cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 30 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019" : 30 Documents clear
KESESUAIAN PASAL 20 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN PARAGRAPH 1 ARTICLE 27 TRIPs AGREEMENT Timotius Patrick Sianturi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Timotius Patrick Sianturi, M. Zairul Alam, S.H., M.H., Diah Pawestri Maharani, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya timotius.patrick9@gmail.com  ABSTRAK Penelitian ini mengangkat permasalahan Kesesuaian Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten dengan Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi bahwa kewajiban bagi pemegang paten yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten merupakan salah satu bentuk diskriminasi paten yang diatur dalam Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement. Sesuai laporan Kamar Dagang Amerika Serikat Tahun 2016, dimana Indonesia sebagai negara yang sudah meratifikasi TRIPs Agreement melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 memasukkan aturan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten yang bertentangan dengan TRIPs Agreement. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundangundangan (statue approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan penafsiran gramatikal, sistematis, dan komparatif. Penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten merupakan salah satu bentuk diskriminasi paten yang dilarang dalam Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement , padahal Seharusnya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten harus disesuaikan dengan TRIPs Agreement, sebab Indonesia sudah meratifikasi TRIPs Agreement melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994. Kata Kunci: Kesesuaian, Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten, Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement   ABSTRACT This research was initiated by observing the fact that obligations for patent holders as regulated in Article 20 Paragraph (1) of Act Number 13 of 2016 concerning Patents are seen as form of patent discrimination against that regulated in Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement. According to the US Chamber of Commerce 2016, Indonesia, a country that has ratified TRIPs Agreement based on Act Number 7 of 1994, has added regulation into Act Number 13 of 2016 concerning Patents, which is against TRIPs Agreement. This research was conducted based on normative juridical method along with statute and comparative approaches. Primary, secondary, and tertiary materials were further analysed based on grammatical, systematic, and comparative interpretation. The research result highlights that the provision in Article 20 Paragraph (1) of Act Number 13 of 2016 concerning patents is considered as a patent discriminating practice prohibited in Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement. In fact, the provision in Act Number 13 of 2016 concerning Patents should adjust to TRIPs Agreement since ratification of TRIPs Agreement has been performed in Act Number 7 of 1994. Keywords: relevance, Article 20 Paragraph (1) of Act Number 13 of 2016 concerning Patents, Paragraph 1 Article 27 TRIPs Agreement.
PENERAPAN PASAL 8 PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 3 TAHUN 2018 TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DI PENGADILAN SECARA ELEKTRONIK (E-COURT) MENGENAI ADVOKAT SEBAGAI PENGGUNA TERDAFTAR DALAM SISTEM PENDAFTARAN PERKARA (STUDI DI KANTOR ADVOKAT D Adisti Niken Sawitri Anugrahini
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adisti Niken S.A, Dr. Reka Dewantara S.H.,M.H dan Shanti Riskawati S.H., M.Kn Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: niken.itsida@gmail.com   Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pasal 8 PERMA No. 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik (E-Court) mengenai Advokat Sebagai Pengguna Terdaftar Dalam Sistem Pendaftaran Perkara. Pengguna terdaftar dalam sistem e-court ini adalah advokat yang sudah terverifikasi oleh Mahkamah Agung. Advokat wajib membayaran panjar biaya perkara diatur dalam Pasal 8 PERMA No. 3 Tahun 2018, yang menyebutkan bahwa panjar biaya perkara diajukan ke rekening Pengadilan pada bank melalui saluran pembayaran elektronik (E-Payment). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan mengalisis bagaimana penerapan Pasal 8 PERMA tersebut berjalan dengan efektif sesuai dengan ketentuan dan apa saja yang menjadi faktor penghambat serta upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam penerapannya. Dalam hasil penelitian ini terdapat beberapa hambatan atau kendala dalam menerapkan PERMA No. 3 Tahun 2018. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis empiris. Dari hasil penelitian penulis memperoleh jawaban dari penerapan Pasal 8 PERMA No. 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara Di Pengadilan Secara Elektronik (E-Court), belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan mengalami beberapa kendala dalam penerapannya. Kata Kunci: Penerapan, Pengadilan Elektronik, Advokat sebagai Pengguna Terdaftar.   Abstract This research aims to investigate the implementation of Article 8 of Supreme Court Regulation (hereinafter PERMA) Number 3 of 2018 concerning Case Administration in E-Court over a solicitor as a registered user in the system of case registration. The registered user is defined as a solicitor verified by Supreme Court. The Solicitor is subject to paying amount of money to process a case, where it is transferrable to the account on behalf of the court through e-payment. This research is also aimed to figure out and analyse the implementation of Article 8 of PERMA according to existing provision, the impeding factors, and the measures taken. The research result found that there were several impeding factors in the implementation of PERMA Number 3 of 2018. Empirical juridical research method was employed and it brought to the finding that Article 8 Number 3 of 2018 of PERMA concerning Case Administration carried out in E-court has not been effectively implemented since there are several impeding issues in the implementation. Keywords: implementation, electronic court, solicitor as a registered user
PELAKSANAAN PENGHAPUSAN KENDARAAN OPERASIONAL DINAS PEMERINTAH KOTA MALANG BERDASARKAN PASAL 71 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH (studi di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang) Andrea Cicilia Laurien
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Andrea Cicilia Laurien, Agus Yulianto S.H., M.H., Arief Zainudin S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya andreacicilia@student.ub.ac.id   ABSTRAK Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas mengenai pelaksanaan penghapusan kendaraan operasional dinas Pemerintah Kota Malang yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah Kota Malang dimana untuk mengetahui prosedur penghapusan kendaraan operasional dinas, dan untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan penghapusan kendaraan operasional serta solusi dalam mengatasi kendala tersebut. Hal tersebut dilatarbelakangi dengan adanya ketidaksesuaian peraturan yang berlaku dalam pengelolaan barang milik daerah Pemerintah Kota Malang, khususnya pada kegiatan penghapusan kendaraan operasional dinas. Mengingat pelaksanaan penghapusan kendaraan operasional dinas merupakan langkah terakhir yang dilakukan untuk menertibkan kendaraan operasional dinas oleh Pemerintah Kota Malang, sehingga permasalahan terkait penghapusan kendaraan operasional tidak dapat dianggap ringan sebab apabila terdapat kendaraan-kendaraan yang berada dalam kepengurusan dan penguasaannya pada suatu instansi pemerintahan tidak memperhatikan masalah penghapusan, dapat dimungkinkan muncul suatu kondisi dimana kendaraan tersebut akan membebani anggaran pemerintahan. Kata Kunci: pelaksanaan, penghapusan, barang milik daerah, kendaraan operasional dinas ABSTRACT This research is focused on the discussion concerning the rescission of operational vehicles in Government Service of Malang, executed by Regional Agency of Finance and Assets in Malang, finding out the procedures required in the rescission of operational vehicles in Government Service, investigating factors that hamper the rescission process, and finding the solution to the problem. This concern is triggered by irrelevance of the existing regulation regarding the management of the official vehicles operating in Malang, especially regarding the rescission. Recalling that the rescission is the last measure to take into account to put the governance in order concerning the operational vehicles, this measure should be taken as a serious matter since the rescission has been seen trivial by the government institutions so far. Moreover, the existence of the vehicles is seen as to impose additional financial burden to state budget. Keywords: execution, rescission, local government-owned assets, operational vehicles.
