cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 52 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, April 2022" : 52 Documents clear
URGENSI PENGATURAN ENDORSEMENT DALAM KEGIATAN PERIKLANAN DI INDONESIA Aileen Chiquita Renata Putri
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aileen Chiquita Renata Putri, Yuliati, Djumikasih Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169, Malang e-mail: aileenchiquitarenata@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini mengkaji mengenai urgensi pengaturan endorsement dalam kegiatan periklanan di Indonesia dan juga mengkaji mengenai bagaimanakah pengaturan yang tepat untuk endorsement dalam kegiatan periklanan di Indonesia ini. Penelitian ini timbul dikarenakan adanya kekosongan hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia yaitu belum adanya pengaturan mengenai endorsement dalam kegiatan periklanan secara keseluruhan padahal endorsment ini sudah menjadi sarana periklanan favorit masyarakat Indonesia, kekosongan hukum ini menimbulkan banyak permasalahan hukum yang merugikan konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan yaitu dengan membandingkan peraturan perundang-undangan Indonesia yang terkait dengan peraturan di Negara India yaitu Consumer Protection Act of India, 2019, dari penelitian mengenai urgensi pengaturan endorsement dalam kegiatan periklanan di Indonesia ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Bagaimana urgensi dibentuknya pengaturan mengenai endorsement dalam kegiatan periklanan di Indonesia, 2) Bagaimana bentuk pengaturan serta hal-hal yang tepat untuk diatur mengenai endorsement dalam kegiatan periklanan di Indonesia, yang diperoleh dengan cara membandingkan dengan pengaturan di Negara India tadi mengenai endorsement. Kata Kunci: Endorsement, Endorser, Periklanan ABSTRACT This research studies the urgency in regulating endorsement in advertising in Indonesia and investigates how endorsement in this case is regulated in Indonesia. This research topic departs from the legal loophole in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection in Indonesia that does not regulate endorsement in the country, contrary to the fact that endorsement is preferrable among other approaches of advertising. This loophole has led to legal problems that disadvantage consumers. This research employed normative-juridical methods, statutory, and comparative approaches, where the last approach was performed by comparing the relevant law in Indonesia and the Consumer Protection Act of India of 2019. From the analysis, this research comes to the conclusions regarding 1) the urgency of the formulation of the regulation concerning endorsement in advertising in Indonesia, and 2) the regulatory types and other appropriate elements required to regulate the endorsement in advertising in Indonesia. Keywords: endorsement, endorser, advertising
ANALISIS KETERKAITAN KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM MEMPEROLEH ALAT BUKTI KARTEL DENGAN LENIENCY PROGRAM DAN WHISTLEBLOWER SYSTEM BERDASARKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA Anindya Luthfia Salsabil
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anindya Luthfia Salsabil, Hanif Nur Widhiyanti, Moch. Zairul Alam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya e-mail: anindyaluthfias@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang Analisis Keterkaitan Kewenangan KPPU Dalam Memperoleh Alat Bukti Dalam Perkara Kartel Dengan Leniency Program Dan Whistleblower System berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019. Adanya ketidakpastian penggunaan indirect evidence juga menjadi suatu kelemahan dalam pembuktian kartel di Indonesia, sehingga KPPU harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan direct evidence kejahatan kartel dengan keterbatasan kewenangannya. Dalam perkembangannya, Leniency Program telah diadopsi di berbagai negara sebagai langkah solutif mendapatkan alat bukti kartel karena memberikan penawaran pengampunan bagi pelaku usaha yang melaporkan kegiatannya kepada otoritas persaingan begitu juga whistleblower system. Akan tetapi, kedua mekanisme ini belum memiliki pengaturan yang cukup untuk dapat memberikan kepastian hukum dalam dunia persaingan usaha sehingga belum dapat diterapkan dan belum cukup menarik hati pekaku kartel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan KPPU dihubungkan dengan mekanisme leniency program dan whistleblower system berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia sebagai alternatif keterbatasan KPPU dalam memperoleh alat bukti kartel. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach), serta Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier dengan menggunakan penelusuran bahan hukum melalui metode kepustakaan sistematis yang didapatkan dari internet. Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat diketahui kekurangan kewenangan KPPU dalam memperoleh alat bukti dengan Leniency Program saling berkaitan, mengingat leniency program dapat menjadi kesempatan solutif dalam penegakan hukum persaingan usaha selama ini. Whistleblower dalam mendapatkan direct evidence kasus kartel di Indonesia juga memberikan potensi yang lebih luas melihat kebolehan siapa saja yang melapor kepada komisi untuk menutupi keterbatasan wewenang KPPU. Namun pengaturan leniency program dan whistleblower khususnya dalam dunia persaingan usaha belum diatur secara khusus. Sehingga, Leniency Program dan Whistleblower sama-sama belum memiliki best practice-nya dalam mendapatkan alat bukti kasus kartel di Indonesia. Kata Kunci: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Alat Bukti Kartel, Leniency Program, Whistleblower System ABSTRACT This research analyzes the authority of the Business Competition Supervisory Commission (henceforth referred to as KPPU) in obtaining evidence over cartels related to the leniency program and whistleblower system according to Law Number 5 of 1999 and the Regulation of KPPU Number 1 of 2019. The uncertainty in the use of indirect evidence also represents the weakness in providing evidence of cartels in Indonesia. Thus, it is not easy for the KPPU to get direct evidence of cartel-related crimes with only limited authority. The leniency program has been adopted in several countries as a solution to get cartel evidence since it is intended to give leniency to entrepreneurs reporting their activities to competition authorities and the whistleblower system. However, these two mechanisms do not have sufficient regulations to set legal certainty in business competition, making it impossible to apply, and it cannot attract those doing cartels. This research aims to analyze the authority of KPPU linked with the mechanisms of the leniency program and whistleblower system according to business competition law in Indonesia as an alternative to the limited authority of the KPPU to get cartel evidence. This research employed normative-juridical methods, statutory, case, and comparative approaches. The primary, secondary, and tertiary data were obtained from systematic library research, including the sources on the Internet. The research reveals that the authority of the KPPU to get cartel evidence is related to the leniency program, recalling that this program serves as a solution to law enforcement concerning business competition. Whistleblowers, in terms of getting direct evidence in cartel-related cases in Indonesia, also give wider potential regarding the parties reporting to the commission to cover the restricted authority of the KPPU. However, the leniency program and whistleblower in the business competition are not yet specifically regulated. That is, these two mechanisms do not have their best practice to get evidence in cartel cases in Indonesia. Keywords: business competition supervisory commission, cartel evidence, leniency program, whistleblower system
URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI ELEKTRONIK DALAM PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269 TAHUN 2008 Anita Aini Wulandari
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anita Aini Wulandari, Istislam, Abdul Madjid Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: anitaaw28@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan hukum normatif berupa kekosongan hukum atas penyelenggaraan rekam medis berbasis teknologi informasi elektronik dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008. Dalam pasal 2 ayat (2) Permenkes tersebut mengamanatkan terkait penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur dalam peraturan tersendiri, namun sampai saat ini peraturan tersebut belum tertuang dalam suatu produk hukum. Atas kondisi tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap rekam medis berbasis teknologi informasi elektronik. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam penyelenggaraan rekam medis berbasis teknologi informasi elektronik telah mengalami kekosongan hukum, oleh karena itu perlunya suatu regulasi untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dengan memperhatikan materi muatan yang dibutuhkan serta aturan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Disamping itu pula, dalam menjamin kepastian hukum atas penyelenggaraan rekam medis berbasis teknologi informasi elektronik dapat memperhatikan bentuk perlindungan hukum untuk diberikan kepada pasien baik melalui sarana perlindungan hukum preventif dan represif. Kata kunci: Perlindungan Hukum, Rekam Medis, Teknologi Informasi Elektronik ABSTRACT This research aims to analyze the legal loopholes over electronic information and technology- based medical record processing in the Regulation of Health Minister of the Republic of Indonesia Number 269 of 2008, in which Article 2 requires the medical record using electronic information and technology to be independently regulated in a separate regulatory provision, while to date this regulation has not existed in a legislative product. This situation has led to the absence of legal certainty in electronic information and technology-based medical record processing. This research employed normative-juridical methods, statutory, and conceptual approaches. The research results reveal that electronic information and the technology-based medical record has some loopholes. Thus, particular regulatory provisions are required to fill these gaps by considering the subject matters and rules regarding the legislation-making. To assure the legal certainty regarding this medical record processing, both preventive and repressive protection given to patients should also be taken into account. Keywords: legal protection, medical record, electronic information technology
PENERAPAN PASAL 8 AYAT 1 HURUF (F) UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT IKLAN PENJUALAN KAVLING TANAH DI KOTA MALANG Arsella Finishia
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Arsella Finishia, Yuliati, Setiawan Wicaksono Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: arsellaf@student.ub.ac.id ABSTRAK Dalam skripsi ini penulis mengangkat isu mengenai maraknya kasus iklan perumahan yang merugikan konsumen khususnya mengenai penawaran kavling tanah. Permasalahan yang akan diangkat penulis mengenai penerapan Pasal 8 Ayat 1 Huruf F Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berkaitan dengan iklan penjualan kavling tanah di Kota Malang. Peneliitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris dengan terlibat langsung pada obyek yang diituju. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan penerapan pasal 8 Huruf (f) yang ditujukan untuk pelaku usaha belum secara optimal terlaksana yakni berkaitan dengan tanggung jawabnya dalam menyiarkan iklan, dasar-dasar beriklan sangat diperlukan guna mencapai tujuan dari adanya iklan kavling tanah yang baik dan informatif. Kemudian diketahui beberapa hambatan yang terjadi seperti kurangnya pemberdayaan dan sosialisasi kesadaran hukum konsumen dan pelaku usaha serta ditemukan juga upaya yang dapat dilakukan yakni Pelaksanaan fasilitasi penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan program khusus mengenai pengawasan iklan properti. Kata Kunci: Iklan menyesatkan, Kavling tanah, Perlindungan konsumen ABSTRACT This research aims to observe the rising trend of the sale of land plots that disadvantages consumers by studying the implementation of Article 8 Paragraph 1 Point F of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection regarding the sale of land plots in Malang city. This research is categorized as empirical-juridical methods that directly observed the objects concerned. The research results conclude that Article 8 Point F is not appropriately implemented in terms of the principles of advertisements for land plots, while informative and appropriate advertisements are paramount. Some impeding factors were also found such as the lack of empowerment, promotion, and awareness of the consumers and business people. Facilitating dispute resolution for the consumers can be taken as a measure through Consumer Dispute Resolution Agency and a special program to control advertisements for housing. Keywords: Misleading advertisement, land plot, consumer protection
ANALISIS YURIDIS MAKNA PEMBERLAKUAN FRASA "SULIT PEMBUKTIANNYA" TERHADAP PENENTUAN JUMLAH HAKIM YANG MEMERIKSA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Bayu Krisna Mukti
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bayu Krisna Mukti, Nurini Aprilianda, Galieh Damayanti Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono No. 169 Malang e-mail: bayukrisnamukti@gmail.com ABSTRAK Bahwasanya pada Pasal 44 Ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak mengenai frasa "sulit pembuktiannya" masih dapat dikatakan frasa yang kabur sehingga perlu terdapat analisa lebih lanjut mengenai konsep berfikir serta penjelasan kriteria terhadap frasa "sulit pembuktiannya". Ketidakpastian Pasal 44 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut, telah menimbulkan beberapa putusan pengadilan yang masih kabur terhadap frasa "sulit pembuktiannya", seperti pada Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kdl yang menetapkan tersangka Teguh Gatot Bin Endro sebagai anak yang terbukti melakukan tindak pidana. penulis memiliki 