cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 27 Documents
Search results for , issue "Sarjana Ilmu Hukum, September 2022" : 27 Documents clear
ANALISIS YURIDIS PENGANIAYAAN HEWAN DALAM KASUS PENEMBAKAN ANJING OLEH I MADE SUDIARSA A. Cundara Anliji Sidabutar
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

A. Cundara Anliji Sidabutar, Masruchin Ruba, Solehudin Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono, No. 169 Malang e-mail: anlisidabutar@student.ub.ac.id ABSTRAK Pada skripsi ini, penulis mengangkat tema yaitu analisis yuridis penganiayaan hewan dalam kasus penembakan anjing oleh i made sudiarsa di provinsi Bali. Penulis memilih tema ini karena penulis merasa ada kesalahan pada penerapan pasal 302 oleh jaksa penuntut umum. Padahal, ada Undang-Undang yang serupa dengan pasal 302 KUHP. Undang-Undang itu adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Berdasarkan hal diatas, rumusan masalah yang terdapat dalam skripsi ini adalah: (1) Apakah Jaksa sudah tepat dalam menggunakan pidana umum (pasal 302 KUHP) dalam kasus penembakan anjing oleh I Made Sudiarsa?, (2) Undang-Undang yang seharusnya diterapkan pada kasus penembakan anjing oleh I Made Sudiarsa? Penulisan karya tulis ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan hukum (comparative approach). Penelitian ini ditulis oleh penulis dengan cara melakukan studi kepustakaan. Dalam melakukan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum kepustakaan seperti peraturan perundang-undangan yang ada di negara Indonesia serta literatur-literatur lainnya. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan dengan metode di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa, jaksa penuntut umum yang menangani kasus ini kurang memperhatikan asas-asas yang berlaku di Indonesia. Memang dalam kasus yang dilakukan oleh I Made Sudiarsa ini seluruh unsur-unsurnya masuk dalam pasal 302 maupun pasal yang lebih baru. Pasal yang lebih baru disini adalah pasal 91B Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. kedua undang-undang ini memiliki unsur yang hampir sama dan semua unsur yang terdapat dalam undang-undang tersebut ada dalam kasus ini. Dari unsur-unsur yang sama ini jika melihat dari asas-asas hukum di Indonesia maka sudah sebaiknya Undang-Undang nomor 41 Tahun 2014 lah yang lebih tepat untuk diterapkan dalam kasus ini. Selain melihat dari aspek asas-asas hukum yang berlaku di Indonesia, Undang-Undang nomor 41 tahun 2014 ini memiliki hukuman kumulatif yang menandakan bahwa hukuman lebih berat, namun dalam pasal 302 KUHP hukuman yang ada adalah hukuman alternatif yang mana hukuman tidak seberat dalam Undang-Undang nomor 41 tahun 2014. Kata Kunci: Hewan, Penembakan, Penganiayaan ABSTRACT This research studies the case of animal abuse in the case of a dog shooting committed by I made Sudiarsa in the Province of Bali. This research departed from the inappropriate implementation of Article 302 by the General Prosecutors, considering that Article 41 of 2014 concerning Animal Husbandry and Health governs the case instead of Article 302 of the Penal Code. Departing from the above issue, this research aims to investigate: (1) is it appropriate for the General Prosecutors to refer to Article 302 of the Penal Code over the dog shooting committed by I Made Sudiarsa? (2) what Law should be referred to in the case of this dog shooting committed by I Made Sudiarsa? This research employed normative-juridical methods and statutory and comparative approaches. Research data were obtained from library research, including the laws applied in Indonesia and other literature sources. The research results conclude that the judges did not take into account the current principles in Indonesia although this case has the elements outlined in Article 302 and Article 91B of Law number 41 of 2014 as the latest law. These two laws have similar aspects and these aspects are relevant to this case. With these similar aspects, it is necessary that Article 41 of 2014 be referred to in this case. In addition to all the legal principles applied in Indonesia, Law Number 41 of 2014 has a cumulative law, indicating that sanctions can be severe. On the other hand, in Article 302 of the Penal Code, the alternative sanctions are not as severe as those in Law Number 41 of 2014. Keywords: Abuse, Animal, Shooting
