cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 35 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, April 2023" : 35 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM JUAL BELI GAME ONLINE MOBILE LEGEND MENGGUNAKAN JASA REKENING BERSAMA MELALUI INSTAGRAM DI KOTA MALANG Faris Ibrahim Tuhepaly
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Faris Ibrahim Tuhepaly, Djumikasih, Afrizal Mukti Wibowo Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: faristuhepaly@student.ub.ac.id Abstrak Wanprestasi atau penipuan jual beli online masih marak terjadi, terutama pada jual beli akun game online walaupun sudah ada aturan penjaga untuk seluruh transaksi jual beli online secara hukum. Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan hambatan para pihak jual beli akun game online menggunakan rekening bersama dalam penerapan Pasal 4 huruf c dan Pasal 6 huruf a UUPK disertai perlindungan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam wanprestasi jual beli akun game online menggunakan jasa rekening Bersama di Instagram. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini mengangkat rumusan masalah: (1) Apa hambatan penerapan Pasal 4 huruf c dan Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam jual beli akun game online yang menggunakan jasa rekber di instagram? (2) Bagaimana perlindungan hukum yang dilakukan terhadap wanprestasi dalam jual beli akun game online yang menggunakan jasa rekening bersama di instagram?” Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis dengan data yang diperoleh melalui wawancara dan studi kepustakaan. Lokasi penelitian dalam penelitian ini yaitu instagram di Kota Malang. Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder yang akan dianalisis dengan menggunakan Teknik deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis menemukan bahwa hambatan terdapat permasalahan dalam struktur hukum dan budaya hukum di Kota Malang. Sedangkan, perlindungan hukum yang dilakukan terhadap wanprestasi dalam jual beli akun game online menggunakan jasa rekening bersama di instagram terbagi menjadi 2 (dua) upaya, yakni upaya preventif dan upaya represif. Kata kunci: hambatan, jual, beli, online, game, rekber (rekening bersama) Abstract Breaches of contracts in online game transactions often happen notwithstanding the existing regulations regulating online game transactions. This research delves into the impeding issues arising among parties involved in online game transactions with joint account from the perspective of Article 4 point c and Article 6 point a of Consumer Protection Law and legal protection for all parties in case of a breach of contract in the transactions using a joint account on Instagram. Departing from this issue, this research studies (1) the hampering factor of the implementation of Article 4 point c and Article 6 point a of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection in online game transactions using a joint account on Instagram and (2) the legal protection given in case of a breach of contract in online game transactions using a joint account on Instagram. This research employs an empirical-juridical method and a socio-juridical approach. The data were obtained from interviews and library research. This research took place in Malang City, and the research data were obtained from primary and secondary materials analyzed using descriptive and qualitative techniques, revealing that both legal and cultural structures become an issue in this implementation. Moreover, the legal protection of customers in this case refers to both preventive and repressive measures. Keywords: obstacle, sell, buy, online, games
INDIKASI PREDATORY PRICING DENGAN METODE PENJUALAN LIVE STREAMING SALE PADA E-COMMERCE DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA Nurul Chairunnisa
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nurul Chairunnisa, Sukarmi, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: nurulchairunnisaica@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai adannya potensi pelanggaran predatory pricing pada metode penjualan live streaming sale pada e-commerce dalam perspektif hukum persaingan usaha. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan analitis (analytical approach). Dengan penelitian tersebut penulis memperoleh metode penjualan live streaming sale tidak dapat disebut sebagai praktik indikasi predatory pricing, karena untuk dapat diklasifikasikan bentuk predatory pricing harus memenuhi unsur harga yang sangat rendah, dan menyingkirkan atau mematikan di pasar yang bersangkutan yang sama, dalam penelitian ini metode penjualan live streaming sale pada e-commerce hanya memenuhi unsur harga yang sangat rendah saja, sehingga tidak dapat disebut sebagai perbuatan predatory pricing. Sedangkan mengenai potensi pelanggaran lain penanganan perkara dugaan adanya pelanggaran persaingan usaha tidak sehat ini terbilang kompleks karena melibatkan dan terhubung dengan lintas sektor lainnya dapat menjadi potensi lainnya yaitu penetapan harga berbeda, penetapan harga dibawah harga pasar. Kata Kunci: Jual Rugi, E-commerce, Live streaming sale, predatory pricing Abstract This research seeks to ascertain, analyze, and investigate the practice of predatory pricing as a violation in live streaming sales in e-commerce seen from the perspective of business competition law. Normative-juridical and statutory and analytical approaches were employed to discover that live streaming sales cannot be categorized as practices indicating predatory pricing, since these do not meet all the criteria of predatory pricing, such as too low a price that intends to unfairly overshadow other relevant markets, while it is true that these practices sell items at very low prices without intention to dominate markets. However, in terms of whether these practices can be categorized as unfair business competition may require complex analyses, considering that these happen across sectors, each of which may refer to differing prices below the standard prices. Keywords: predatory pricing, e-commerce, live streaming sale
KONSTRUKSI PERLINDUNGAN HAK-HAK PETANI KECIL ATAS VARIETAS TANAMAN DI INDONESIA Yusifa Nur Annisa
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Yusifa Nur Annisa, M. Zairul Alam, Cyndiarnis Cahyaning Putri Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: yusifannisa@student.ub.ac.id Abstrak Pada skripsi ini penulis mengangkat permasalahan berkaitan dengan urgensi konstruksi pengaturan perlindungan hak-hak petani kecil atas varietas tanaman di Indonesia. Pemilihan tema ini dilatarbelakangi oleh ketidaklengkapan hukum terkait aturan perlindungan bagi petani kecil pemulia tanaman atas varietas tanaman yang dihasilkan, hal tersebut menyebabkan banyaknya petani kecil terkriminalisasi. Berdasarkan hal tersebut diatas, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah diantaranya: (1) Bagaimana analisis hak-hak petani kecil atas varietas tanaman berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia? (2) Bagaimana pengaturan hukum yang tepat terhadap hak-hak petani kecil atas varietas tanaman yang memberikan kepastian hukum?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Bahan hukum yang diperoleh penulis selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis interpretasi sistematis, interpretasi gramatikal dan interpretasi komparatif. Hasil penelitian ini, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa, Pertama peraturan perundang-undangan di Indonesia belum sepenuhnya melindungi hak-hak petani kecil atas varietas tanaman berdasarkan ketentuan pasal 9 ITPGRFA, pemberian definisi petani kecil yang sempit serta terdapat beberapa pasal yang membatasi hak-hak petani kecil. Kedua, Konstruksi hukum terhadap hak-hak petani kecil terhadap varietas tanaman di Indonesia, terhadap hak-hak yang belum diatur perlu adanya aturan yang baru dan bersifat suigeneris yang lebih melindungi hak-hak petani kecil pemulia tanaman atas varietas tanaman. Kata Kunci: HAKI, Perlindungan Varietas Tanaman, Hak Petani Kecil Pemulia Tanaman Abstract This research studies the urgency in the construction of the regulation of the protection of the rights of crofters regarding plant varieties in Indonesia. This research topic departed from the incompleteness of the law governing the protection of crofters for plant varieties they produce, making crofters prone to criminalization. Departing from this issue, this research aims to investigate (1) how the rights of crofters are analyzed regarding plant varieties they produce according to related legislation in Indonesia and (2) what is the appropriate regulation regarding the protection of the rights of crofters for plant varieties that guarantees legal certainty. This research employed normative-juridical methods and statutory and comparative approaches. Legal materials were analyzed using systematic, grammatical, and comparative interpretations. The research results reveal that the legislation in Indonesia does not fully protect the rights of crofters in Indonesia regarding the plant varieties they produce according to Article 9 of ITPGRFA. The impeding issues lie in the narrow definition of crofters and several articles restricting their rights. In terms of the construction of the rights of the crofters for plant varieties in Indonesia, unregulated rights of crofters regarding plant varieties should be put in a new suigeneris regulation that protects the rights of crofters as plant breeders regarding plant varieties. Keywords: intellectual property rights, the rights of crofters as plant breeders