2 rumusan masalah, yaitu Apakah kriteria pemberlakuan frasa "sulit pembuktiannya" dalam Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak? Dan Apakah kesulitan yang dihadapi oleh hakim dalam menyusun pertimbangan dan memutus perkara pada Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kdl?. Untuk mengetahui jawaban dari rumusan masalah tersebut, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan melakukan Analisa terhadap peraturan perundang-undangan, studi kasus, dan doktrin dari ahli hokum. penulis mendapatkan hasil bahwasanya pemberlakuan frasa “sulit pembuktiannya” ini dapat didasari oleh 4 hal, yaitu terdapat anak yang diancam dengan hukuman pidana penjara selama 7 tahun terdapat konektisitas terhadap orang dewasa yang diadili dalam 1 putusan, kemudian terdapat tindak pidana yang memang sulit untuk dibuktikan, seperti pada kebiasaannya adalah kasus pembunuhan yang sulit untuk dibuktikan. Seperti halnya pada Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kdl ini masih belum memenuhi kriteria "sulit pembuktiannya" yang diatur pada Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 namun Pengadilan memberlakukan Majelis Hakim dalam pemeriksaannya. Kata Kunci: Majelis Hakim, Peradilan Anak, Anak ABSTRACT The phrase “hard to prove” in Article 44 Paragraph (2) of Law concerning Juvenile Judicial System is prone to multi-interpretation, requiring further analyses. This vagueness has led to a murky court decision regarding this phrase, as in Article Number 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kdl for the case of Teguh Gatot Bin Endro proven guilty of a criminal offense. This research investigates what criteria serve as the basis of the implementation of the phrase “hard to prove” as in Article 44 Paragraph (2) of Law Number 11 of 2012 and what factors impede judges in making considerations and delivering verdicts as in the case of Court Decision Number 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kdl? this research employed normative-juridical methods by analyzing laws, case studies, and legal experts’ doctrines. From the analysis result, the research reveals that the implementation of the phrase “hard to prove” is based on four points of consideration: a child sentenced to seven-year imprisonment having something to do with an adult tried under one verdict, a criminal offense that is hard to prove such as in a hard-to-prove homicide. However, Decision Number 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.kdi does not meet the “hard to prove” criteria as in Article 44 Paragraph(2) of Law Number 11 of 2012 but the court involved a panel of judges to investigate the case. Keywords: a panel of judges, juvenile judicial system, child
PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE PADA TAHAP PENUNTUTAN (STUDI DI KEJAKSAAN NEGERI KABUPATEN TEGAL) Chatri Pratiwi Ningrum
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Chatri Pratiwi Ningrum, Faizin Sulistio, Solehuddin Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: chatripratiwin@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi penyamaan persepsi dalam penghentian penuntutan melalui Restorative Justice di Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal serta untuk mengetahui dan menganalisis justifikasi diterimanya penghentian penuntutan melalui Restorative Justice dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal. Metode yang digunakan adalah sosio – legal dengan sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder, yang dimana data primer penulis dapatkan dari hasil wawancara berlandaskan purposive sampling. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa penyamaan persepsi pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal dilaksanakan dalam dua waktu yakni pra-pelaksanaan restorative justice dengan koordinasi antara jaksa penuntut umum yang menangani perkara dan kepala seksi tindak pidana umum, serta pasca pelaksanaan restorative justice dengan melibatkan kepala kejaksaan negeri, kepala seksi tindak pidana umum, dan jaksa penuntut umum yang menangani perkara. Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal telah memberikan tujuh kali laporan berjenjang kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, namun hanya satu perkara yang dapat dilaksanakan Keadilan Restoratif. Perkara tersebut berkaitan dengan pidana pencurian yang dikenakan rencana dakwaan pasal 362 KUHP. Alasan justifikasi perkara tersebut untuk dihentikan penuntutan berdasarkan Restorative Justice yakni syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang, tingkat penyelesaian perkara, keadaan terdakwa, dan situasi masyarakat setempat telah terpenuhi. Kata Kunci: Keadilan Restoratif, Penuntut Umum, Persepsi ABSTRACT This research aims to find out and identify the synchronization of perceptions in the cessation of prosecution through restorative justice at the office of the district prosecutor general of the Regency of Tegal by employing socio-legal methods in which primary data from interviews based on purposive sampling and secondary data were obtained. The research reveals that the synchronization took two stages: pre-implementation of restorative justice by conducting coordination between general prosecutors dealing with the case and the head of the general crime unit and post-implementation of the restorative justice by involving the head of the office of the district prosecutor general, the head of general crime unit and the general prosecutors that dealt with the case. The prosecutor general office of the Regency of Tegal sent seven reports in stages to the prosecutor general office of Central Java, but only one case was dealt with according to restorative justice. This theft case received the indictment plan referring to Article 362 of the Criminal Code. The justification for ceasing this case with restorative justice is that the requirement set by the law, the stage of dispute settlement, the conditions of the defendant, and the situation of the locals were fulfilled. Keywords: restorative justice, general prosecutor, perception
KEKUATAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA (SKB) 3 MENTERI DALAM PEMBERHENTIAN PADA ASN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi dan Kepala Badan Kepegawaian Ne Daffa Rizky Septano Himawan
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Daffa Rizky Septano Himawan, Lutfi Effendi, Agus Yulianto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono No. 169 Malang e-mail: daffa.himawan22@gmail.com ABSTRAK Permasalahannya dalam SKB tiga menteri mengenai pemberhentian ASN yang terlibat kasus tindak pidana korupsi. Pilihan judul itu dilatarbelakangi kekaburan norma di mana Surat Keputusan Bersama nomenklaturnya tidak ada di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan perundang-undangan Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1), sehingga SKB Mendagri, Menpan dan RB, serta Kepala BKN No. 182/6597/SJ, No. 15 Tahun 2018 dan No. 153/KEP/2018 Tertanggal 13 September 2018 oleh karenanya tidak tergolong kelompok Peraturan undang-undang sejalan dinyatakan pada Pasal 1 angka 2 yakni “peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”. Bahwasanya merujuk Hukum Administrasi Negara SKB 3 menteri termasuk peraturan kebijakan yang sekadar diberlakukan ke dalam ataupun yang dinamakan Circulair, tidak memiliki daya pantul keluar ataupun yang dinamakan dengan Pesyudo weet geving ataupun hukum cermin. Sehingga Surat Keputusan Bersama nomenklaturnya tidak ada pada UU Nomor 12 Tahun 2011 mengenai Pembentukan Peraturan perundang-undangan Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1), maka SKB MenPan, Mendagri dan RB, dan Kepala BKN Nomor 182/6597/ SJ, Nomor 15 Tahun 2018 dan Nomor 153/KEP/2018 Tanggal 13 September 2018 oleh karenanya tidak tergolong pada kelompok Peraturan undang-undang selaras dimaksudkan Pasal 1 angka 2 yaitu peraturan tertulis yang mengandung norma hukum yang secara garis besar menjadi pengikat dan dalam penetapan ataupun dibentuknya oleh pejabat yang mempunyai kewenangan ataupun lembaga negara lewat prosedur yang ditentukan pada Peraturan perundang-undangan Kata Kunci: SKB, Korupsi, Aparatur Sipil Negara ABSTRACT This research departs from the vagueness of norms regarding the condition where the nomenclatures of the joint decree are not set forth in Law Number 12 of 2011 concerning Legislative Drafting Article 7 Paragraph (1) and Article 8 Paragraph (1). Thus, the joint degree of the ministers of home affairs, empowerment of state apparatus and Bureaucracy Reform and the Head of Indonesian Civil Service Agency Number 182/6597/SJ, Number 15 of 2018 and Number 153/KEP/2018 on 13 September 2018 is not categorized as the legislation as stated in Article 1 point 2 implying that written laws consist of norms that are generally binding and drafted or stipulated by state institutions or authorized officials through the procedures set forth in the legislation. The joint decree is not more than just circulair with no capacity to reflect it outside, commonly dubbed pesyudo weet geving or mirror law. Thus, the joint decree along with its nomenclatures is absent in Law Number 12 of 2011 concerning Legislative Drafting Article 7 Paragraph (1) and Article 8 Paragraph (1), and this joint decree detailed above is not categorized as statutory laws. Article 1 and Article 2 are written laws bearing legal norms that are binding in terms of the stipulation or the drafting performed by authorities through the procedures outlined in the legislation. Keywords: joint decree, corruption, state civil apparatus