KESESUAIAN INDIKATOR PENENTUAN PEMBATASAN IMPOR BAN TRUK PADA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BAN DENGAN PRINSIP PENGATURAN SAFEGUARD DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Amrisar Yustitio Adhi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Amrisar Yustitio Adhi, Hanif Nur Widhiyanti, Shanti Riskawati Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya e-mail: amirisaryustitio@gmail.com ABSTRAK Harga ban truk dalam negeri yang terlalu tinggi membuat banyak pengusaha truk yang membeli ban di distributor China atau melalui forwarder. Dari diterbitkannya Permendag dari 2016 hingga 2021, sehingga para importir dan pengusaha truk yang mengetahui permasalahan tersebut masih tetap memasukkan ban truk ke Indonesia melalui penimbunan barang di PLB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan merumuskan indikator kesesuaian penentuan pembatasan impor ban truk pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 77 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Impor Ban dengan prinsip pengaturan safeguard dalam perspektif hukum perdagangan internasional. Dan untuk menganalisa implikasi yuridis perbedaan indikator ketentuan pembatasan impor dengan prinsip pengaturan safeguard dalam perspektif hukum perdagangan internasional. Pendekatan penelitian yang dikenakan oleh peneliti dalam penulisan ini adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach). Bahan hukum yang digunakan oleh penulis untuk menemukan data terbaru mengenai ketentuan dalam prinsip pengaturan safeguard yang sesuai dengan perdagangan internasional adalah melalui pengumpulan dari berbagai informasi terkait menggunakan Teknik studi kepustakaan (library research). Metode analisis bahan hukum dalam penulisan ini menggunakan Deskriptif Analisis. Sumber bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis dengan cara mendiskripsikan objek kajian yang dianalisis. Hasil menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian indikator penentuan pembatasan impor ban truk pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Impor Ban dengan prinsip pengaturan safeguard dalam perspektif hukum perdagangan internasional. Implikasi hukum yang ditimbulkan adalah negara lain dapat tidak terima atas tindakan yang dilakukan Indonesia mengenai penerapan pembatasan impor ban yang sudah dilakukan sejak 2016 yang kurang transparansi dan terkesan dilakukan rahasia karena tidak dilakukan penyelidikan terlebih dahulu. Kata Kunci: Impor, Ban Truk, dan Hukum Perdagangan Internasional ABSTRACT This research departs from the high demands for truck tyres domestically, in which it is vital to regularly change tyres as part of the need of customers. On the other hand, truck businesses have been affected by the increasing prices of local tyres and the discontinuance of radial tyres. As a consequence, the people concerned have to import radial tyres from forwarders through Bonded Logistic Centre since local producers are not capable of producing radial tyres for trucks. Following the enforcement of Regulation of Trade Minister Number 77/M-DAG/PER/11/2016 concerning Provisions of Tyre Import, the government, surprisingly, restricts tyre imports to avoid surges in imported tyres, and, thus, this matter has to refer to the safeguard principle allowed by WTO. However, the majority of tyres used are not manufactured in Indonesia and are used in real sectors, and the local manufacturers can only produce 8% of the market need or about 250,000 pairs of tyres. This research aims to analyze the relevant indicators to restrict the import of tyres for trucks as in Regulation of Trade Minister Number 77 of 2016 concerning Provisions of Tyre Import with the safeguard principle from the perspective of international trade law and its implications. With normative-juridical methods, this research concludes that Regulation of Trade Minister Number 77 of 2016 is not relevant to the safeguard principle. This irrelevance could lead to a lawsuit filed by another country if it assumes that the national policy set by Indonesia puts the country as an aggrieved party. In other words, Indonesia should set the regulation according to international law rules (GATT 1947 and Agreement on Safeguard) and measures need to be taken in response to the safeguard implementation irrelevant to international trade principles. Keywords: import restriction, imported truck tyres, safeguard, international trade
URGENSI PEMBENTUKAN LEMBAGA REGIONAL COMPETITION AUTHORITY DI ASEAN DITINJAU BERDASARKAN ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT Antonius Malvin
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Antonius Malvin, Hanif Nur Widhiyanti, Patricia Audrey Ruslijanto Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: antoniusmalvin.warokka@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini membahas terkait Urgensi Pembentukan Lembaga Regional Competition Authority. Permasalahan ini melatarbelakangi kekosongan hukum terkait persaingan usaha pada lingkup ASEAN berdasarkan perjanjian ATIGA. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui tentang pengaturan mengenai hukum persaingan usaha di Uni Eropa dan regional competition authority yang terdapat di ECOWAS. Menjelaskan urgensi pembentukan regional competition authority di ASEAN ditinjau berdasarkan ASEAN Trade In Goods Agreement. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hukum persaingan usaha yang diatur dalam Organisasi Internasional Uni Eropa dan ECOWAS, terdapat pengaturan dalam segi hukum materiil yang secara umum pada Uni Eropa diatur pada pasal 101 dan 102 TFEU serta Peraturan Dewan No 139/2004 dan dalam ECOWAS terdapat dalam Supplementary Act A/SA.2/12/08 On the Establishment, Functions and Operation of the ECOWAS Regional Competition Authority. Dalam kedua organisasi internasional tersebut mengatur mengenai berbagai perbuatan yang melarang prinsip anti kompetisi, penyalahgunaan posisi dominan dan juga mengatur pula mengenai prosedur merger. ASEAN sebagai Organisasi Internasional yang memiliki visi untuk mengembangkan perekonomian regional mereka membutuhkan adanya payung hukum yang memadai juga terhadap bagian hukum persaingan usahanya. ASEAN sendiri telah memiliki suatu perjanjian internasional yaitu Perjanjian ATIGA, yang di dalam cermat penulis diperlukannya suatu dasar hukum yang berlaku sama dan adil bagi seluruh negara anggotanya agar terciptanya kepastian hukum bagi semua pelaku usaha dalam lingkup ASEAN. Dalam menjalankan hukum Formil nya, ASEAN juga memerlukan suatu badan pengawas yang memiliki tugas dan wewenang untuk menerima laporan, menyelidiki dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha, dan juga menjatuhkan putusan serta sanksi jika terbukti adanya pelanggaran. Kata Kunci: Persaingan Usaha, ASEAN Trade In Goods Agreement, Regional Competition Authority ABSTRACT This topic departed from the legal loophole regarding business competition within the scope of ASEAN according to ASEAN Trade in Goods Agreement (henceforth referred to as ATIGA). This research aims to investigate the regulation regarding business competition law in European Union and regional competition authority towards ECOWAS. This study involved the review of ATIGA and employed normative-juridical methods. Business competition is governed by the international organization of the European Union in Articles 101 and 102 TFEU and Council Regulation Number 139/2004 and ECOWAS in Supplementary Act A/SA.2/12/08 on the Establishment, Functions, and Operation of ECOWAS Regional Competition Authority. These two international organizations govern all acts and prohibit anti-competition practices, abuse of dominance, and merger procedures. ASEAN as an international organization with its vision to develop regional economies needs adequate legal protection in the scope of business competition. ASEAN adheres to its international agreement called ATIGA which, in the author’s view, needs a legal basis that is equal and just for all member states to bring about legal certainty for all entrepreneurs within the scope of ASEAN. To enforce the formal law, ASEAN also requires the involvement of supervisors with their authority and tasks to receive reports and investigate the allegations of violations of business competition law and impose the decision and sanctions over the violations concerned. Keywords: Business Competition, ASEAN Trade In Goods Agreement, Regional Competition Authority
MAKNA SERIOUS BREACH DALAM PASAL 20 AYAT 4 DALAM PIAGAM ASEAN Aryudha Hermawan Sarwono
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Aryudha Hermawan Sarwono, Hikmatul Ula, Anak Agung Ayu Nanda Saraswati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: aryudhahrmwn@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dari pelanggaran serius atau serious breach hingga dapat menentukan apakah suatu konflik atau pelanggaran serius dapat dikategorikan ke dalamnya dan untuk memahami implikasi makna serious breach dalam Piagam ASEAN. Pengaturan mengenai serious breach terdapat pada Pasal 20 ayat (4) Piagam ASEAN dimana pengaturan yang ada saat ini tidak mendefinisikan secara jelas dan mengkualifikasi konflik atau jenis pelanggaran berat yang masuk ke dalam kategori serious breach sehingga sangat sulit bagi ASEAN untuk dapat menentukan langkah penyelesaian yang dapat diberikan sebagai organisasi. Pada praktiknya, Penulis menemukan bahwa selain tidak terdefinisikannya serious breach yang ada pada piagam ASEAN, terdapat juga prinsip non-intervensi dan kewajiban tercapainya konsensus yang merupakan jiwa dari ASEAN. Hal ini membatasi ASEAN dalam upaya ikut serta menyelesaikan kasus-kasus serious breach yang ada pada negara anggota ASEAN, sehingga terdapat beberapa implikasi yang terjadi dalam usaha penyelesaian konflik, sengketa, ketidakpatuhan yang dilakukan suatu negara anggota. Hal ini dapat dilihat dari tidak ada satupun konflik atau pelanggaran serius yang dapat dibawa ke tingkat KTT ASEAN sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 ayat (4) Piagam ASEAN. Urgensi dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana piagam ASEAN harus dapat lebih fleksibel dan dinamis hingga dapat mengikuti tuntutan perkembangan zaman dengan tujuan melindungi seluruh warga negara anggota ASEAN serta mendapat penghargaan