TINJAUAN YURIDIS PASAL 12B UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PELAYANAN SEKSUAL SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI YANG DITUJUKAN UNTUK SUAP Nicko Surya Airlangga
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nicko Surya Airlangga, Abdul Madjid, Alfons Zakaria Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: nickosurya@student.ub.ac.id Abstrak Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan pengaturan tentang gratifikasi yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengadili kasus pemberian gratifikasi yang menggunakan pelayanan seksual yang diberikan kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Kemudian penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approeach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Bahan hukum yang digunakan didapat dari studi kepustakaan dan studi internet. Teknik analisis yang digunakan yaitu secara deduktif dengan menarik hal yang bersifat umum ke khusus. Berdasarkan permasalahan di atas, karya tulis ini mengangkat masalah: 1. Apa makna “gratifikasi” yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? 2. Apakah gratifikasi yang menggunakan layanan seksual dapat dikategorikan “gratifikasi” yang terdapat pada Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberian pelayanan seksual sebagai gratifikasi tidak dapat serta merta untuk dikategorikan ke dalam Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena tidak disebutkan secara jelas dalam Pasal 12B, hal ini berbanding terbalik dengan pengaturan terkait gratifikasi yang terdapat di negara Singapura. Kata Kunci: Gratifikasi, Pelayanan Seksual, Korupsi Abstract This research delves into the regulation regarding gratuity as in Article 12b of Law Number 20 of 2001 concerning the Amendment to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Eradication in the judgement of gratuity cases that involve sex service as a bribe arising among civil servants or state administrators. Departing from this issue, this research is focused on the following problems: 1. What is the meaning of ‘gratuity’ as in Article 12b of Law Number 20 of 2001 concerning the Amendment to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Eradication? 2. Is the gratuity involving sex service categorized as the gratuity mentioned in Article 12 B of Law Number 20 of 2001 concerning the Amendment to Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Eradication? This research employed normative-juridical methods and statutory, comparative, and conceptual approaches. The legal materials were obtained from library research and the Internet, all analyzed using a deductive technique by concluding ideas from general to specific ones. The research result has revealed that sex service given as gratuity can be categorized under Article 12B of Law concerning Corruption Eradication due to the following grounds (1) gratuity is defined as an act bribing a civil servant or a state official holding a particular position as outlined in Article 12 B of Law concerning Corruption Eradication. Gratuity should not be punishable by this law if it is not proven to be given as a bribe. Providing particular facilities to the people concerned can also be categorized as a gratuity; (2) sex service refers to the service involving sexual connection and reproduction function, dating, making out, and kissing; (3) sex service given as gratuity is categorized in such a way because Article 12B of Law concerning Corruption states the phrase “other facilities”, while sex service given as gratuity cannot be categorized into what is outlined in Article 12B of Law concerning Corruption Eradication. This is contrary to the regulation regarding gratuity in Singapore. Keywords: Gratification, Sexual Services, Corruption
KONSEP PEDOMAN PEMIDANAAN BAGI HAKIM UNTUK PENYALAHGUNA NARKOTIKA GOLONGAN I Annisa Nuria Fajarisna