ANALISIS PUTUSAN HAKIM NOMOR 607/PID.B/2015/PN.KAG PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 1/PUU-XI/2013 TENTANG PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN PASAL 335 AYAT (1) ANGKA 1 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Novia Anggraeni
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Novia Anggraeni, Dr. Bambang Surgiri, S.H.,M.S., Dr. Lucky Endrawati, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya novia.anggraeni1922@gmail.com   ABSTRAK Pada penelitian ini, permasalahan dilatarbelakangi dengan kekaburan hukum, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 yang menyatakan frasa ”perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Terjadi permasalahan dalam Putusan Pengadilan Nomor 607/PID.B/2013/PN.Kag, dasar pertimbangan hakim masih menggunakan unsur frasa “perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan”, maka rumusan masalahnya adalah Mengapa putusan Nomor 607/PID.B/2015/PN.Kag hakim masih menggunakan unsur perbuatan lain, maupun perlakuan yang tidak menyenangkan Pasal 335 Ayat (1) KUHP? Dan Apa Implikasi yang timbul bila hakim masih menggunakan unsur perlakuan lain maupun perbutan yang tidak menyenangkan Pasal 335 Ayat (1) KUHP? Metode Penelitian yang digunakan jenis penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum yang telah diperoleh, dianalisis menggunakan metode penafsiran gramatikal dan sistematis. Hasil pembahasan yang diperoleh yaitu, dasar pertimbangan hakim yang menyatakan pasal 335 Ayat (1) angka 1 KUHP merupakan pasal alternatife kurang tepat, karena setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi telah terjadi sebuah pergeseran makna dalam pasal tersebut, sehingga terhadap putusan hakim yang masih menggunakan frasa “perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dapat dilakukan upaya hukum. Kata kunci: perbuatan tidak menyenangkan, putusan mahkamah konstitusi, putusan hakim.  ABSTRACT The issue studied in this research was initiated by the vague of norm in the Decision of Constitutional Court Number 1/PUU-XI/2013 stating “another act or a bad act”, which does not hold any binding legal force. It is found that there is certainly an issue in the Decision Number 607/PID.B/2013/PN.Kag, where the consideration once made by the judge was still based on the phrase ‘another act or a bad act’. The issue leads to the questions why did the judge refer to the ‘another act or a bad act’ in Article 335 Paragraph (1) of Criminal Code to make the Decision and what are the implications brought when a judge still refers to the phrase stated in Article 335 Paragraph (1) of Criminal Code? This research employed normative legal research along with statute and case approaches. The data used involved primary, secondary, and tertiary materials. The obtained data was then analysed by means of grammatical and systematic interpretation. The research result reveals that the reference to Article 335 Paragraph (1) point 1 of Criminal Code is deemed as inappropriate alternative article since there has been a change in its meaning of the phrase. Therefore, when the phrase is still referred by the judge to issue a decision, a legal measure can be taken. Keywords: bad act, decision by Constitutional Court, Judge’s Decision
ANALISIS PUTUSAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL OLEH WORLD TRADE ORGANIZATION TENTANG IMPOR PRODUK HORTIKULTURA, HEWAN, DAN PRODUK HEWAN INDONESIA Janitra Giovani Al Husna
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Janitra Giovani Al Husna, Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum., Yasniar Rachmawati, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya janitragiovani@gmail.com  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pelaksanaan sengketa melalui Dispute Settlement Body (DSB) dalam World Trade Organization (WTO). Sengketa ini adalan sengketa antara Indonesia sebagai tergugat dan Amerika Serikat serta negara pihak ketiga lainnya sebagai penggugat. Dalam gugatannya Amerika Serikat menggunakan argumen beberapa pasal dalam GATT 1994, Perjanjian tentang Pertanian dan Perjanjian Tentang Prosedur Impor. Pada 22 November 2017, DSB mengadopsi laporan yang terdapat dalam WT/DS478/R yaitu laporan Panel dan WT/DS478/AB/R yang merupakan putusan Badan Banding dalam DSB. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa tindakan Indonesia pada peraturan impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan melanggar beberapa peraturan dalam GATT 1994. Dengan demikian, DSB merekomendasikan dan memutuskan Indonesia bersalah. Namun dalam pelaksanaan periode putusan Amerika Serikat melanggar hasil perjanjian antara Indonesia dengan pihaknya yang bersepakat untuk menambah jangka waktu pelaksanaan rekomendasi DSB. Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian normatif dengan metode penelitian yuridis normatif. Analisis yang digunakan penulis menggunakan metode analisis normatif. Bahan hukum yang berhasil dikumpulkan selanjutnya akan penulis analisis secara deduksi logis yang tujuannya untuk menguraikan permasalahan hukum yang terjadi, sehingga penulis mendapatkan solusi yang tepat. Berdasar hasil penelitian ini maka dapat diketahui alasan dan landasan yuridis Panel dalam penyelesaian sengketa ini, kemudian bahwa Indonesia sudah berupaya untuk menjalankan hasil rekomendasi DSB dengan membuat 4 peraturan baru, akan tetapi Amerika Serikat melakukan tindakan balasan pada 2 Agustus 2018. Sebelumnya para pihak sudah sepakat agar Indonesia diberi waktu tambahan pelaksanaan rekomendasi hingga pada 22 Juni 2019. Kata Kunci: Analisis, Sengketa Perdagangan Internasional, World Trade Organization, Impor Produk Holtikultura, Hewan, dan Produk Hewan.   ABSTRACT This research studies the dispute settled in Dispute Settlement Body (DSB) in World Trade Organisation (WTO), where it involved Indonesia as the defendant and the US and the third party countries as claimants. To charge against the defendant, the US has referred to several Articles in GATT 1994, Agreements concerning Agriculture and concerning Import Guidelines. On November 22, 2017, DSB adopted a panel report in WT/DS478/R and WT/DS478/AB/R representing the decision by Appeal Department in DSB. The reports conclude that the guidelines made by Indonesia concerning import of horticultural products, animals, and animal products break the regulation as in GATT 1994. This conclusion has formed the foundation on which the DSB embarked to blame Indonesia. However, in the issuance of the decision, The US was found to break the agreement between the US and Indonesia where the two countries agreed to extend the period required in the recommendation of DSB. This is a normative research which employed normative juridical method. The data obtained was analysed with normative analysis and all the materials were looked into in deductive logical analysis. This sort of analysis aims to break down the legal issues taking place for appropriate solutions. The research result is expected to investigate the reasons and juridical fundamentals of panels regarding the dispute settlement. Moreover, Indonesia has had conducted attempts to act as recommended by DSB by issuing four new regulations but the US still decided to continue with retaliation on August 2, 2018. Earlier, all parties involved agreed that Indonesia was given more time to execute the recommendation to June 22, 2019. Keywords: analysis, international trade dispute, World Trade Organisation, horticultural products, animals, and animal products
PENYELESAIAN PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS PASAL 310 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN MELALUI MEDIASI (STUDI DI POLRES MALANGKOTA) Ichrama Renggita Ekhananta
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ichrama Renggita. E, Dr. Prija Djatmika, S.H., M.Si., Eny Harjati, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ichramarenggita@gmail.com  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Unit Laka Lantas Polres Malang Kota melakukan mediasi dalam menangani perkara kecelakaan lalu lintas Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ, karena bedasarkan UU LLAJ penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya seseorang harus ditempuh melalui Sistem Peradilan Pidana, namun Unit Laka Lantas hampir secara keseluruhan melakukan penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas melalui mediasi, Tahun 2015-2018 sebanyak 829 perkara, lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah perkara yang telah dinyatakan P21 dan dikeluarkan SP3 yaitu hanya sebanyak 125 perkara saja. Dalam penulisan skripsi ini, menggunakan metode yuridis empiris dan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Teknik analisa yang digunakan adalah metode analisa dekriptif kualitatif. Dengan demikian ditemukan jawaban atas ketiga rumusan masalah, yaitu alasan penyidik melakukan mediasi, karena adanya diskresi kepolisian, Surat Kapolri No. Pol B/3022/XII/2009/Sdeops Tentang Penanganan Perkara Melalui ADR, Surat Telegram Kapolda Jatim No.ST/476/II/2010/Ditlantas, Surat Edaran Polri No.SE/8/VII/2018 Tentang Penerapan Keadilan Restoratif Dalam Penyelesaian Perkara Pidana, adanya kesepakatan damai, kecelakaan disebabkan kealpaan dan kecelakaan lalu lintas tidak merugikan kepentingan umum. Selain itu pula menjawab kendala dan upaya Unit Laka Lantas Polres Malang Kota dalam menerapkan Pasal Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ. Kata Kunci: Penyelesaian Perkara, Mediasi, Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Matinya Seseorang.  