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEBIJAKAN KENDARAAN RODA 3 (ODONG – ODONG) UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (studi di kantor satuan lalu lintas Polres Sumenep) Deni Faqih Affandi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Deni Faqih Affandi , Lutfi Effendi , Agus Yulianto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. M.T. Haryono 169 Malang e-mail: densaditya@student.ub.ac.id ABSTRAK Pаdа kаryа tulis ini penulis mengаngkаt isu mengenаi penegakan hukum terhadap kendaraan roda 3 yaitu odong-odong yang masih beroperasi di jalan raya Kabupaten Sumenep terkait Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kabupaten Sumenep. Kemudiаn jenis penelitiаn yаng digunаkаn oleh penulis yаkni penelitiаn yuridis empiris dаn menggunаkаn pendekаtаn yuridis sosiologis, sertа teori yаng digunаkаn pаdа kаryа tulis ini yаkni teori implementasi. Dаri hаsil penelitiаn sertа metode diаtаs, penulis memperoleh jаwаbаn informasi bahwa Penegakan hukum terhadap pengaturan odong-odong di Kabupaten Sumenep dilakukan secara preventif dan represif sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Upaya preventif dilakukan dengan jalan program edukasi atau pun penyuluhan hukum ke masyarakat maupun dengan penindakan secara simpatik berupa teguran kepada pelaku pelanggaran tentang odong-odong baik terhadap pengemudi maupun pemilik angkutan dengan upaya pemilik kendaraan tidak beroperasi kembali di jalan raya . Upaya represif dilakukan dengan menindak secara tegas berupa penertiban atau operasi kendaraaan bermotor khususnya odong-odong dan memberikan surat tilang. Kata Kunci: Penegakan Hukum, lalu lintas , angkutan jalan ABSTRACT This research aims to study the issue regarding the law enforcement concerning the three-wheel vehicle commonly called odong-odong operating on the road in the Regency of Sumenep according to Law Number 22 of 2009 concerning Traffic and Road Transport in the Regency of Sumenep. With empirical-juridical methods, socio- juridical approaches, and implementation theory, this research reveals that the control over odong-odong in the regency involves both preventive and repressive measures according to current regulations. The preventive measures took into account an educational program or counseling on law for the people or a sympathetic measure like a warning to the owners and drivers of odong-odong violating the existing regulating. This is expected to stop them from operating on the road. Repressive action involves managing the odong-odong and putting fines in place for those found still operating on the road. Keywords: law enforcement, traffic, road transport
LEGALITAS KEGIATAN BUNKERING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (STUDI KASUS: THE M/T "SAN PADRE PIO" CASE (SWITZERLAND V. NIGERIA)) Dwi Suci Rohmahwatin
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dwi Suci Rohmahwatin, Dhiana Puspitawati, Hikmatul Ula Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: dwisucirohmahwatin@gmail.com ABSTRAK Rezim zona ekonomi eksklusif (selanjutnya disingkat ZEE) dalam UNCLOS 1982 bersifat sui generis yang berupaya megakomodasi kepentingan negara pantai dan negara pengguna maritim lainnya secara seimbang. Akan tetapi, kekosongan hukum yang mengatur kegiatan bunkering dalam UNCLOS 1982 mengakibatkan ketidakjelasan status kewenangan atas kegiatan bunkering di ZEE seperti pada kasus bunkering M/T San Padre Pio antara Switzerland dan Nigeria. Penelitian ini menganalisis status hukum kegiatan bunkering yang dilakukan M/T San Padre Pio di ZEE Nigeria serta status hukum penangkapan dan penahanan yang dilakukan Nigeria terhadap kapal berbendera Switzerland tersebut dalam persepektif hukum laut internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan bunkering untuk tujuan mensuplai pengoperasian instalasi minyak oleh M/T San Padre Pio di ZEE Nigeria legal dilakukan berdasarkan hukum laut internasional. Nigeria tidak memiliki kompetensi untuk melakukan penangkapan dan penahanan kapal tersebut karena M/T San Padre Pio tidak melanggar elemen pelaksanaan kebebasan dalam Pasal 58 ayat 3 UNCLOS 1982. Adapun penangkapan dan penahanan M/T San Padre Pio dengan dasar pelanggaran hukum nasional Nigeria bertentangan dengan norma hukum internasional yang diatur dalam UNCLOS 1982 dan Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional 1969 yang melarang penggunaan hukum nasional untuk menjustifikasi pelanggaran ketentuan UNCLOS 1982. Sehingga, tindakan Nigeria terhadap M/T San Padre Pio tidak dibenarkan dalam hukum laut internasional. Kata kunci: Bunkering, Zona Ekonomi Eksklusif, Hukum Laut Internasional ABSTRACT The regime