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Annisa Nuria Fajarisna, Bambang Sugiri, Mufatikhatul Farikhah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: afajarisna@gmail.com Abstrak Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memuat mengenai pedoman pemidanaan sebagai dasar pijakan hakim untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan pada terdakwa. Selain itu, undang-undang ini juga tidak memuat mengenai kualifikasi dan syarat rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika melainkan diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010. Pada dasarnya, SEMA hanya mengikat secara internal dan tidak wajib diikuti oleh hakim sehingga mengakibatkan masih banyak pelaku penyalahguna narkotika bagi diri sendiri yang dijatuhi pidana penjara Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dasar yang digunakan hakim dalam memutus kasus penyalahguna narkotika golongan I bagi diri sehingga melahirkan perbedaan hukuman yang diterima terdakwa. Selain itu penelitian ini juga ditujukan untuk mengkaji dan merumuskan konsep terkait pedoman pemidanaan serta syarat-syarat rehabilitasi. Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Melalui penelitian ini, penulis memperoleh hasil bahwa terdakwa dalam Putusan Nomor 568/Pid.Sus/2018/PN. Dpk tidak disertai hasil asesmen dari tim hukum TAT dan rekomendasi untuk rehabilitasi sedangkan terdakwa dalam Putusan Nomor 141/Pid.Sus/2020/PN Jkt. Utr telah memenuhi kelima syarat rehabilitasi yang diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010 sehingga menyebabkan adanya perbedaan hukuman yang diterima oleh kedua terdakwa. Kaitannya demi memenuhi kepastian hukum, maka perlu merumuskan pedoman pemidanaan untuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang sumbernya diambil dari Pasal 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta merumuskan syarat-syarat mengenai rehabilitasi. Kata Kunci: Pedoman Pemidanaan, Penyalahguna, Narkotika, KUHP, SEMA Abstract Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics does not set out the guidelines of sentencing for defendants and the qualifications and requirements of rehabilitation for drug abusers, but it is mentioned in Supreme Court Circular Letter Number 4 of 2010. Supreme Court is internally binding and it does not require judges to refer to the circular letter, seemingly raising the possibility of drug abuse among narcotic users imposed with imprisonment. This research aims to find out the basis referred to by the judges in deciding a case over type 1 narcotic abuse, thereby leading to dissenting opinions over the case concerned. This research also aims to study and formulate the concept of the guidelines of sentencing and the requirements needed for rehabilitation. A normative-legal method and statutory, case, and conceptual approaches were used. The research results reveal that Decision Number 568/Pid.Sus/2018/PN.Dpk did not come with the assessment performed by TAT legal team and the recommendation for rehabilitation, while the defendants as in Decision Number 141/Pid.sus/2020/PN Jkt. Utr has met all the five requirements regulated in Supreme Court Circular Letter Number 4 of 2010, sparking the dissenting opinions for the two defendants. To meet legal certainty, it is essential to formulate the guidelines sourced from Article 54 of Law Number 1 of 2023 concerning Criminal Law and the requirements of rehabilitation. Keywords: sentencing guidelines, drug abuse, narcotics, Penal Code, Supreme Court Circular Letter
PELAKSANAAN BENTUK DAN BATASAN TANGGUNG JAWAB BANK TERHADAP NASABAH DALAM TERJADINYA KESALAHAN SISTEM BANK PADA LAYANAN MOBILE BANKING (STUDI KASUS DI BANK XXX KABUPATEN GRESIK) Michella Viriolan Sorongan
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Michella Viriolan Sorongan, Ranitya Ganindha, Shinta Puspita Sari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: michellavs@student.ub.ac.id Abstrak Dalam skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan hukum terkait tanggung jawab hukum bagi pelaku usaha yaitu bank dalam terjadinya kesalahan sistem bank pada layanan mobile banking studi kasus Bank XXX Kabupaten Gresik. Pilihan tema dilatar belakangi adanya tindakan yang dilakukan pihak bank yang tidak dapat memastikan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian dimiliki oleh nasabah. Berdasarkan tersebut terdapat rumusan masalah:(1) Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab dari pihak Bank XXX Kantor Cabang Gresik terhadap kesalahan sistem pada