import beras terus meningkat. Untuk merespon berbagai perubahan lingkungan internasional dan domesik diimplementasikan program Sistem Usahatani Berbasis Padi Berorientasi Agribisnis (SUTPA), Intensifikasi yang Berwawasan Agribisnis (Inbis) dan Gema Palagung. Saat program dalam implementasi terjadi El-Nino yang menyebabkan panen mundur dan produksi rendah. Akhirnya dilakukan pembenahan paradigma dalam pengembangan pertanian yaitu mutlak berbasis pengembangan sistem dan berorientasi agribisnis, yaitu usahatani korporasi yang selanjutnya menjadi dasar dalam program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) yang sedang diuji. Selalu ditemukan kendala dalam menyebarluaskan teknologi yang telah dihasilkan dalam skala luas agar cepat diadopsi petani. Diusulkan agar teknologi yang telah dihasilkan dikemas dalam sosiodrama kemudian disebarluaskan secara intensif melalui berbagai media terutama televisi.
Tinjauan tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke Non Sawah dan Dampaknya di Pulau Jawa nFN Ashari
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n2.2003.83-98

Abstract

EnglishThe objective the paper is to elaborate some aspects those related to wetland conversion in Java. Although the wetland conversion data are various, it is predicted that not less than 40,000 ha per year of wetland in Java are converted to non agricultural uses. This phenomenon could threaten food security because Java is well known as the main rice producing area in Indonesia. This study shows that Java still contributes significantly to national rice production, i.e., on average more than 50 percent per year. Nevertheless, the long term wetland conversion can create a serious problem, especially in the matter of rice self sufficiency, if it is not well managed immediately. To anticipate the effects of wetland conversion, the government has implemented an area extensification program on wetland outside Java. Furthermore, the government has released many rules to protect agricultural land in Java from conversion to non agricultural uses. However, implementation those rules are not effective.IndonesianMakalah ini bertujuan melihat beberapa aspek yang berkaitan dengan alih fungsi lahan sawah di Pulau Jawa. Terjadinya alih fungsi lahan dikhawatirkan dapat mengganggu produksi pangan di Indonesia, karena selama ini Pulau Jawa menjadi andalan dalam produksi beras nasional. Diperkirakan tidak kurang dari 40.000 ha per tahun lahan sawah terkonversi ke penggunaan non sawah. Hasil studi menunjukkan bahwa Pulau Jawa masih tetap menjadi lumbung padi nasional, terbukti dari kontribusinya yang selalu lebih besar dari 50 persen. Namun, dalam jangka panjang konversi lahan sawah di Pulau Jawa dapat mengancam kecukupan pangan di Indonesia. Untuk mengantisipasinya pemerintah telah mengambil langkah dengan program pencetakan lahan sawah di luar Jawa. Di samping itu juga telah diterbitkan berbagai peraturan/perundang-undangan untuk melindungi lahan pertanian, walaupun implementasinya belum berjalan dengan efektif.
Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia Mewa Ariani; nFN ashari
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n2.2003.99-112

Abstract

EnglishFood consumption diversification (FCD) is possible to develop in Indonesia, a country consisting of thousands of islands with various social and economic circumstances, and diversified soil fertility and regional potentials. This paper aims to describe direction, constraints and importance of FCD. The FCD policy was designed to decrease rice consumption and began since early 1960’s, but the reality shows that rice as staple food in all provinces tends to intensify. People tend to dislike local food, such as corn and tubers, and they tend to enjoy global food, such as noodle. Some factors constraining FCD are: (1) rice is more tasteful and easier to cook, (2) concept of eating in which people have to eat rice in their menus, (3) rice as superior commodity is available abundantly and its price is cheap, (4) low community’s income, (5) low technology processing and less promotion of non rice food, (6) overlapped food policies, and (7) wheat import policy and intensive noodle products promotion. It is important to have a successful program on FCD because it will not improve human resource only, but it will also have positive impact on food security, farmers’ income, food agro industry, and saving foreign exchange.IndonesianIndonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan keragaman sosial, ekonomi, kesuburan tanah dan potensi daerah, memungkinkan untuk tercipta diversifikasi konsumsi pangan (DKP). Makalah ini bertujuan untuk menganalisis arah, kendala dan pentingnya DKP. Kebijakan DKP bertujuan untuk menurunkan konsumsi beras sudah dirintis sejak awal tahun 60-an, namun kenyataan menunjukkan posisi beras sebagai pangan pokok di semua provinsi semakin kuat. Pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian ditinggalkan masyarakat, sebaliknya pangan global seperti mi semakin banyak digemari. Beberapa faktor yang menjadi penghambat DKP adalah karena rasa beras lebih enak dan mudah diolah, konsep makan, merasa belum makan kalau belum makan nasi, beras sebagai komoditas superior ketersediaannya melimpah dengan harga yang murah, pendapatan masyarakat masih rendah, teknologi pengolahan dan promosi pangan non beras masih rendah, kebijakan pangan yang tumpang tindih, serta kebijakan impor gandum dan promosi produk mi yang gencar. Keberhasilan kebijakan DKP penting tidak hanya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, tetapi juga berdampak positif pada ketahanan pangan, pendapatan petani dan agroindustri pangan serta menghemat devisa.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2003 2003


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue