cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 26 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019" : 26 Documents clear
DISPARITAS SANKSI PIDANA DALAM PERKARA ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Studi Putusan No. 26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg dan Putusan No. 06/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Pwt) Fyan Fryzano Sitorus
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fyan Fryzano Sitorus, Prija Djatmika, Eny Harjati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono No. 169 Malang fryzano@gmail.com  ABSTRAK Tindak pidana bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa saja namun banyak tindak pidana yang dilakukan oleh anak, seperti tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam Putusan Pengadilan Negeri Palembang No.26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg dan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.06/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Pwt. Rumusan norma yang berkaitan dengan ancaman pidana dalam KUHP kerap kali menimbulkan ruang terjadinya disparitas. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Apakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam Putusan No.26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg dan Putusan No.06/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Pwt? (2) Apakah yang menyebabkan terjadinya disparitas dalam Putusan No.26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg dan Putusan No.06/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Pwt?.Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dengan jenis pendekatan penelitian perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan penyebab terjadinya disparitas pidana dalam Putusan No.26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg dan Putusan No.06/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Pwt antara lain : sistem hukum yang dianut Indonesia, peraturan perundang-undangan Indonesia, faktor dari diri terdakwa, saksi korban serta teori tujuan pemidanaan yang digunakan hakim dalam putusan-putusan di atas. Kata Kunci : Disparitas Pidana, Anak, Pencurian Dengan Pemberatan   ABSTRACT Crime is not restricted to adults, but it can also involve children. It is obvious in the following example where a child was involved in a theft with aggravation as in District Court Decision of Palembang Number 26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg and District Court Decision of Purwokerto Number 06/Pid.Sus.Anak/2015PN.Pwt. The formulation of norm concerning criminal offense with aggravation in Criminal Code often sparks disparity. This research is focused on the following research problems: (1) what is the basic consideration of judges in passing the Decision Number 26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg and Decision Number 06/Pid.Sus.Anak/2015/PN>Pwt? (2)What causes disparity between Decision Number 26/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Plg and Decision Number 06/Pid.Sus.Anak/2015/PN>Pwt? This is a normative juridical research employing statute and case approaches. The research result reveals that the consideration made by the judges are relevant to the existing law, while the disparity between the two decisions is due to legal system referred to in Indonesia, Indonesian legislation, factors coming from the defendant, witness of the victim, and the theory of objective of punishment referred to by the judges regarding the above decisions. Keywords: criminal disparity, child, aggravated theft offense
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PASAL 3 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN (Studi Di Perusahaan Listrik Negara Cabang Kraksaan Kabupaten Probolinggo) Ari Yulianggara
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ari Yulianggara, Lutfi Effendi., SH., M.Hum, Amelia Ayu Paramitha, S.H.,M.H Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email : ariyulianggara07@gmail.com  ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai penegakan hukum administrasi negara, kendala dan upaya Perusahaan Listrik Negara cabang Kraksaan Kabupaten Probolinggo terhadap pelaksanaan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Dengan ditetapkannya Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Dimana terdapat suatu pulau tepatnya di pulau gili ketapang kabupaten probolinggo,yang masih belom mendapatkan pasokan sumber energy listrik secara maksimal. Jenis penelitian ini menggunakan yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis.Data melibatkan data primer dan data sekunder, data pertama diperoleh dengan melakukan wawancara, sedangkan yang kedua diperoleh dengan mempelajari literatur yang berasal dari hukum, para ahli dan sumber dari internet, diikuti dengan analisis deskriptif kualitatif dari data. Hasil penelitian menyatakan bahwa penegakan hukum administrasi negara sudah berjalan dengan baik namun belum maksimal terbukti bahwa dalam pelaksanaan masih terdapat kekurangan-kekurangan dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan listrik negara cabang Kraksaan Kabupaten Probolinggo. Kata kunci: Penegakan Hukum Administrasi Negara, penyediaan energy listrik   ABSTRACT This research seeks into the enforcement of state administrative law, impeding factors, and measures of State Electricity Company of branch of Kraksaan, Regency of Probolinggo in relation to the implementation of Article 3 Paragraph (2) of Law Number 30 of 2009 concerning Electric Power.  