layanan mobile banking? (2) Bagaimana hambatan dan upaya penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh nasabah pada layanan mobile banking Bank XXX Kantor Cabang Gresik yang mengalami kerugian atas kesalahan sistem pada layanan mobile banking?. Skripsi menggunakan metode yuridis empiris menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis. Penulis menganalisis data primer dan data sekunder menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif karena penulis mengkaji, mengolah informasi yang didapat dari penelitian secara ilmiah. Hasil penelitian dengan metode diatas, bentuk tanggung jawab dilakukan oleh bank untuk setiap permasalahan mengenai layanan mobile banking pengguna dapat melakukan pengaduan ke Bank. Selain pengaduan terdapat penyelesaian internal dan eksternal yang dilakukan bank. Adanya hambatan tidak dimilikinya kemampuan bagi konsumen untuk membuktikan bahwa timbulnya kerugian atas penggunaan mobile banking. Pihak bank sendiri memiliki catatan pribadi yang sudah tercatat otomatis jika terdapat suatu transaksi pada mobile banking. Upaya yang dapat dilakukan adalah evaluasi para pihak bank yaitu customer service, perlu adanya prinsip strict liability. Melakukan pembaruan sistem, sosialisasi resiko mbanking. Perlunya kesadaran hukum nasabah dan aktif dalam memperjuangkan haknya kepada pihak bank. Kata kunci: Mobile Banking, Bank, Nasabah, Tanggung Jawab Abstract This research aims to delve into the liability of a bank regarding errors in mobile banking systems in the case of Bank XXX the Regency of Gresik. This research topic departed from the case where the bank concerned failed to ensure the liability of providing redress to clients. This research studies (1) the liability of Bank XXX of the branch office in Gresik regarding mobile banking system errors and (2) impeding factors and measures taken to settle the disputes regarding these errors in Bank XXX of the branch office of Gresik following the losses caused by the errors. This research employs socio-legal and socio-juridical methods. Primary and secondary data were analyzed based on descriptive-qualitative methods, where the data were studied and information was obtained. The research reveals that bank clients can express their grievances to the bank following the errors. Moreover, internal and external measures can be taken into account. The bank in this case does not have any capability of proving the losses resulting from mobile banking errors. The bank concerned has its record automatically generated from mobile banking transactions. The bank should evaluate customer service, and a strict liability principle needs to be considered. The system needs to be renewed and an introduction to m-banking risks needs to be given. The awareness of bank clients of actively having access to their rights regarding this bank issue is also necessary. Keywords: mobile banking, bank, bank client, liability
PENGATURAN RESTITUSI BAGI ANAK KORBAN TINDAK PIDANA YANG BERKEADILAN Talitha Nisa Ashari
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Talitha Nisa Ashari, Nurini Aprilianda, Eny Harjati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: talithanisa@student.ub.ac.id Abstrak Di Indonesia, permasalahan mengenai Restitusi tidak semua korban tindak pidana yang tidak memperoleh restitusi dari pelaku dapat memperoleh ganti rugi atas kerugian yang dialaminya dalam bentuk kompensasi. Pasal 17 ayat (1) Perma Restitusi dan Kompensasi hanya korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan tindak pidana terorisme saja yang berhak mendapatkan kompensasi. Penelitian hukum ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan yaitu berupa pendekatan perundang-undangan dan konseptual serta penafsiran sistematis dan penafsiran teologi untuk menganalisis permasalahan kelemahan pengaturan restitusi bagi anak korban dalam peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia saat ini dan pengaturan pemberian restitusi bagi anak korban tindak pidana yang memenuhi prinsip keadilan dimasa mendatang. Hasil penelitian hukum ini menunjukkan bahwa kelemahan dari pengaturan restitusi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak Korban Tindak Pidana adalah adanya kemungkinan pelaku tindak pidana tindak dapat membayarkan ganti kerugian terhadap korban dalam bentuk restitusi sejumlah nominal yang telah ditetapkan di pengadilan. Pengaturan pemberian ganti rugi terhadap anak korban tindak pidana yang berkeadilan adalah dengan mengatur bahwa setiap anak