ABSTRACT This research aims to look into the mediation carried out by Traffic Accident Police of Sub-regional Police Department as an attempt to settle a dispute over road accident that causes death according to Article 310 Paragraph (4) of Act concerning Road Traffic and Transports (UU LLAJ), contrary to the Article implying that the case of deadly accident must be brought to court as it is seen as a crime. There were 829 cases from 2015-2018, the figure higher than that of cases considered as complete data obtained from the enquiry and that issued with SP3 (a letter issued to cease the enquiry). This research was conducted by employing empirical juridical method along with socio-juridical approach, followed by descriptive-qualitative-based method of analysis. The mediation was proposed since there was discretion in the police department. Moreover, this consideration also refers to the decree issued by the Head of National Indonesian Police (Kapolri) Number Pol B/3022/XII/2009/Sdeops concerning Case Settlement through ADR, Telegram of the Head of Regional police of East Java Number ST/476/II/2010/Ditlantas, Circular Letter of National Indonesian Police (Polri) Number SE/8/VII/2018 concerning Implementation of Restorative Justice in Criminal Case Settlement, agreement to reconcile, the condition where the accident was due to negligence not on purpose, and the condition where the accident does not violate common interests. This research is also expected to provide solution to the existing issues and measures taken by Traffic Accident Department of Sub-regional Police Department of Malang in terms of implementing Article 310 Paragraph (4) of UU LLAJ. Keywords: case settlement, mediation, road accident that causes death
ANALISIS PUTUSAN HAKIM NOMOR 607/PID.B/2015/PN.KAG PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 1/PUU-XI/2013 TENTANG PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN PASAL 335 AYAT (1) ANGKA 1 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Novia Anggraeni
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Novia Anggraeni, Dr. Bambang Surgiri, S.H., M.S., Dr. Lucky Endrawati, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya novia.anggraeni1922@gmail.com   ABSTRAK Pada penelitian ini, permasalahan dilatarbelakangi dengan kekaburan hukum, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 yang menyatakan frasa ”perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Terjadi permasalahan dalam Putusan Pengadilan Nomor 607/PID.B/2013/PN.Kag, dasar pertimbangan hakim masih menggunakan unsur frasa “perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan”, maka rumusan masalahnya adalah Mengapa putusan Nomor 607/PID.B/2015/PN.Kag hakim masih menggunakan unsur perbuatan lain, maupun perlakuan yang tidak menyenangkan Pasal 335 Ayat (1) KUHP? Dan Apa Implikasi yang timbul bila hakim masih menggunakan unsur perlakuan lain maupun perbutan yang tidak menyenangkan Pasal 335 Ayat (1) KUHP? Metode Penelitian yang digunakan jenis penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum yang telah diperoleh, dianalisis menggunakan metode penafsiran gramatikal dan sistematis. Hasil pembahasan yang diperoleh yaitu, dasar pertimbangan hakim yang menyatakan pasal 335 Ayat (1) angka 1 KUHP merupakan pasal alternatife kurang tepat, karena setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi telah terjadi sebuah pergeseran makna dalam pasal tersebut, sehingga terhadap putusan hakim yang masih menggunakan frasa “perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dapat dilakukan upaya hukum. Kata kunci: perbuatan tidak menyenangkan, putusan mahkamah konstitusi, putusan hakim.   ABSTRACT The issue studied in this research was initiated by the vague of norm in the Decision of Constitutional Court Number 1/PUU-XI/2013 stating “another act or a bad act”, which does not hold any binding legal force. It is found that there is certainly an issue in the Decision Number 607/PID.B/2013/PN.Kag, where the consideration once made by the judge was still based on the phrase ‘another act or a bad act’. The issue leads to the questions why did the judge refer to the ‘another act or a bad act’ in Article 335 Paragraph (1) of Criminal Code to make the Decision and what are the implications brought when a judge still refers to the phrase stated in Article 335 Paragraph (1) of Criminal Code? This research employed normative legal research along with statute and case approaches. The data used involved primary, secondary, and tertiary materials. The obtained data was then analysed by means of grammatical and systematic interpretation. The research result reveals that the reference to Article 335 Paragraph (1) point 1 of Criminal Code is deemed as inappropriate alternative article since there has been a change in its meaning of the phrase. Therefore, when the phrase is still referred by the judge to issue a decision, a legal measure can be taken. Keywords: bad act, decision by Constitutional Court, Judge’s Decision