Despite the implementation of Article 3 paragraph (2) of Law Number 30 of 2009 concerning Electric Power, Gili Ketapang is an island in the Regency of Probolinggo that does not receive any electrical current maximally. This research was based on empirical juridical method with socio-juridical approach. The data required in the research involved both primary and secondary materials, where the former was obtained from interview and the latter was based on literature review, law, experts’ notions, and sources available on the Internet. All the data was analysed based on qualitative descriptive analysis.  The research learns that the enforcement of state administrative law has been implemented accordingly but not maximally since there are lacks and impeding factors faced by the state electricity company of branch of Kraksaan, the Regency of Probolinggo. Keywords: enforcement of state administrative law, provision of electric power
KEABSAHAN WASIAT LISAN SEBAGAI DASAR PEMBAGIAN WARIS MENURUT HUKUM ADAT (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 170/Pdt.G/2012/Pn.Slmn) Krisna Murti
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Krisna Murti, Dr. Rachmi Sulistyarini, S.H., M.H., Shinta Puspita Sari, S.H., M.H.Fakultas Hukum, Universitas Brawijayamurtikrisna955@gmail.comABSTRAKPada penelitian ini penulis mengangkat permasalahan keabsahan wasiat lisan sebagai dasar pembagian waris menurut hukum adat. Mengenai wasiat lisan yang dikenal dalam sistem hukum adat, salah satunya dalam hukum adat jawa. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 170/Pdt.G/2012/Pn.Slmn. Dalam gugatan yang diajukan oleh penggugat yang merupakan anak angkat dari si pewaris, pewaris melakukan pembagian harta warisannya dengan cara wasiat lisan kepada anak-anak angkatnya, yang tidak diketahui oleh ahli waris lainya dan penggugat tidak dapat membuktikannya dalam persidangan tersebut, namun pembagian itu dikabulkan oleh majelis hakim.Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah Apakah wasiat lisan sebagai dasar pembagian waris dalam putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor: 170/PDT.G/2012/PN.Slmn sesuai dengan hukum Adat, Apakah amar putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor: 170/PDT.G/2012/PN.Slmn telah sesuai dengan hukum Acara Perdata dan Bagaimana Implikasi Yuridis dari Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 170/PDT.G/2012/PN.Slmn.Untuk menjawab permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis-normatif serta menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan studi kasus dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum yang telah diperoleh dianalisis menggunakan metode interpretasi gramatikal danivinterpretasi sistematis yang didasari atas pengaturan hukum antar pasal dari permasalahan hukum itu sendiri.Berdasarkan pembahasan, disimpulkan bahwa wasiat lisan sebagai dasar pembagian waris dalam putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor: 170/PDT.G/2012/PN.Slmn tidak sesuai dengan ketentuan hukum Adat, amar putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor: 170/PDT.G/2012/PN.Slmn tidak tepat karena hakim tidak sepenuhnya mencari kebenaran formil terhadap pemeriksaan perkara tersebut, namun berdasarkan sifat putusan yang sudah inkrach, jika tidak ada pembatalan maka implikasi yuridis putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor:170/PDT.G/2012/PN.Slmn memiliki kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan eksekutorial.Kata Kunci : Wasiat Lisan, Pembagian Waris, Hukum Adat ABSTRACTThis research is aimed to look into the validity of oral wills as basic consideration of inheritance division from the perspective of Adat law, and Javanese Adat law recognises oral wills. Decision of District Court of Sleman Number 170/Pdt.G/2012/Pn.Slmn was analysed and this research learned that the plaintiffs in this case were the adopted children of the testator where the testator made an oral will implying that he also passed his legacy to his adopted children, about which other heirs knew nothing. In this situation, the plaintiffs failed to give evidence at court but panel of judges granted the inheritance division.Based on the issues above, this research seeks into whether the oral will in the District Court Decision of Sleman with