cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Kertha Semaya
Published by Universitas Udayana
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
E-Journal Kertha Semaya merupakan jurnal elektronik yang dimiliki oleh Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana. Materi muatan jurnal ini memfokuskan diri pada tulisan-tulisan ilmiah menyangkut lapangan Hukum Perdata atau Bisnis. Secara spesifik, topik-topik yang menjadi tema sentral jurnal ini meliputi antara lain: Hukum Perikatan, Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Perbankan, Hukum Investasi, Hukum Pasar Modal, Hukum Perusahaan, Hukum Pengangkutan, Hukum Asuransi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, dan Hukum Perburuhan.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 11 No 7 (2023)" : 20 Documents clear
PERKEMBANGAN REGULASI MANAJEMEN RISIKO DALAM SISTEM PEMBAYARAN BERBASIS TRANSAKSI ELEKTRONIK Nabila Shafira Karenina; Rouli Anita Velentina
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p10

Abstract

Sistem pembayaran elektronik merupakan inovasi dari sistem pembayaran. Transaksi pembayaran elektronik berpotensi menyebabkan terjadinya suatu risiko. Untuk menghindari suatu risiko, diperlukan suatu pedoman untuk memanajemen risiko tersebut. Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko yang berpotensial terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pengaturan dan implementasi manajemen risiko dalam sistem pembayaran berbasis transaksi elektronik. Metode yang digunakan adalah studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang diimplementasikan dalam penelitian ini adalah mekanisme pengumpulan bahan hukum dengan melakukan pencarian literatur dan informasi lainnya dilakukan dengan menggunakan pencarian online melalui internet dan offline menggunakan buku dan untuk melengkapi penelitian ini. Dalam rangka mewujudkan sistem pembayaran elektronik yang efektif dan efisien, terdapat pembaharuan pengaturan yaitu Peraturan OJK No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang menggantikan ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan OJK No. 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Persiapan operasional, keamanan dan kapabilitas teknologi, serta implementasi teknologi perlu untuk diterapkan oleh institusi perbankan yang memfasilitasi layanan sistem pembayaran berbasis teknologi informasi seperti QRIS. Electronic payment system is an innovation from the payment system. Electronic payment transactions have the potential to cause a risk. To avoid a risk, we need a guideline for managing that risk. Risk management aims to manage risks that have the potential to occur. This study aims to determine the development of regulation and implementation of risk management in payment systems based on electronic transactions. The method used is literature study. The data collection tool implemented in this study is the mechanism for collecting legal materials by conducting literature searches and other information using online searches via the internet and offline using books and to complete this research. In order to realize an effective and efficient electronic payment system, there has been a regulatory update, namely OJK Regulation No. 11/POJK.03/2022 concerning Implementation of Information Technology by Commercial Banks which replaces the previous provision, namely OJK Regulation No. 38/POJK.03/2016 concerning Application of Risk Management in the Use of Information Technology by Commercial Banks. Operational preparations, security and technological capabilities, as well as technology implementation need to be implemented by banking institutions that facilitate information technology-based payment system services such as QRIS.
UPAYA PERLINDUNGAN HAK BAGI NARAPIDANA KELOMPOK RENTAN KATEGORI ANAK Nyoman Widia Septiani Pramesti; Diah Ratna Sari Hariyanto
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p15