korban tindak pidana berhak untuk memperoleh kompensasi atas kerugian yang dialami atas tindak pidana yang dilakukan oleh Pelaku. Hal ini dikarenakan pada dasarnya setiap anak korban tindak pidana berhak untuk memperoleh hak yang sama dalam memperoleh ganti rugi atas kerugian yang dialami atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku baik dalam bentuk restitusi maupun kompensasi jika pelaku tidak dapat membayar restisusi. Kata Kunci: Restitusi, Anak Korban Tindak Pidana, Berkeadilan Abstract Not all victims receive restitution in the form of redress from criminal offenders for the loss that the victims have to take. Article 17 paragraph (1) of Supreme Court Regulation regarding Restitution and Redress implies that only the victims of serious human rights violations and terrorism are entitled to such redress. This research employed normative-juridical methods and statutory and conceptual approaches along with systematic and theological interpretations to analyze the issues regarding the weaknesses of the regulation concerning restitution for young victims as in the current law in Indonesia. The regulation regarding restitution outlined in the Government Regulation Number 43 of 2017 concerning the Administration of Restitution for Young Victims of Criminal Offenses implies that there is a probability that offenders cannot pay the restitution to the victims within the amount agreed upon in court. The arrangement for providing just compensation to child victims of criminal acts is to stipulate that every child victim of a criminal act has the right to obtain compensation for losses suffered for a crime committed by the perpetrator. In this case, all the young victims should be entitled to redress due to the loss caused because all those young victims have equal rights to redress in the form of either restitution or redress for the loss concerned. Keywords: restitution, a young victim of a criminal offense, justice
URGENSI PENGATURAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI INDONESIA (ANALISIS PUTUSAN NOMOR : 320/PID.SUS/2020/PN.PBR) Katrin Michele Natalie Silalahi
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Katrin Michele Natalie Silalahi, Milda Istiqomah, Galieh Damayanti Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: katrinsilalahi@student.ub.ac.id Abstrak Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi dengan memperhatikan bahwa salah satu diantara kejahatan yang sangat tertutup serta terorganisir ialah tindak pidana narkotika. BNN (Badan Narkotika Nasional) bersama Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merasa sangat sulit untuk membongkar kejahatan narkotika serta mengungkap siapa bandar besar yang berperan di belakangnya. Seiring berjalannya waktu, dalam perihal pengungkapan kejahatan terorganisir itu terdapat pola pikir yang searah dari para aparat hukum untuk menemukan inovasi dalam menemukan solusi untuk mengungkap kejahatan yang sangat tertutup, dengan demikian dikenal istilah justice collaborator yang berarti saksi pelaku yang terlibat dalam tindak pidana yang berkolaborasi bersama aparat penegak hukum. Dalam penulisan ini ditemukan suatu permasalahan yakni masih terdapat kontradiksi antara putusan hakim dalam kasus perkara Nomor 320/Pid.Sus/2020/PN.Pbr dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun hasil dari penelitian ini yakni regulasi yang mengatur perihal justice collaborator di Indonesia pada saat ini masih belum bisa menjamin kepastian perlindungan hukum terhadap justice collaborator, hal tersebut dibuktikan dengan adanya kasus perkara Nomor 320/Pid.Sus/2020/PN.Pbr yang belum sepenuhnya memenuhi hak-hak terdakwa yang berstatus sebagai justice collaborator. Maka dari itu diperlukan adanya pembaharuan hukum pada Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban guna memberi perlindungan hukum terhadap justice collaborator. Kata Kunci: Narkotika, Justice Collaborator, Perlindungan Hukum Abstract Narcotics crime is often organized and closed. Indonesian National Narcotics Agency (henceforth referred to as BNN) along with enquirers from the Indonesian National Police (henceforth referred to as POLRI) seems to face a hurdle in revealing narcotics crime and the biggest drug dealers behind drug transactions. There has been an idea about finding the solution to reveal this highly closed crime, and justice collaborator is the manifestation of this idea. A justice collaborator is a criminal offender willing to become a witness to collaborate with