Number as stated above is in line with Adat law, whether the District Court injunction with the number mentioned above is relevant to Civil Law, and how the juridical implication of the Decision with the number mentioned above is.This research was conducted based on normative juridical method with statute, case study, and conceptual approaches. The legal materials involved primary, secondary, and tertiary data, all of which were further analysed with grammatical and systematic interpretation according to the rule of law across articles regarding the legal issues brought.viFrom the discussion, it can be concluded that the oral will made as in the Decision mentioned above contravenes the provisions of Adat law. The Decision made is deemed irrelevant because it seems that the judges do not bring any formal truth regarding the enquiry of the case. However, when the decision is inkrach, the juridical implication of the Decision of the District Court of Sleman Number 170/PDT.G/2012/PN.Slmn holds a legal binding force, evidential force, and executorial force unless it is revoked.Keywords: oral wilss, Inheritance Division, Adat Law
PENAFSIRAN HAKIM TERHADAP PASAL 7 AYAT (3) HURUF a KOMPILASI HUKUM ISLAM TERKAIT PENGESAHAN PERKAWINAN UNTUK PENYELESAIAN PERCERAIAN Taradita Nindyawati
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Taradita Nindyawati, Ratih Dheviana Puru Hitaningtyas, SH., LL.M , Fitri Hidayat,S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email : tara.ditanin@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penafsiran hakim terhadap pengesahan perkawinan yang dilakukan dalam rangka penyelesaian perceraian pada pasal 7 ayat (3) huruf a Kompilasi Hukum Islam. Ketentuan pasal 7 ayat (3) tersebut mengatur mengenai pembatasan permohonan itsbat nikah yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang salah satunya ialah pada huruf a yang berbunyi adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. Dengan mengabulkan permohonan itsbat nikah yang diakumulasikan dengan gugatan perceraian terhadap perkawinan yang sejak awal tidak pernah dicatatkan atau tidak sesuai dengan syarat dan rukun perkawinan yang berlaku maka dapat memunculkan adanya penyelundupan hukum. Membuktikan pula bahwa adanya kekaburan makna, dimana pasal tersebut tidak mampu atau tidak dijelaskan maksud sebenarnya terhadap pengesahan perkawinan untuk penyelesaian perceraian tersebut. Untuk memahami penjelasan pasal tersebut maka diperlukan analisis terhadap suatu putusan Pengadilan Agama (Putusan Pengadilan Agama (Nomor 127/Pdt.G/2012/PA.Tkl, Nomor 106/Pdt.G/2013/PA.Sly, dan Nomor 85/Pdt.G/2014/PA.Talu) dengan menggunakan metode interpretasi/penafsiran hakim yaitu penafsiran Gramatikal dan Teleologis. Secara Gramatikal Hakim menafsirkan kata “adanya” pada ketentuan Pasal 7 ayat (3) huruf a tersebut dengan membuktikan kebenaran dari perkawinan yang terjadi sebelumnya dan secara Teleologis hakim menafsirkan dengan lebih memperhatikan kemaslahatan dan memahami nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Untuk menghindari penyelundupan hukum lebih baik jika para Hakim dalam memutus perkara pengesahan perkawinan untuk penyelesaian perceraian tersebut dengan menggandengkan Pasal 7 ayat (3) huruf a KHI dengan Pasal 7 ayat (3) huruf e KHI, dalam arti perkawinan yang dapat disahkan dan dikabulkan perceraiannya ialah perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang memang tidak memiliki halangan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kata Kunci: Itsbat Nikah, Perkawinan Tidak Dicatat, Penafsiran Hakim ABSTRACT This research is aimed to analyse judge’s interpretation of marriage validity performed for divorce settlement as in Article 7 paragraph (3) letter a of Islamic Law Compilation. The provision of Article 7 paragraph (3) regulates the restriction of Proposal for itsbat of marriage that can only be proposed to Religious Court as in letter a where marriage validity is referred to as to settle divorce. Granting the proposal of itsbat of marriage added to proposed divorce in a marriage not registered or not relevant to accepted requirement and pillar of marriage can trigger ‘law smuggling’. Moreover, it also proves that there is vague of definition, where the article is not further elaborated in terms of real definition of marriage validity referred to as divorce settlement. To understand the article, profound analysis of Religious Court Decisions Number 123/Pdt.G/2012/PA.Tkl, Number 106/Pdt.G/2013/PA.Sly, and Number 85/Pdt.G/2014/PA.Talu is required by means of grammatical and teleological interpretation. Grammatically, the judge interpreted the word ‘there is’ in the provision of Article 7 Paragraph (3) letter a by proving the truth of the marriage that took place earlier and theologically the judge considered the merit and understood the values existing in the society. It is essential that judge settle the divorce by integrating Article 7 paragraph (3) letter a of Islamic Law Compilation with Article 7 paragraph (3) letter e of Islamic Law Compilation, meaning that divorce can be granted and legalised when the marriage does not contravene the Law Number 1 of 1974 concerning Marriage.   Keywords: itsbat of marriage, unregistered marriage, judge’s interpretation 