Abstract

Penulisan ini ditujuan untuk mengetahui terkait bagaimana pelaksanaan upaya dari perlindungan hak bagi narapidana kelompok rentan, khisusnya bagi narapidana anak yang dianggap lemah dan belum memiliki kemampuan dalam menghadapi ancaman di lembaga pemasyarakatan. Serta ditujukan agar mengetahui bagaimana kendala dalam mewujudkan perlindungan hak narapidana anak. Penelitian normatif dijadikan sebagai metode penelitian yang digunakan, di mana metode ini didasarkan pada bahan primer penulisan berupa peraturan perundang-undangan. Setelah dilakukan pengkajian dapat dilihat bahwa telah terdapat beberapa peraturan dalam perundang-undangan yang menjadi landasan hukum dalam perlindungan hak narapidana anak, seperti UU Nomor 3/ Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 11/Tahun 2012, dan Undang-Undang Nomor 12/Tahun 1995. Namun, peraturan tersebut belum sepenuhnya mampu menjamin kepastian hukum dari perlindungan narapidana anak dikarenakan adanya perbedaan definisi ‘anak’ di masing-masing peraturan. Perbedaan pendefinisian ‘anak’ di setiap peraturan perundang-undangan berakibat pada kekaburan kategori narapidana ‘anak’, sehingga penegakan hak narapidana anak menjadi semakin sulit untuk bisa diterapkan. ABSTRACT The purpose of this writing is to know how the execution of vulnerable prisoners’s rights, especially for child prisoners that considered as weak and doesn’t have any ability to protect themselves from any threat in prison. Also, to know what kind of obstacles we faced to actualize the protection of child prisoners’s rights. This writing of a scientific paper used a normative method that use regulations as a primary materials. After conducted an assessment about the protection of vulnerable prisoners’s rights especially child prisoners, we can conclude that there are several regulations that give legal protection for child prisonersr’s rights, such as Law No. 3 of 1997 on Child Protection, Law No. 11 of 2012 on Juvenile Criminal Justice System, and Law No. 12 of 1995 on Penitentiary. Besides, those regulations not completely able to guarantee legal certainty about protection of child’s priosoners rights, it is because there are differences about definition of child in each regulation.
PENGATURAN ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI ASET PENANAMAN MODAL ASING DITINJAU DARI HUKUM INVESTASI INTERNASIONAL DAN NASIONAL Vidya Khairina Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p06

Abstract

Capaian atas penelitian ini merupan untuk mengetahui aset kekayaan intelektual sebagai aset penanaman modal asing dan perlindungannya disertai dengan penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa penanaman modal asing. Metoda yang digunakan atas penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan analisis data menggunakan metode analisis kualititatif. Kekayaan intelektual sebagai benda tidak berwujud muncul dalam perkembangan aset penanaman modal asing yang tercantum dalam perjanjian penanaman modal asing internasional. Perlindungan kekayaan intelektual sebagai aset penanaman modal asing tidak diatur secara konkrit dalam perjanjian penanaman modal asing. TRIPS Agreement, Konvensi Berne, Konvensi Paris, dan WIPO masih digunakan saat ini sebagai perlindungan kekayaan intelektual dalam investasi. Prinsip teritorial yang termaktub dalam konvensi hak kekayaan intelektual membuat negara diperbolehkan untuk membuat kebijakan hak kekakayaan intelektual sesuai dengan teknologi dan ekonomi yang dimilikinya. Faktor ini menyebabkan atas terjadinya sengketa yang antara investor asing dengan host state karena bisa menimbulkan kerugian terhadap hak kekayaan intelektual investor asing. Penyelesaian sengketa atas investasi dengan hak kekayaan intelektual dilakukan dengan menggunakan mekanisme ISDS yang berfokus pada Kovensi Washington 1996. ISDS memiliki kelemahan dalam penyelesaian sengketa atas investasi hak kekayaan intelektual. The intention of this research is to determine intellectual property assets as foreign investment assets and their protection is accompanied by dispute resolution used in the event of foreign investment disputes. The methode that will be use is normative juridical methods with data analysis using qualitative analysis methods. Intellectual property as intangible objects appears in the development of foreign investment assets and listed in international foreign investment agreements. The protection of intellectual property as a foreign investment asset is not specifically regulated in foreign investment agreements. TRIPS Agreement, Berne Convention, Paris Convention and WIPO are still used today as intellectual property protection in investments. The territorial principle contained in the intellectual property rights convention makes the state allowed to make intellectual property rights policies in accordance with its technology and economy. This factor can cause disputes that occur between foreign investors and host states because they can cause losses to foreign investor’s intellectual property rights. Settlement of disputes over investments with intellectual property rights is carried out using the ISDS mechanism focusing on the 1996 Washington Convention. ISDS has weaknesses in resolving disputes over intellectual property rights investments.
PENAFSIRAN ORIGINAL INTENT DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013 TENTANG RENCANA PENYELENGGARAAN PEMILU DAN PILKADA SECARA SERENTAK Claudia Samantha Rico; I Dewa Gede Palguna
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p11