yang lebih baik pada masyarakat Internasional, oleh karenanya diperlukan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif untuk dapat dijadikan sebagai referensi dalam pembaharuan piagam ASEAN. Kata Kunci: Hambatan, Penerapan Pasal, Syarat Karakterisitk Serious Breach, Piagam ASEAN ABSTRACT This research aims to study the meaning of serious breach to determine if a serious conflict or serious violation can be categorized as a serious breach as in ASEAN Charter and to understand the implication of the meaning of serious breach as in the ASEAN Charter. A serious breach is outlined in Article 20 Paragraph 4 of the ASEAN Charter but it does not clearly define and qualify the conflict or the type of serious violation that is included in a serious breach, which presents difficulties for ASEAN to determine the resolution given. In addition to the absence of the identification of serious breach as in the ASEAN Charter, there are also non-intervention principle and the responsibility to achieve the consensus as the spirit of ASEAN. This has given limitations to ASEAN in settling serious breach cases happening in member states of ASEAN, so there are implications in the conflict resolution and disobedience of member states. This is apparent in the absence of conflicts or serious violations that can be brought further to the ASEAN summit as outlined in Article 20 Paragraph (4) of the ASEAN Charter. This research is mainly intended to understand how ASEAN Charter can be made more flexible and dynamic for current development and to protect all the members of ASEAN and for better international recognition. As a consequence, more profound and comprehensive studies to gain references to revise ASEAN Charter are needed. Keywords: hindrances, article implementation, serious breach characteristic requirements, ASEAN Charter
PENITIPAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA (BPRSR) (Studi di Polsek Godean Yogyakarta) Dian Pertiwi Suprapto
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dian Pertiwi Suprapto, Nurini Aprilianda, Alfons Zakaria Fakultas Hukum Universitas Brawijaya e-mail: dianps@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis alasan penyidik menitipkan Anak ke Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja (BPRSR) Yogyakarta serta untuk memahami dan menganalisis kesesuaian penitipan Anak yang dilakukan oleh penyidik dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode yang digunakan adalah yuridis-sosiologis dengan sumber data terdiri atas data primer dan data sekunder, yang dimana data primer penulis dapatkan dari hasil wawancara berlandaskan purposive sampling. Adapun hasil penelitian yang didapatkan bahwa alasan penyidik menitipkan Anak di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja (BPRSR) Yogyakarta selama proses penyidikan yakni tindak pidana yang dilakukan oleh Anak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, jumlah penyidik Anak yang terbatas sehingga pemberkasan membutuhkan waktu yang lama, serta penitipan sebagai alternatif agar Anak tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana. Penitipan Anak oleh penyidik masih belum sesuai dengan ketentuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikarenakan tidak terdapat status penitipan Anak, penitipan Anak di LPKS yang dilakukan hanya jika tidak terdapat Ruang Pelayanan Khusus Anak (RPKA) dan Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) serta jangka waktu penitipan Anak yang lebih lama dari penahanan yang bertentangan dengan asas-asas yang telah diatur dalam sistem peradilan pidana anak yakni asas keadilan, asas kepentingan terbaik bagi anak serta asas perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir. Kata Kunci: Penitipan Anak, Sistem Peradilan Pidana Anak, Penyidik, Kesesuaian ABSTRACT This research aims to understand and analyze the reasons for the enquirer leaving the child as a young offender in the custody of Teenage Protection and Social Rehabilitation Agency (henceforth referred to as BPRSR) Yogyakarta and to understand and analyze the relevance of leaving the child in the custody of the agency for childcare by the enquirer as in law Number 11 of 2012 concerning Judicial System of Juvenile Crime. This research employed socio-juridical methods with primary and secondary data. The primary materials were obtained from interviews using purposive sampling. The research results conclude that leaving the child in the agency is due to the rising concern in society and limited availability of enquirers for young offenders so filing can take time. This approach is also intended to ensure that the child concerned does not run away, does not remove evidence, and does not reoffend. The research results conclude that leaving the child in the custody of the agency does not comply with the provision required by Law Number 11 of 2012 concerning the Judicial System of Juvenile Crime since there is no status of the child in custody. This custody may take place if there is no specific facility for children and Temporary custody for children. Moreover, the custody may also be due to a longer period of custody than the detention period, which contravenes the principles outlined in the judiciary system of juvenile crime. These principles involve justice, the best interest of the child, and the seizure of freedom as the last resort. Keywords: child custody, the judicial system of juvenile crime, enquirer, relevance
ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN PEMIDANAAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN LUKA BERAT (Studi Putusan Nomor 149/Pid.B/2019/PN.Mam dan Putusan Nomor 146/Pid.B/2017/PN.Tjb) Eryka Nur Afifah
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Eryka Nur Afifah, Masruchin Ruba’i, Milda Istiqomah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: erykanurafifah@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hakim yang menimbulkan disparitas putusan pada Putusan Nomor 149/Pid.B/2019/PN.Mam dan Putusan Nomor 146/Pid.B/2017/PN Tjb serta mengidentifikasi apakah Putusan Nomor 149/Pid.B/2019/PN.Mam dan Putusan Nomor 146/Pid.B/2017/PN.Tjb sudah mencerminkan keadilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan sumber bahan hukum yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif. Adapun hasil yang diperoleh, penyebab terjadinya disparitas putusan pemidanaan yakni sikap terdakwa setelah melakukan ti
ANALISIS HUKUM HAK PATEN ATAS INVENSI YANG DIPAKAI DI RUANG ANGKASA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN Fairuz Adrina Putri
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fairuz Adrina Putri, Afifah Kusumadara, Moch. Zairul Alam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: fairuzdrn@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui tentang perlu adanya peraturan tentang hak paten atas invensi yang dipakai di ruang angkasa. Prinsip dasar dari hukum paten adalah hak yang diberikan terbatas dalam lingkup, waktu, dan ruang. Dengan demikian, penemuan tersebut hanya dilindungi di wilayah negara di mana paten didaftarkan. Perjanjian hukum ruang angkasa, menekankan ruang angkasa dan sumber dayanya sebagai bagian dari kegiatan seluruh umat manusia, prinsip-prinsip hukum paten menggambarkan kepentingan kepemilikan dalam penemuan inventor. Terdapat perbedaan mendasar antara prinsip hukum paten dan hukum ruang angkasa. Perbedaan prinsip ini menimbulkan suatu problematika hukum berupa ketidakpastian hukum. Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal, penafsiran komparatif, dan penafsiran sistematis. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diketahui bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten tidak dapat diterapkan pada objek ruang angkasa yang didaftarkan dan belum ada pasal yang mengatur pihak yang dapat menjadi pemegang paten atas invensi yang dipakai di ruang angkasa. Kata Kunci: Invensi, Ruang Angkasa, Paten ABSTRACT This research aims to investigate the necessity of the regulation concerning patents over the invention used in the space. The basic principle of patent law implies that the right given is restricted to a certain scope, time, and space. Thus, an invention can only be used within the area where the patent is registered. Space legal agreement implies that space and its resources are part of all mankind and patent principles indicate that there are interests of ownership in the invention concerned. There is a fundamental difference between the principle of patent law and space law, and this difference has sparked legal uncertainty. This research employed normative juridical methods and statutory and comparative approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analysed based on grammatical, comparative, and systematic interpretations. The research results reveal that the Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2016 concerning Patents can be implemented for a space object registered and there has not been any regulation governing the party that is responsible for the patent regarding the invention used in the space. Keywords: Invention, space, patent
PENERAPAN PASAL 4 HURUF A UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT HAK KONSUMEN TERHADAP KLINIK KECANTIKAN PRATAMA YANG MELAKUKAN TINDAKAN DILUAR PERIZINANNYA DI KOTA TANGERANG SELATAN Metaya Disty Sintara