IMPLEMENTASI PASAL 75 HURUF J TERKAIT TEKNIKPENYIDIKAN PEMBELIAN TERSELUBUNG (UNDERCOVER BUY) SEBAGAI UPAYA PENAGGULANGAN PENYALAGUNAAN NARKOTIKA (Studi di Badan Narkotikan Nasional kabupaten Sidoarjo dan Kepolisian Resor Kabupaten Sidoarjo) Fatkur Syahril Asidik
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fatkur Syahril Asidik Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang Email : fatkursyahril@gmail.com  ABSTRAK Teknik  Penyidikan Undercover Buy dan Controlled Delivery sangat penting dalam hal pengungkapan kasus jaringan  tindak pidana Narkotika, namun dalam pelaksanaanya terdapat dua institusi yang berwenang dalam melakukan teknik penyidikan ini, sehingga disinilah memunculkan permasalahan terkait dengan pelaksanaan teknik ini, karena dimana keduanya memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan ini berdasarkan peraturan yang berbeda. selain itu dibahas juga mengenai kendala penyidik dalam melakukan teknik Undercovver Buy selain Kendala penulis juga membahas mengenai bentuk-bentuk pengawasan dalam melakukan Teknik Penyidikan Undercover Buy. Dalam rangka untuk mengetahui bagaimana penyidik dalam melakukan teknik penyidikan Undercover Buy dan Controlled Delivery maka metode pendekatan yang digunakn penulis yakni Yuridis Empiris, yakni dengan mengkaji dan menginterpretasikan hal-hal dam ketentuan-ketentuan dan data-data hukum dan juga peraturan perundang-undangan yang ada dan untuk selanjutnya dihubungkan dengan kondisi faktual dalam masyrakata. Berdasarkan hasil penelitian dalam melaksanakan teknik penyidikan Undercover Buy dan Controlled Delivery diawali dengan adanya seorang informan yang mengetahui atau pernah berkecimpung didalamnya, dan dari informan tersebut diperoleh sebuah informasi berupa No Hp dari tersangka  penyalahgunaan narkotika dan selanjtnya dilakukan penyelidikn terlebih dahulu untuk mendapatkan bukti awal, setelah adanya bukti awal barulah  dilakukaanya  teknik ini dengan melakukan transaksi jual beli oleh penyidik melalui sms melalui No Hp dan dilakukannya penyadapan oleh provider dan selanjutnya dilakukan transfer melalui Bank dan selanjtnya pada tahapan penyerahan dimana tempat penyerahan di tentukan oleh tersangka dan pada saat penyerahan itu dilakukanya penagkapan tersangka. Dalam pelaksanaanya terdapat beberapa kendala, untuk mengatasi kendala tersebut pihak kepolisian dan BNN melakukan upaya untuk meminumalisir kendala - kendal tersebut. Selin itu juga terdapat 2 (dua) bentuk  pengawasn dalam teknik penyidikan ini. dalam melakukan teknik ini Kepolisian dan BNN melakuakn dengan taat peraturan dan tidak melanggar hak-hak seseorang. Kata kunci : Undercover Buy, Controlled Delivery, Narkotik.   ABSTRAK Enquiry process over Undercover Buy and Controlled Delivery cases is considered essential to help reveal the network of people involved in narcotic drug abuse. However, in the implementation of the enquiry, there are institutions found to be authorised to carry out the enquiry, and this existence sparks an issue regarding the enquiry process taken since the two institutions are both authorised to carry out their tasks but under different regulations. Moreover, this research also discusses impeding factors encountered by enquirers in charge of the cases, in addition to supervisions that can be provided to support the enquiry process. The probe usually starts from an informant once involved in the crime, in which contact numbers of the people involved in the network are usually passed by the informant to the enquirer. This process is followed by investigation to obtain initial evidence. When the evidence is obtained, the police could set the person involved up by holding a transaction with the drug dealer via mobile text. This process is usually followed by a meeting between the enquirer (as a fake buyer) with the drug dealer, where an arrest takes place during the meeting. So far, there have been some impeding factors in the way of the enquiry process and both National Narcotics Agency and Police Department have tried their best to minimise existing problems. Two types of supervisions are also delivered in the process of enquiry. The Agency and Police Department perform their related tasks based on existing regulations without having to violate the rights of the people concerned. Keywords: undercover buy, controlled delivery, narcotics.