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisis terkait metode original intent dalam pengujian undang-undang terhadap konstitusi serta penerapan original intent dengan penafsiran Pasal 18 dan Pasal 22E UUD NRI 1945 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Rencana Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada secara Serentak. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi ini menjelaskan bahwa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang Rencana Penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada secara Serentak metode penafsiran original intent kurang tepat digunakan mengingat , namun jika putusan terkait dengan masalah kedaulatan atau dalam konteks negara kesatuan maka metode penafsiran original intent memang tepat digunakan. Hal ini karena secara hukum memang pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak tidak dilarang, namun pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-Xi/2013 menjadi kabur, bahwa memang harus dilaksanakan secara serentak. Namun yang paling penting adalah melihat secara empiris mengenai keuntungan dan kerugian apabila Pemilu dan Pilkada dilakukan secara serentak dan tidak serentak. Jika melihat bahwa adanya fakta mengenai banyaknya Kepala Daerah yang selesai masa jabatan pada tahun 2022 dan 2023, sehingga Pilkada tetap dilaksanakan pada 2024 maka disini hakim mengabaikan konsekuensi politik terhadap putusan. ABSTRACT This study aims to find out and analyze the original intent method in reviewing laws against the constitution and the application of the original intent with the interpretation of Article 18 and Article 22E of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in the Constitutional Court Decision Number 14/PUU-XI/2013 concerning Plans for Elections and Pilkada simultaneously. This study uses normative legal research methods with statutory and conceptual approaches. The results of this study explain that in the Decision of the Constitutional Court Number 14/PUU-XI/2013 concerning Plans to Hold Simultaneous Elections and Pilkada, the method of interpreting the original intent is not appropriate considering that, however, if the decision is related to issues of sovereignty or in the context of a unitary state, the method interpretation of the original intent is appropriate to use. This is because legally it is true that simultaneous elections and local elections are not prohibited, but after the Constitutional Court Decision Number 14/PUU-Xi/2013 it became unclear, that indeed they must be carried out simultaneously. However, the most important thing is to look empirically at the advantages and disadvantages if the General Election and Pilkada are held simultaneously and not simultaneously. If you see that there are facts regarding the number of Regional Heads who have finished their terms of office in 2022 and 2023, so that the Pilkada will still be held in 2024, then here the judge ignores the political consequences of the decision.
PENYELESAIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN YANG TERIKAT TERHADAP PINJAMAN ONLINE ILEGAL Muhammad Rifaldy; I Made Dedy Priyanto
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p16

Abstract

Artikel ini ditulis dengan tujuan menganalisis untuk mengetahui keabsahan pinjaman dalam melakukan sistem pinjaman secara online dan mengetahui bagaimana perlindungan dan penyelesaian hukum bagi konsumen yang terikat terhadap pinjaman online ilegal pada penggunaan pinjaman online yang terjadi pada renggang waktu beberapa tahun sebelumnya hingga sekarang ini. Metode yang dipergunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan sumber dokumen. Hasil studi dalam penelitian ini adalah langkah utama dengan menanggapi pengaduan yang dilaporkan oleh konsumen terkait penyimpangan dan pelanggaran yang diperbuat oleh penyedia jasa pinjaman online ilegal. Penyelesaian laporan yang diajukan ini bisa ditembuh melalui dua tahap. Pertama penyelesaian laporan pengaduan dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan, dan jika melanggar aturan-aturan hak asasi manusia, menimbulkan kecemasan karena ancaman-ancaman, bahkan sampai menelen korban. Jika sudah sampai hal seperti itu, artinya sudah termasuk ke dalam kasus yang harus ditangani hukum pidana. Dengan melibatkan pasal-pasal terkait dan bentuk penyelesaiannya melalui jalur pengadilan hukum pidana. ABSTRAK This article was written with the aim of analyzing to find out the validity of loans in an online loan system and find out how to protect and legalize consumers who are bound to illegal online loans on the use of online loans that have occurred several years apart until now. The method used in writing this article is the normative legal method by using a statutory approach and document sources. The results of the study in this study are the main step by responding to complaints reported by consumers regarding irregularities and violations committed by illegal online loan service providers. Completion of this submitted report can be done in two stages. First, the settlement of the complaint report is carried out by the Financial Services Institution, and if it violates human rights regulations, it causes anxiety because of threats, even to the point of swallowing the victim. If it comes to such a thing, it means that it is included in a case that must be handled by criminal law. By involving related articles and forms of settlement through criminal law courts.
KEABSAHAN KWITANSI PEMBAYARAN TIDAK BERMATERAI SEBAGAI BUKTI PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH Anak Agung Ngurah Krisna Pratama; I Gusti Ngurah Dharma Laksana
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p07