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Metaya Disty Sintara, Yenny Eta Widyanti, Shanti Riskawati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: metayadsty@student.ub.ac.id ABSTRAK Penelitian skripsi ini memiliki tujuan untuk menganalisis penerapan Penerapan Pasal 4 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terkait hak konsumen terhadap praktik klinik kecantikan pratama yang melakukan tindakan diluar perizinannya di Kota Tangerang Selatan serta menganalisis faktor hambatan dan upaya dalam melaksanakan pasal tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis. Bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan teknik pengambilan data dengan cara melakukan wawancara, kuesioner dan studi pustaka.Berdasarkan metode tersebut peneliti memperoleh hasil penelitian yang mampu menjawab rumusan masalah yang ada, bahwa penerapan Pasal 4 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terkait hak konsumen terhadap praktik klinik kecantikan pratama yang melakukan tindakan diluar perizinannya di Kota Tangerang Selatan belum sepenuhnya diterapkan di Kota Tangerang Selatan. Aturan mengenai Klinik dimuat pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014, tersedianya peraturan tersebut tidak membuat Pelaku Usaha selalu memenuhi kewajiban nya dan tidak serta merta membuat Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memberi perhatian dan pengawasan terhadap praktik klinik kecantikan pratama yang melakukan tindakan diluar perizinannya. Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Klinik Kecantikan, Dinas Kesehatan, Pengawasan ABSTRACT This research aims to analyse the implementation of Article 4 Letter (a) of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection regarding consumer rights in the case of the beauty clinic Pratama executing a procedure outside what is allowed in its business permit in South Tangerang city and analyse the impeding factors and measures regarding the implementation of this article. This research employed empirical-juridical methods and socio-juridical approaches. Primary, secondary, and tertiary data were obtained from interviews, questionnaires, and library research. The research results reveal that Article 4 Letter (a) of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection in the case mentioned above is not optimally implemented in South Tangerang city. The regulations concerning clinics are governed in the Regulation of Health Minister Number 9 of 2014, but this regulation has been overlooked by the businesses that fail to meet the responsibilities governed, and the Health Agency of South Tangerang city does not conduct any supervision over the practices run by beauty clinic Pratama doing things outside its authority allowed by the permit. Keywords: consumer protection, beauty clinic, health agency, supervision
URGENSI PENGATURAN MENGENAI PENDIRIAN BANK SYARIAH BERBENTUK NEO BANK DI INDONESIA Muhamad Faiz Maulana
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muhamad Faiz Maulana, Siti Hamidah, Reka Dewantara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No.169 Malang e-mail: fzmaulana9@student.ub.ac.id ABSTRAK Neo Bank sering disamakan dengan bank digital akan tetapi secara harfiah keduanya memiliki perbedaan. Perbedaannya terletak pada pengelolaannya dimana bank digital sesungguhnya adalah digital extension atau perpanjangan digital dari sebuah bank tradisional. Dengan kata lain, masih menempel pada bank induknya yang merupakan bank konvensional. Sedangkan neobank merupakan sebuah entitas yang terpisah dari perbankan tradisional yang sudah ada. Pengaturan terkait pendirian bank digital di Indonesia diatur melalui POJK 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, sehingga belum ada yang mengatur lebih lanjut mengenai pendirian bank syariah berbentuk Neo Bank. Dengan jenis penelitian hukum yuridis normаtif yang menggunаkаn metode Pendekаtаn Perundаng-undаngаn, Pendekatan Analitis serta Pendekatan Perbandingan. Hasil penelitian ini menemukan kesimpulan bahwa, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa diperlukan pembentukan pengaturan pendiran bank syariah berbentuk Neo Bank dengan memasukkan landasan prinsip syariah dan kepatuhan syariah. Sehingga kemudian bukan hanya pendiriannya saja yang diatur, akan tetapi dapat memberikan kepastian hukum dan batasan-batasan agar bank syariah berbentuk Neo Bank ini tidak keluar dari koridor syariah yang seharusnya. Kemudian konseptualisasi yang dapat penulis ajukan berdasarkan penelitian dan analisis terhadap peraturan yang sudah ada serta analisis perbandingan dengan digital bank di negara Singapura yaitu dengan membentuk POJK baru khusus mengenai bank syariah yang didalamnya memuat pengaturan mengenai pendirian bank syariah berbentuk Neo Bank dan penyelenggaraannya yang dilengkapi juga dengan fatwa DSN-MUI yang memuat secara detail prinsip dan kepatuhan syariah pendirian Neo Bank ini agar terjaga kesyariahannya. Kata Kunci: Urgensi, Bank Syariah, Neo Bank ABSTRACT Although Neo bank is often deemed to be similar to the digital bank, they are literally different in terms of the way they are operated. Digital bank refers to the digital extension of the conventional bank. In other words, this digital bank is still attached to the parent conventional bank. On the other hand, neo bank