BATASAN PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN UMUM DAERAH YANG BERUBAH MENJADI PERSEROAN DAERAH YANG DIMILIKI OLEH LEBIH DARI SATU DAERAH Fadly Fadly
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fadly, Amelia Sri Kusuma Dewi, S.H., M.Kn., Dr. Reka Dewantara, S.H., M.H. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya fadlym218@gmail.com  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pengaturan batasan penyertaan modal pada perumda yang berubah menjadi perseroda yang akan dimiliki oleh lebih dari satu daerah serta  menemukan model dan konstruksi pengaturan yang tepat untuk batasan penyertaan modal pada perumda karena akan dimiliki oleh lebih dari satu daerah. Berdasarkan Pasal 334 ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal perumda akan dimiliki oleh lebih dari satu daerah maka harus melakukan perubahan bentuk hukum menjadi perseroda. akan tetapi belum dimuat pengaturan yang jelas berapa batasan penyertaan modal dari masing-masing daerah jika ingin melakukan penyertaan modal pada perumda tersebut. Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan sejarah. Bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelusuran bahan dari internet. Bahan-bahan hukum yang diperoleh dianalisis dengan teknik analisa interprestasi gramatikal dan interprestasi sitematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum terdapat kekaburan hukum terkait batas penyertaan modal pada perumda yang diatur dalam Pasal 334 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan jika dikaitkan dengan peraturan pelaksananya yakni Pasal 6 ayat  (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 terjadi kekaburan hukum. Selain itu untuk mepertahankan entitas kepemilikan BUMD perumda maka daerah asal harus menjadi pemegang saham mayoritas. Kata Kunci : Batasan, Penyertaan Modal, Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Umum Daerah, Perseroan Daerah. ABSTRACT This research is aimed to find out and analyse the regulation regarding capital investment into Local Government-owned Companies (hereinafter perumda) currently changing to Local Government-owned Limited Liability Companies (hereinafter perseroda), in which the companies are basically owned by more than one region and to find proper model and construction of regulation regarding this case since the companies are under the ownership of more than one government. Article 334 Paragraph (2) states that perumda can be owned by multiple governments when it changes to perseroda. However, there is no vivid regulation over the limit of capital investment put by each region involved into the perumda. This research employed normative juridical method with statute, conceptual, and historical approaches. Legal materials needed in the research were obtained from library and Internet research, followed by grammatical and systematic interpretations of the data. It was found, through the study, that there has not been any clear regulation over the vague of norms regarding the limit of investment put into perumda as regulated in Article 334 Paragraph (2) of Act Number 23 of 2014 concerning Local Government especially when it is related to the implementing regulation Article 6 Paragraph (1) letter b of Government Regulation Number 54 of 2017. To keep the entity of ownership, the regions which set up the companies should remain as the major shareholders of the companies. Keywords: limit, capital investment, local-owned enterprises, perumda, perseroda
ANALISIS YURIDIS BATASAN MAKNA KATA “LENGKAP” BERDASARKAN PASAL 43 HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA TERKAIT PENULISAN SUMBER BERITA Amalia Hermayanti
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Amalia Hermayanti, Afifah Kusumadara, S.H., LL.M., SJD., Ranitya Ganindha, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: hermayaamelia27@gmail.com   ABSTRAK Dengan pesatnya perkembangan zaman saat ini, mengakibatkan pula berkembangnya teknologi informasi di Indonesia. Salah satu contoh bahwa teknologi informasi sudah berkembang dengan pesat adalah semakin canggihnya layanan-layanan atau fitur yang dikembangkan melalui media sosial. Bukti bahwa media sosial telah mengembangkan teknologi informasi adalah dengan adanya pengumpul berita yang berisi kumpulan berita karya jurnalistik yang terkumpul dalam satu wadah yang disebut News Aggregator. Apabila sebuah berita akan disebarluaskan seperti dalam News Aggregator, maka pihak News Aggregator tersebut harus memenuhi syarat-syarat dalam pengambilan berita yang sah. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, telah diatur mengenai pengambilan berita baik sebagian atau seluruhnya, yaitu dengan menuliskan sumbernya secara lengkap. Namun, batasan makna kata “lengkap” tidak dijelaskan dalam UU Hak Cipta tersebut, sehingga menimbulkan kekaburan hukum. Kata kunci: berita, news aggregator, feed aggregator, sumber berita, hak Cipta   ABSTRACT The development of cutting-edge information technology is marked by vast development of services and features in social media. Moreover, collection of journalistic news in a special space commonly known as news aggregator is also another sign of the development of information technology. Before disseminating news, the news aggregator must fulfil the requirement where news must be obtained in legally. Act Number 28 of 2014 concerning Copyright regulates the obtaining of news either taken partially or entirely, in which credits should be given by fully putting the news sources. However, the scope of the definition of ‘fully’ remains unexplained in Act concerning Copyright, leading to vague of norm. Keywords: news, news aggregator, feed aggregator, news sources, copyright

Page 1 of 3 | Total Record : 30


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 More Issue