IMPLEMENTASI PASAL 224 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERKAIT SYARAT CAMAT (Studi di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Derah Kabupaten Paser, Kalimantan Timur) Ilham Baihaqi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ilham Baihaqi, Agus Yulianto, S.H., M.H., Herlin Wijayati, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: ilhambaihaqi89@yahoo.com ABSTRAK Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi, dan Daerah Provinsi dibagi atas Daerah Kabupaten/Kota, Daerah Kabupaten/Kota dibagi atas Kecamatan, dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan dan/atau Desa. Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota memiliki unsur penyelenggara urusan pemerintahan yang disebut Pemerintah Daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah. Dalam Perangkat Daerah terdapat Jabatan-Jabatan yang ditempati oleh Pegawai Negeri Sipil. Kecamatan sebagai salah satu Perangkat Daerah Kabupaten/Kota sehingga pengisian Jabatan dalam Perangkat Daerah tersebut diatur melalui peraturan perundang-undangan, hal ini diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 224 ayat (2) yaitu “Bupati/Wali Kota wajib mengangkat camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kabupaten Paser, Kalimantan Timur terdiri dari 10 (sepuluh) wilayah kecamatan, 5 (lima) wilayah Kecamatan dipimpin Camat yang berlatar pendidikan non-pemerintahan yang diklasifikasikan sebagai berikut: 3 (tiga) orang Camat telah mengikuti Diklat Camat dan 2 (dua) orang Camat Belum mengikuti Diklat Camat, sehingga peraturan mengenai syarat camat belum sepenuhnya diterapkan. Kata Kunci: Kecamatan, Camat, Syarat Camat ABSTRACT Indonesia is divided into the regions of province, and the province is divided into several local areas of regencies/municipalities. The regencies/municipalities are further broken down into districts, the districts into sub-districts and/or villages. The provincial areas or regencies/municipalities run their government locally, or it is called as local government consisting of local head and Regional House of Representatives (DPRD). The government run by the local head is within the regional authority assisted by regional instruments. Local government has official positions in which civil servants sit. A district is one of local instruments of a regency/municipality and the requirements for an official position in the district are regulated in the provisions of Law Number 23 of 2014 concerning Local Government Article 224 paragraph (2) stating “A regent/mayor is required to assign a district head and comply with employment requirements in accordance with provisions of legislation. The Regency of Paser, East Kalimantan consists of 10 (ten) district areas, where 5 (five) are ruled by officials with non-government education background that is classified into the following: 3 (three) district heads have joined training for the district head position and the other two have not joined. Looking at this condition, it can be concluded that regulation concerning requirements that have to be fulfilled as a district head are not fully implemented. Keywords: district area, district head, requirement of a position as a district head 
KEABSAHAN PERJANJIAN KREDIT ANTARA PIHAK NASABAH DAN BANK MELALUI AGEN ELEKTRONIK ARTIFICIAL INTELLIGENCE DENGAN SISTEM CHATBOT Muhammad Hafidz S
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muhammad Hafidz S, Dr. Reka Dewantara, S.H., M.H. Diah Pawestri M, SH.MH. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jalan Mt. Haryono 169 Malang 65145, Telp. (0341)553898, Fax. (0341)566505 Email: m.hafidzz22@yahoo.co.id   ABSTRAK Pada penelitian ini, Penulis mengangkat permasalahan mengenai Keabsahan Perjanjian Kredit Antara Pihak Nasabah dan Bank Melalui Agen Elektronik Artificial Intelligence dengan Sistem Chatbot. Pilihan tema tersebut dilator belakangi karena semakin berkembangnya teknologi elektronik di Indonesia pada khususnya di bidang Perbankan. Teknologi elektronik di bidang Perbankan yang diterapkan yaitu chatbot, chatbot ini menjadi sarana dan juga sebagai perwakilan bank untuk melakukan perjanjian kredit dengan nasabahnya dan membuat banyak sudut pandang tentang keabsahan perjanjian kredit yang dilakukan melalui chatbot tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut muncul masalah keabsahan perjanjian kredit melalui chatbot. Maka penelitian ini dirumuskan masalah yaitu “Bagaimana Keabsahan Perjanjian Kredit Antara Pihak Nasabah dan Bank Melalui Agen Elektronik Artificial Intelligence dengan