is an entity not attached to the existing conventional bank. The establishment of a digital bank in Indonesia is governed in POJK 12/POJK.03/2021 concerning Public Banks, and there are no further regulations governing the establishment of Sharia Neo Bank. With normative-juridical methods and statutory, analytical, and comparative approaches, this research reveals that regulation regarding sharia Neo Bank is required along with the basic sharia principles and sharia compliance. This regulation will not only govern the founders but should also guarantee the legal certainty and scope of Sharia Neo bank to ensure that it stays within the sharia scope set. Following the study of the existing regulations and the comparison of digital banks between Indonesia and Singapore, the conceptualization to recommend is making a new and special regulation of the Financial Services Authority regarding sharia banks with the details of sharia principles and compliance of Neo Bank establishment therein to maintain the sharia principles. Keywords: The Urgence, Sharia Bank, Neo Bank
PENUBRUKAN KRI TJIPTADI OLEH COAST GUARD VIETNAM MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL Muhammad Firdhaus Fachrurozzi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, September 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Muhammad Firdhaus Fachrurozzi, Dhiana Puspitawati, Nurdin Fakultas Hukum Universitas Brawijaya e-mail: muhammadfirfaus97@gmail.com ABSTRAK Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang permasalahan batas wilayah laut antar negara yang bertabrakan dan pasal yang dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu pasal 15 UNCLOS 1982 serta kewenangan dan hak berdaulat negara pantai mengenai wilayah laut di ZEE yang dimana negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk mengelola wilayah laut negara pantai yaitu pasal 56 ayat 1 UNCLOS 1982 dimana negara pantai berhak mengkonservasi, eksploitasi, dan mengelola sumber daya alam baik hayati maupun non hayati. Negara pantai juga memiliki hak kedaulatan penuh atas wilayah nya. Hak kedaulatan ini berlaku untuk di wilayah negara teritorial negara pantai mereka sendiri yang diukur dari pangkal tersurut negara mereka sejauh 12 mil. Negara luar yang mau memasuki wilayah nya harus mematuhi negara pantai yang dikunjugi nya sesuai dengan undang-undang yang diterapkan dalam hukum laut internasional atau UNCLOS 1982. Peraturan ini dibuat untuk mencegah adanya pelanggaran dari negara lain yang melanggar dan negara lain wajib mematuhinya. Seperti kasus pelanggaran kapal yang masuk ke wilayah indonesia dan melakukan pelanggaran penubrakan kapal ke kapal lain. Hal seperti ini bisa dikenakan pertanggung jawaban karena merusak kapal properti negara lain. Pelanggaran ini dapat dikenakan pasal 74 UNCLOS 1982 dimana negara yang bersangkutan menunggu persetujuan , saling kerjasama apabila ada kasus yang terjadi lagi. Kasus antara negara Vietnam dan Indonesia di wilayah natuna utara. Penulis disini menggunakan tenknik analisa hukum normatif Kata Kunci: Kewenagan Negara pantai, Perbatas Wilayah Laut, Tubrukan Kapal, Tanggung Jawab ABSTRACT With a normative legal analysis method, this research aims to investigate the conflicting territorial seas and Article 15 of UNCLOS 1982 as the reference of sanctions given and the authority and sovereign rights of coastal countries regarding the territorial sea in the Exclusive Economic Zone, where the coastal countries have the sovereign rights to manage the coastal areas, as in Article 56 Paragraph 1 of UNCLOS 1982, implying that coastal countries have rights to conserve, exploit, and cultivate biological and non-biological resources. Coastal countries also hold their territorial rights. The sovereign rights apply to the territories of the coastal countries, measured from the low tide base of the states concerned as far as 12 miles. The parties from other territories entering the territories of others must abide by the law of the coastal country visited according to the rules set forth in the international law of the sea or UNCLOS 1982. This regulation was made to prevent any violations of other countries and they are required to obey the regulation. This is obvious in the case of the vessel entering the territory of Indonesia and hitting another vessel, and it requires the country concerned to be responsible for this collision since it damages the property of another country. This violation is punishable under Article 74 UNCLOS 1982, requiring the country concerned to get approval and to be cooperative when a similar event takes place between the two states in the territory of north Natuna. Keywords: authority of coastal countries, territorial boundaries, vessel collision, responsibility

Page 1 of 3 | Total Record : 27


Filter by Year

2022 2022


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 More Issue