law enforcers. This research delves into the contravention of Decision Number 320/Pid.Sus/2020/Pn.Pbr to Law concerning Protection of Witnesses and Victims. With normative-juridical methods and statutory and case approaches, this research reveals that the regulation governing justice collaborators in Indonesia cannot guarantee legal certainty for justice collaborators. The Decision concerned does not fulfil all the rights of the defendant as a justice collaborator. Thus, an amendment to Law Number 31 of 2014 concerning the Protection of Witnesses and Victims is required to ensure that legal protection is properly given to justice collaborators. Keywords: Narcotics, Justice Collaborator, Legal Protection
RESTITUSI BAGI KORBAN TINDAK PIDANA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA Ahmad Yunus
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ahmad Yunus, I Nyoman Nurjaya, Mufatikhatul Farikhah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: ahmadyunus@student.ub.ac.id Abstrak penulis mengangkat isu mengenai hakim yang berperan pasif dalam pemberian ganti kerugian dalam hukum yang berlaku saat ini. Hakim bersifat menunggu karena pemberian ganti kerugian harus melalui LPSK terlebih dahulu lalu dicantumkan dalam tuntutan penuntut umum barulah bisa diputus oleh hakim. Ini berbeda dengan pengaturan yang ada dalam RUU KUHAP karena hakim dapat menjatuhkan ganti kerugian secara langsung kepada terdakwa. Penulis menilai mekanisme dalam RUU KUHAP lebih efektif. Akan tetapi, untuk mengatasi kekaburan hukum dalam RUU KUHAP, penulis menawarkan konsep pembaharuan pengaturan ganti kerugian. Konsep pembaharuan pengaturan ganti kerugian yang penulis tawarkan dapat dilihat dari pergeseran peran aktif antara korban dengan hakim dan penuntut umum. Dalam mekanisme pembaharuan dari penulis. Korban, keluarga atau kuasanya dapat mengajukan permohonan restitusi kepada penuntut umum untuk dicantumkan dalam tuntutan. Selanjutnya LPSK memberikan peniliaian terhadap besaran ganti kerugian yang berhak diterima korban. Lalu hakim dapat memutus untuk menerima atau menolak permohonan restitusi. Pasal 133 Ayat 1 RUU KUHAP yang menyatakan hakim dapat menjatuhkan ganti kerugian secara langsung kepada terdakwa adalah bersifat antisipatif. Ini dimaknai bahwa apabila hakim melihat kerugian yang diderita korban dan ganti kerugian tidak dicantumkan dalam tuntutan maka hakim dapat menjatuhkan ganti kerugian kepada terdakwa. Konsep pembaharuan penulis ini menggabungkan pengaturan yang ada dalam RUU KUHAP dan UU PSK. Salah satunya adalah diakui kerugian materiil maupun immateriil. Konsep pembaharuan ini juga bertujuan untuk melakukan unifikasi hukum terkait pengaturan ganti kerugian berupa restitusi yaitu dalam RUU KUHAP. Kata kunci: Restitusi, Korban, Hukum Acara Pidana Abstract This research aims to study the issue regarding the judge not being actively involved in giving restitution according to the current law. In this case, the judge tended to keep waiting because the provision of the restitution must involve the Witness and Victim Protection Center (henceforth referred to as LPSK), followed by the registration in a general prosecution before the judge had the authority to declare the court decision. On the contrary, the regulation outlined in the draft Criminal Code Procedure states otherwise, where a judge can directly declare the verdict against the defendant. This research sees that the mechanism of the Draft Criminal Code Procedure is more effective. However, to tackle the vagueness of the norm of the draft, this research also offers the concept of revision of the regulation concerning restitution. The concept of this revision can be seen from the shifting active role of the victim, judge, and general prosecutors. In the mechanism of revision suggested by the author, the victim, family, and representatives could request restitution to general prosecutors to be registered to the charge. Furthermore, the LPSK could deliver an assessment regarding the amount of restitution that should be given to the victim concerned. From this point, the judge could decide whether to accept or deny the restitution proposed. Article 133 paragraph 1 of Draft Criminal Procedural Law states that the decision directly made by the judge regarding the restitution for the defendant is anticipative. That is, if the judge assures that the victim is affected by the loss while the loss is not registered in the charge, the judge can directly deliver the verdict over the restitution against the defendant. The concept of the revision proposed in this research combines the regulatory provision in the Draft Criminal Code Procedure and Law concerning the Protection of Witnesses and Victims, where it should recognize material and non-material losses. This concept also aims to carry out a unification of law regarding the regulation of restitution in the Draft Criminal Code Procedure. Keywords: Restitution, Victim, Criminal Law