of the Exclusive Economic Zone (henceforth referred to as ZEE) in UNCLOS 1982 is sui generis, which accommodates the interests of coastal states and other maritime states fairly. However, legal loopholes concerning bunkering in UNCLOS 1982 have sparked uncertainty about the status of authority in bunkering activities at ZEE, as in the case of bunkering M/T San Padre Pio between Switzerland and Nigeria. This research aims to analyze the legal standing of bunkering done by M/T San Padre Pio at ZEE Nigeria and that of the arrest of a Switzerland ship performed by Nigeria from the perspective of the international law of the sea. This research employed normative-juridical methods, statutory approach, and case approach, revealing that the bunkering aiming to supply the operation of oil installation by M/T San Padre Pio at ZEE Nigeria was deemed compliant with the international law of the sea. Nigeria could not arrest the ship because M/T San Padre Pio did not violate the principle of freedom as stipulated in Article 58 Paragraph 3 of UNCLOS 1982. The arrest of M/T San Padre Pio on the grounds of violations of the national law of Nigeria contravenes the norms of international law stipulated in UNCLOS 1982 and the Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 banning the involvement of national law to justify the violations of the provisions of UNCLOS 1982. That is, the arrest performed by Nigeria against M/T San Padre Pio cannot be justified according to the international law of the sea. Keywords: Bunkering, Exclusive Economic Zone, International Law of the Sea
ANALISIS PRINSIP PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK YANG ANDAL, AMAN, DAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM MEDIA SOSIAL BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 5 TAHUN 2020 Erica Gavrila
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, April 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Erica Gavrila, Moch. Zairul Alam, Diah Pawestri Maharani Fakultas Hukum Universitas BrawijayaJl. MT. Haryono No. 169 Malange-mail: ericagavrila@student.ub.ac.id ABSTRAK Media sosial termasuk dalam bentuk penyelenggara sistem elektronik lingkup privat yang memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan sistem elektronik secara andal, aman, dan bertanggung jawab. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah adanya ketidaklengkapan hukum dalam pengaturan prinsip penyelenggara sistem elektronik yang andal, aman, dan bertanggung jawab dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang belum mengatur secara jelas mengenai bentuk, indikator, serta batasan sebuah penyelenggara sistem elektronik dapat dikatakan andal, aman, dan bertanggung jawab. Sehingga, penyelenggara sistem elektronik sampai saat ini hanya menafsirkan secara bebas terkait dengan keandalan, keamanan, dan tanggung jawab. Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif. Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa 1) Keandalan PSE dapat dibuktikan dengan melakukan pendaftaran, keamanan dibuktikan dengan tersedianya sistem pengamanan yang cukup, dan bertanggung jawab apabila terdapat edukasi yang cukup dalam syarat dan ketentuan. 2) Media sosial yang beroperasi di Indonesia seperti WhatsApp, Instagram, dan LINE belum sepenuhnya mengaplikasikan kewajiban untuk menyelenggarakan sistem elektronik yang andal, aman, dan bertanggung jawab. Kata kunci: Media sosial, Kewajiban, Penyelenggara Sistem Elektronik ABSTRACT Social media are categorized as the provision of electronic systems within a private scope responsible to provide reliable, safe, and liable electronic systems. This research studies the incompleteness of the law in regulating the principles of reliable, safe, and liable electronic system provision. The Regulation of the Minister of Communication and Information Technology Number 5 of 2020 concerning the Provision of Electronic Systems within a Private Scope does not regulate the form, indicator, and scope of the electronic system provision that is deemed reliable, safe, and liable. Thus, this electronic system provision shows free interpretation regarding these three principles. With normative-juridical methods, this concludes that 1) the reliability can be proven through registration, the safety through the availability of sufficient security system, and the liability is represented by education with sufficient terms and conditions, 2) social media such as WhatsApp, Instagram, and LINE have not fully applied the responsibility to conduct reliable, safe, and liable electronic system provision. Keywords: social media, responsibility, electronic system provision

Filter by Year

2022 2022


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 More Issue