Abstract

Masyarakat Indonesia sangat lumrah dalam melakukan perjanjian sewa menyewa rumah namun dalam pelaksanaanya masih belum familiar melakukan perjanjian tertulis di atas kertas. Berangkat dari fenomena yang terjadi ini, maka penting dilakukan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keabsahan kwitansi pembayaran tidak bermaterai sebagi bukti perjanjian sewa menyewa rumah dan langkah prefentif yang dapat dilakukan para pihak agar mendapat kekuatan hukum yang lebih kuat dalam melakukan perjanjian sewa menyewa rumah. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif dan metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil studi menunjukkan bahwa walaupun dalam kwitansi pembayaran tidak bermeterai tidak dicantumkan detail perjanjian sewa menyewa rumah, namun kwitansi pembayaran tersebut timbul atas kesepakatan atau kesesuaian kehendak para pihak, sehingga kwitansi pembayaran tidak bermaterai dapat berfungsi sebagai bukti perjanjian sewa menyewa rumah yang sah sepanjang isinya diakui oleh semua pihak yang membuatnya sehingga akan memberikan kekuatan pembuktian sempurna seperti halnya perjanjian sewa menyewa yang dituangkan ke dalam akta otentik. Kemudian langkah preventif yang dapat dilakukan para pihak agar mendapat kekuatan hukum yang kuat dan sempurna dalam melakukan perjanjian sewa menyewa rumah adalah dengan membuat akta yang bersifat otentik di hadapan Notaris. Selain opsi tersebut, terdapat juga alternatif lain yang dapat dilakukan oleh para pihak yang ingin mengikatkan diri mereka dalam suatu perjanjian sewa menyewa rumah tanpa akta otentik yaitu dengan membuat akta di bawah tangan, kemudian membuat legalisasi atau mendaftarkan akta perjanjian di bawah tangan tersebut kepada Notaris (waarmerking). ABSTRACT Indonesian people are very common in making house rental agreements but in practice they are still not familiar with making written agreements on paper. Departing from this phenomenon, it is important to conduct a study that aims to determine the validity of the payment receipt without stamp duty as proof of house rental agreement and protect the parties in order to get stronger legal force in entering into a house rental agreement. This research was conducted using a normative legal research method with the statutory approach and the conceptual approach. The results of the study show that although the payment receipts are not stamped, the payment receipts arise based on the agreement with the will of the parties, so the unsigned payment receipt can serve as proof of a valid house rental agreement as long as its contents are recognized by the all parties so that it will provide perfect evidentiary power as well as the rental agreement as outlined in an authentic deed. The preventive step that can be taken by the parties in order to get strong and perfect legal force in entering into a house rental agreement is to make an authentic deed before a Notary. There are also other alternatives that can be done by parties who want to bind themselves to a house rental agreement without an authentic deed, namely by making an underhand deed, then making legalization or registering the underhand agreement deed to a Notary (waarmerking).
PROSEDUR HUKUM PELEPASAN TANAH ULAYAT UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH Kornelius Ayub Romario Simanulang; Atik Winanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p19

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang prosedur hukum pelepasan tanah ulayat pada peraturan perundang-undangan di Indonesia, dalam pembangunan infrastruktur pemerintah. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus yang dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa prosedur pelepasan tanah terdapat di dalam UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Kepentingan Umum, dan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Inti dari pelepasan tanah adalah pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak atau masyarakat hukum adat. Ganti kerugian tidak hanya dalam bentuk uang, namun bisa dengan hal-hal lain sesuai yang diatur dalam undang-undang. Putusan No. 18/Pdt.G/2019/PN Jap adalah contoh kasus dari penguasaan tanpa pelepasan tanah. Tanah ulayat dikuasai dan dibangun gedung untuk pelayanan umum oleh negara, serta diterbitkan sertifikat hak atas tanah. Sertifikat atas tanah yang sah tanpa bukti pelepasan tanah menjadi tidak berarti, dalam sengketa tanah ulayat. This study aims to find out about the legal procedures for releasing customary land under Indonesian laws and regulations for the development of government infrastructure. The method used is normative juridical, with a statutory approach and a case approach, which is analyzed using qualitative descriptive analysis techniques. The result of this study is that the land release procedure is contained in Law No. 30 of 2009 on Electricity, Law No. 2 of 2012 on Land Procurement for Public Interests, and Law No. 39 of 2014 on Plantation. The essence of land release is the provision of compensation to the rightful party or customary law community. Compensation is not only in the form of money but can be done in other ways, according to the law. Verdict No. 18/Pdt.G/2019/PN Jap is an example of a case of land tenure without relinquishment. Customary land is owned and built by the state for public services, and a certificate of land rights is issued. Legitimate land certificates without evidence of land release are meaningless in customary land disputes.
PEMBARUAN HUKUM TERHADAP PASAL 180 KUHP MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP JENAZAH Moch. Daffa Syahrizal
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p20