Sistem Chatbot?” Untuk menjawab rumusan permasalahan diatas, penelitian hukum yuridis normatif ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis, dan pendekatan perbandingan. Jenis hukum yang digunakan terbagi menjadi tiga yaitu bahan hukum premir, sekunder dan tersier. Bahan-bahan hukum yang diperoleh ditelusuri dengan cara studi kepustakaan dan mengakses internet. Kemudian bahan hukum tersebut akan di analisa menggunakan Teknik interprestasi gramtikal dan interprestasi sistematis. Kata Kunci: Keabsahan Perjanjian Kredit, Artificial Intelligence, Chatbot   ABSTRACT In this study, the author raised the issue of the validity of the Credit Agreement between the Customer and the Bank through an Artificial Intelligence Electronic Agent with the Chatbot System. The choice of the theme is behind the dilator because of the growing development of electronic technology in Indonesia in particular in the field of Banking. The electronic technology in banking that is applied, namely chatbot, chatbot is a means and also as a bank representative to enter into credit agreements with customers and make many perspectives on the validity of credit agreements made through the chatbot. Based on this background, the issue of the validity of credit agreements through chatbot arises. So this research formulated the problem "How is the Legitimacy of Credit Agreements Between Customers and Banks Through Artificial Intelligence Electronic Agents with Chatbot Systems?" . The types of law used are divided into three namely premir, secondary and tertiary legal materials. The legal materials obtained were traced through literature study and internet access. Then the legal material will be analyzed using the gramtical interpretation technique and systematic interpretation.   Keywords: Validity of Credit Agreement, Artificial Intelligence, Chatbot
PEMENUHAN HAK MEMILIH BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM PEMILU TAHUN 2019 (STUDI DI KABUPATEN MALANG) Iffah Hasna Sholihat
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Iffah Hasna Sholihat, Dr. Aan Eko Widiarto S.H., M.Hum., Mohammad Dahlan S.H., MH. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: iffahhasnas@gmail.com  ABSTRAK Pemilihan umum merupakan wujud demokrasi dalam bernegara, dan rakyat Indonesia sebagai pemilih tentu perlu untuk diberikan hak memilihnya kepada seluruhnya, termasuk kepada penyandang disabilitas. Penyandang disabiltitas sebagai kelompok yang rentan, turut diberikan hak untuk memilih dalam pemilu, yang merupakan bagian dari hak politik yang diatur pada UU Disabilitas dan UU Pemilu. Adapun penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis, dengan melihat fakta-fakta mengenai implementasi pemenuhan hak memilih bagi penyandang disabilitas dalam pemilu, dengan pemilihan lokasi di Kabupaten Malang, yang merupakan salah satu wilayah yang turut serta berkomitmen dalam inklusifitas, berdasarkan rencana aksi nasional hak asasi manusia. Adapun hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pemenuhan hak memilih bagi penyandang diabilitas terbagi menjadi 2 (dua) fase, yakni pemenuhan hak memilih sebelum hari pemilihan (preelection) yang terdiri dari tahap sosialisasi dan pendidikan pemilih, tahap penyusunan daftar pemilih dan tahap kampanye, serta pemenuhan hak memilih pada hari pemilihan (election), namun hal tersebut masih belum maksimal dilakukan karena belum adanya peraturan yang mengatur secara khusus mengenai hak politik bagi penyandang disabilitas. Maka perlu untuk mengeluarkan peraturan yang secara khusus mengatur mengenai pemilih disabilitas dalam pemilu, agar terciptanya pemilu yang inklusif bagi seluruh warga negara Indonesia. Kata Kunci: Pemilu, Hak Memilih, Disabilitas,   ABSTRACT Election reflects democracy of a state, and all Indonesian citizens must be given right to vote including the disabled. The disabled are deemed vulnerable but still have to be given a right to vote that is a part of political rights as regulated in Law concerning Disability and Law concerning General Election. This research as regulated in Law concerning Disability and Law concerning approach. This research took place in the regency of Malang that supports inclusiveness based on national act for human right. The research result concludes that supporting right to vote is divided into two phases: right before election day (pre-election) consisting of introduction to prospective voters and their education level, arranging the list of voters, and political campaign; the second phase is relating to fulfillment the right to vote during election day, but this has nor been maximally performed since there are no regulations specifically governing the political rights of disabled people. Thus, regulation governing the issue is required to support iclusiveness in general election for the whole people of the state. Keywords: general election, right to vote, disability.