FORMULASI DAN BENTUK HUKUM “SEVERE PENALTIES” ARTICLE 3 BIS PARAGRAPH (C) THE CONVENTION ON INTERNATIONAL CIVIL AVIATION, CHICAGO 1944 Muhammad Hisyam Rizky Firdaus
Brawijaya Law Student Journal Sarjana Ilmu Hukum, April 2023
Publisher : Brawijaya Law Student Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muhammad Hisyam Rizky Firdaus, Adi Kusumaningrum, Agis Ardiansyah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jalan MT Haryono 169, Malang 65145 e-mail: hisyam_rizkyfirdaus@yahoo.com   Abstrak Jurnal ini mengangkat formulasi dan bentuk hukum dari frasa “Severe Penalties” Pasal 3 bis Paragraf (c) Konvensi Chicago 1944. Penelitian ini mengangkat dua permasalahan berhubungan dengan ketidakjelasan pemaknaan formulasi dan bentuk hukum dari frasa “Severe Penalties” Pasal 3 Bis Paragraf (c) Konvensi Chicago 1944. Pertama, Bagaimana formulasi dan bentuk hukum “Severe Penalties” Pasal 3 bis Paragraf (c) Chicago Convention 1944. Kedua, apakah formulasi dan bentuk hukum “Severe Penalties” di beberapa negara peratifikasi sesuai dengan maksud dan tujuan Pasal 3 bis paragraf (c) Chicago Convention 1944. Untuk menjawab permasalahan diatas penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif metode pendekatan yang dipakai adalah Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan Pendekatan perbandingan (comparative approach). Jenis dan sumber bahan hukum terbagi menjadi sumber hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik penelusuran bahan hukum dalam penelitian hukum normatif dapat diperoleh melalui penelusuran bahan hukum atau studi kepustakaan (library research) terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik analisis bahan hukum pada penelitian hukum normatif dapat menggunakan teknik interpretasi yang sesuai, antara lain interpretasi gramatikal, sistematis, formal, ekstensif, restriktif, dan lain-lain. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis menemukan bahwa menafsirkan frasa “severe penalties” membutuhkan 3 metode. Yaitu, Penafsiran Tekstual (textual school), interpretasi kehendak para pihak (Intention of the parties school) atau travaux preparatoires (preparatory works), dan menurut Maksud dan Tujuan dari Perjanjian (teleological school). Tujuan dari pemberian frasa “severe penalties” itu sendiri ialah menghukum pelanggar wilayah udara mereka dengan hukuman berat dan tidak membahayakan penumpang yang ada didalamnya. Kata kunci: severe penalties, Pasal 3 bis, Konvensi Chicago 1944     Abstract This research studies the formulation and the legal form of the phrase “severe penalties” in Article 3 bis, Paragraph (c) of the Chicago Convention 1994, and it is specifically focused on two issues regarding the murky definition of the formulation and the legal form of this phrase within the following research problems concerning, first, the formulation and the legal form of the phrase “severe penalties” of Article 3 bis, Paragraph (c) of Chicago Convention 1944 and, second, whether the formulation and legal form of the phrase “severe penalties” in several states ratifying the convention are relevant to the intention and objective of Article 3 bis, Paragraph (c) of Chicago Convention 1944. This research employed a normative-juridical method and statutory and comparative approaches. Primary, secondary, and tertiary data were obtained from library research and analyzed using grammatical, systematic, formal, extensive, and restrictive interpretations, among others. The research results reveal that interpreting this phrase requires three methods: textual school intention of the parties school, or travaux preparatoires (preparatory works) and teleological school. The intention of the phrase “severe penalties” is to punish violators (pilots of airliners holding no flight permits to fly over a territory of a state) under severe penalties without harming the passengers on board. Keywords: severe penalties, Article 3 bis, Chicago Convention of 1944

Page 1 of 4 | Total Record : 35


Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 More Issue