Abstract

Tujuan studi ini adalah untuk menemukan persamaan dan perbedaan di antara dua sistem hukum mengenai kejahatan terhadap jenazah dan menganalisis formulasi kejahatan terhadap jenazah yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang akan berlaku pada tahun 2026 dari perspektif pembaruan hukum pidana Indonesia. Studi ini merupakan penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan memakai pendekatan perundang-undangan dan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substansi hukum pidana Taiwan memiliki arah pengaturan yang lebih serius dibandingkan Pasal 180 KUHP sebagaimana terlihat dari jenis perbuatan yang dilarang, unsur objektif yang hendak dilindungi, sistem dan jenis pidana, serta pemberatan ancaman pidananya terhadap terdakwa saat unsur objektif yang dilindungi berada dalam garis keturunan yang sama dengan terdakwa. Kejahatan terhadap jenazah telah terpotret dalam Pasal 271 UU No. 1 Tahun 2023 yang menambahkan frasa baru sebagai bagian inti tindak pidana, yaitu memperlakukan jenazah secara tidak beradab. Dengan demikian, penegakan hukum di masa mendatang akan menjadi efektif saat Pasal 271 UU No. 1 Tahun 2023 yang dipakai. Kriminalisasi yang dilakukan merupakan penyeruan sikap moral yang beralasan, sebab realisasi sikap batin jahat terhadap jenazah telah melanggar ketertiban umum dan dianggap jahat oleh masyarakat Indonesia yang beragama. The purpose of this study is to find similarities and differences between the two legal systems regarding crimes against corpses and to analyze the formulation of crimes against corpses contained in Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code which will take effect in 2026 from the perspective of reforming Indonesian criminal law. This study is a normative juridical research conducted using a statutory and comparative approach. The results show that the substance of Taiwan's criminal law has a more serious regulatory direction than Article 180 of KUHP as seen from the types of prohibited acts, the objective elements to be protected, the system and type of crime, as well as the weighting of the criminal threats against the defendant when the protected objective elements are in the same lineage as the defendant. Crimes against corpses have been described in Article 271 of Law Number 1 of 2023 which adds a new phrase as a core part of criminal acts, namely treating corpses in an uncivilized manner. Thus, law enforcement in the future will be effective when Article 271 of Law Number of 2023 is used. The criminalization carried out is a call for a reasonable moral attitude, because the realization of an evil mental attitude towards a corpse has violated public order and is considered evil by the religious Indonesian people.
KEKUATAN HUKUM SURAT KUASA MUTLAK PADA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI KAITANNYA DENGAN JUAL BELI TANAH Dewi indriani; Berliana Ayu Saputri; Himmatul Mahmudah; Bhim Prakoso; Aan Efendi
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p17

Abstract

Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji kepastian hukum dari kekuatan hukum surat kuasa mutlak pada perjanjian pengikatan jual beli kaitannya dalam jual beli tanah. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan komparatif.hasil studi menunjukan bahwa Dalam penguasaan kuasa mutlak PPJB itu boleh asalkan harus memenuhi beberapa syarat-syarat tertentu, seperti Kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian pokok yaitu PPJB, PPJB yang menjadi perjanjian pokok juga harus merupakan, dimana seluruh hak dari penjual sudah sepenuhnya terpenuhi karena pihak pembeli sudah memenuhi kewajiban yaitu membayar lunas harga objek tanah yang diperjualbelikan, Penggunaan kuasa mutlak dalam PPJB tanah, pemberian kuasa harus diberikan dari pihak pemberi dan penerima, tidak boleh disubsitusikan kepada pihak lain yang tidak memiliki kepentingan. The purpose of this study is to examine the legal certainty of the legal power of absolute power of attorney in the binding sale and purchase agreement in relation to the sale and purchase of land. This study uses a normative legal research method with a comparative statutory approach. The study results show that in controlling the absolute power of the PPJB it is permissible as long as it has to fulfill certain conditions, such as the power of attorney is an inseparable part of the main agreement, namely PPJB, PPJB which is the main agreement must also be, in which all the rights of the seller have been fully fulfilled because the buyer has fulfilled the obligation, namely paying in full the price of the land object being traded, the use of absolute power in the PPJB land, the authorization must be given from the giver and the recipient, may not substituted to other parties who have no interest.
IMPLIKASI PENDIRIAN PERUSAHAAN CANGKANG DI NEGARA SUAKA PAJAK YANG BERAKIBAT PELANGGARAN PAJAK Raden Alya Lutfiyyah; Rianda Dirkareshza
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 7 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i07.p18