PERLINDUNGAN HUKUM KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR BAGI MASYARAKAT (Studi di Kota Batu) Nur Zelynda Avelina
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nur Zelynda Avelina, Imam Keswahyono, Setiawan WicaksonoFakultas Hukum Universitas BrawijayaJl. MT. Haryono No. 169 Malang, Jawa Timur, 65145e-mail: zelyndaavelina@gmail.com AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kendala implementasi pasal 13 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang dilakukan oleh HIPPAM kota Batu, serta mengkaji dan menganalisis upaya dan solusi dari HIPPAM dan Pemerintah Kota Batu dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air di Kota Batu dalam rangka memberikan perlindungan hukum ketersediaan SDA bagi masyarakat Pemerintah Kota Batu. Berkaitan dengan Kendala Implementasi Pasal 13 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan ada faktor internal maupun eksternal yang dialami oleh HIPPAM maupun Pemerintah Kota Batu, dan masih banyak kendala yang dihadapi, ole karena itu HIPPAM dan Pemerintah kota Batu. Mereka memiliki upaya dan solusi baik preventif maupn represif dalam peningkatan di internal maupun eksternal yang sudah direncanakan dengan bagus, namun masih ada hal yang perlu diperbaiki lagi untuk menjaamin ketersediaan air guna perlindungan bagi masyarakat, yang harus bersinergi satu sama lain antara pemerintah, HIPPAM, dan masyarakat serta swasta.Kata kunci: Perlindungan hukum, air, HIPPAM. AbstractThis study aims to examine and analyze the obstacles in implementing Article 13 of Law Number 11 of 1974 concerning Irrigation carried out by Batu City HIPPAM, as well as assessing and analyzing the efforts and solutions of the HIPPAM and Batu City Government in managing and utilizing water resources in the City Batu in the context of providing legal protection for the availability of natural resources for the people of Batu City Government. Regarding the quality and quantity of natural resources caused by tourism and other activities, and the decrease in the quantity of one of the springs in the city of Batu. In connection with the Implementation Obstacle of Article 13 of Law Number 11 Year 1974 Regarding Irrigation, there are internal and external factors experienced by HIPPAM or the City Government of Batu, and there are still many obstacles faced, because of that HIPPAM and the City Government of Batu. They have efforts and solutions both preventive and repressive in internal and external improvements that have been well planned, but there are still things that need to be improved to guarantee the availability of water for protection for the community, which must synergize with each other between the government, HIPPAM, and public and private sector.Keywords: Legal protection, water, HIPPAM
PELAKU PENEMBAKAN MASSAL SEBAGAI TERORISME YANG MEMENUHI UNSUR- UNSUR SEBAGAI EXTRAORDINARY CRIME Antoni Meyer
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Antoni Meyer, Dr. Herman Suryokumoro, S.H., M.S., Yasniar Rachmawati, S.H.,M.H.Fakultas Hukum Universitas BrawijayaAntonimeyer13@gmail.com ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kejahatanpenembakan massal dan apakah penembakan massal dapat dikategorikan sebagaiterorisme yang memenuhi unsur-unsur extraordinary crime. Alasan penelitian inidi ambil karena higga saat ini masih banyak orang yang menganggap suatukejahatan penembakan adalah terorisme, namun sebenarnya kejahatan tersebutadalah penembakan massal sehingga menciptakan perbedaan pemidanaan.Penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan penelitianperundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Teknikpengumpulan bahan hukum digunakan melalui studi kepustakaan dan internet.Teknik analisis bahan hukum yang di gunakan adalah dengan cara normatifkuantitatif. Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa beberapakejahatan penembakan massal dapat dikategorikan sebagai terorisme yangmemenuhi unsur- unsur extraordinary crime.Kata kunci: Pelaku penembakan massal, Terorisme, Extraordinary Crime ABSTRACTThis research is aimed to look further into the crime involving mass shootings andwhether mass shootings can be categorised as an act of terrorism that meets theelement of extraordinary crime. This research embarks from confusion overwhether shootings can be said as terrorism. However, mass shootings may bringto different type of punishment compared to terrorism. This normative researchemployed statute, conceptual, and case approaches. Legal materials were obtainedfrom literature review and the Internet. All the materials were analysed innormative and quantitative methods. The research result learns that several massshootings can be categorised as terrorism that meets the elements of extraordinarycrime.Keywords: mass shooters, terrorism, extraordinary crime
ANALISIS RED II (RENEWABLE ENERGY DIRECTIVE) UNI EROPA YANG MENJADI HAMBATAN TEKNIS TERHADAP PERDAGANGAN CPO (CRUDE PALM OIL) INDONESIA BERDASARKAN TECHNICAL BARRIER TO TRADE AGREEMENT-WTO Arsyad Rahmandani
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Arsyad Rahmnandani, Sukarmi, Yasniar Rachmawati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jalan MT. Haryono No. 169 Malang, Jawa Timur, Indonesia. Email: arsyadrahmandani@gmail.com  ABSTRAK Perdagangan Internasional menjadi faktor penting bagi peningkatan kemajuan ekonomi Negara-negara di dunia. Permasalahan sering muncul ketika suatu negara anggota tidak mematuhi terhadap ketentuan GATT/WTO, salah satunya seperti dalam prinsip non diskriminasi dan tindakan hambatan teknis non tarif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan energi terbarukan Reneweble Energy Directive (RED II) Uni eropa yang bertentangan dengan TBT Agreement-WTO dan termasuk kedalam tindakan proteksi perdagangan. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Sehingga penulis akan dapat membuat kesimpulan berupa kritik atau apresiasi terhadap keberadaan Renewable Energy Directive Uni Eropa dalam tatanan perdagangan internasional khususnya kaitannya dengan perdagangan CPO Indonesia ke Uni Eropa. Pendekatan peraturan tertulis disini, penulis fokuskan pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam TBT Agreement-WTO yang dikaitkan dengan Renewable Energy Directive II dan regulasi teknisnya. Pendekatan peraturan tertulis ini menjadi bahan analisis utama yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Uni Eropa melanggar TBT Agreement terutama pelanggaran prinsip non diskriminasi (national treatment) dalam pasal 2.1. Karena kebijakan tersebut merupakan suatu regulasi teknis (technical regulation, yang menjadi permasalahan antara produk impor dengan produk domestik merupakan produk serupa (like products) dan produk impor diberlakukan kurang menguntungkan dibandingkan dengan produk domestik yang sejenis. Kemudian kebijakan RED II Uni Eropa yang menetapkan CPO Indonesia sebagai produk beresiko tinggi ILUC dan mengakibatkan deforestasi adalah tindakan proteksi pasar yang tidak sesuai dengan artikel 2.2 TBT Agreement. Kata kunci : Perdagangan internasional, WTO, TBT Agreement, CPO, RED, hambatan teknis, non tariff   ABSTRACT International trade is essential in economic development of worldwide states. There is a certain issue coming up when a member state fails to comply with the provisions set by GATT/WTO such as the issue concerning non-discrimination principle and non-tariff related technical barrier. This research is aimed to analyse Renewable Energy Directive (RED II) of European Union that contravenes TBT Agreement-WTO and is included in trade protection act. This research was conducted based on normative-juridical method. Criticism and appreciation are addressed to the existence of Renewable Energy Directive of EU within the structure of international trade especially in Crude Palm Oil (CPO) Trade from Indonesia to EU. This research is more focused on the principles of TBT Agreement-WTO related to Renewable Energy Directive II and technical regulation. The approach used serves as the primary material to analyse. It is learned that EU has violated TBT Agreement especially regarding non-discrimination principle (national treatment) in Article 2.1 because the policy is considered as technical regulation, and this sparks an issue concerning that imported and domestic products are categorised as like products. In this case, imported products are not treated equally and tend to be disadvantaged compared to domestic products. Moreover, RED II of EU put CPO Indonesia into force as high-risk product of ILUC and market protection not relevant to Article 2.2 of TBT Agreement has caused deforestation. Keywords: international trade, WTO, TBT Agreement, CPO, RED, technical barrier, non-tariff.

Page 1 of 3 | Total Record : 26


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 More Issue