Abstract

Tulisan ini bertujuan menganalisis indikasi adanya pelanggaran pajak terhadap pembentukan perusahaan cangkang di negara suaka pajak dengan mengidentifikasi faktor apa saja yang dapat mengindikasikan perusahaan cangkang sebagai tindakan penghindaran pajak serta mengkualifikasi aturan hukum apa yang mengatur mengenai tindakan penghindaran pajak. etode penelitian hukum yang penulis gunakan adalah yuridis normatif. Pendekatan yang dilakukan oleh penulis yaitu menggunakan metode berpikir secara deduktif. Mengenai berbagai data yang didapatkan, kemudian dilaksanakan Analisa dengan penggunaan pendekatan kualitatif. Tidak semua perusahaan cangkang melakukan pelanggaran pajak. Perusahaan cangkang dikatakan melanggar pajak apabila perusahaan tersebut melakukan tindakan illegal. Perusahaan cangkang ini bisa dikaitkan dengan perspektif perpajakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengampunan Pajak. maka para pelaku dapat dihukum sesuai dengan sanksi pidana yang berlaku. Mengenai sanksi administrasi pelaku pelanggaran pajak dapat dijatuhkan berdasarkan Undang- Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). This paper aims to analyze indications of tax violations against the formation of shell companies in tax havens by identifying what factors can indicate shell companies as tax avoidance actions and qualifying what legal rules regulate tax avoidance actions. The legal research method that the author uses is normative juridical. The approach taken by the author is to use the deductive thinking method. Regarding the various data obtained, then an analysis is carried out using a qualitative approach. Not all shell companies commit tax violations. Shell companies are said to violate taxes if the company takes illegal actions. This shell company can be related to the perspective of taxation based on the Minister of Finance Regulation Number 118 / PMK.03 / 2016 concerning the Implementation of Law Number 11 of 2019 concerning Tax Amnesty. then the perpetrators can be punished in accordance with the applicable criminal sanctions. Regarding administrative sanctions for perpetrators tax violations can be imposed based on Law No. 28 of 2007 concerning General Provisions and Tax Procedures (KUP Law).

Page 2 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2023 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 12 No 10 (2024) Vol 12 No 9 (2024) Vol 12 No 8 (2024) Vol 12 No 7 (2024) Vol 12 No 6 (2024) Vol 12 No 5 (2024) Vol 12 No 4 (2024) Vol 12 No 3 (2024) Vol 12 No 2 (2024) Vol 11 No 12 (2023) Vol 11 No 11 (2023) Vol 11 No 10 (2023) Vol 12 No 1 (2023) Vol 11 No 9 (2023) Vol 11 No 8 (2023) Vol 11 No 7 (2023) Vol 11 No 6 (2023) Vol 11 No 5 (2023) Vol 11 No 4 (2023) Vol 11 No 3 (2023) Vol 11 No 2 (2023) Vol 10 No 12 (2022) Vol 10 No 11 (2022) Vol 10 No 10 (2022) Vol 11 No 1 (2022) Vol 10 No 9 (2022) Vol 10 No 8 (2022) Vol 10 No 7 (2022) Vol 10 No 6 (2022) Vol 10 No 5 (2022) Vol 10 No 4 (2022) Vol 10 No 3 (2022) Vol 10 No 2 (2022) Vol 9 No 12 (2021) Vol 9 No 11 (2021) Vol 9 No 10 (2021) Vol 10 No 1 (2021) Vol 9 No 9 (2021) Vol 9 No 8 (2021) Vol 9 No 7 (2021) Vol 9 No 6 (2021) Vol 9 No 5 (2021) Vol 9 No 4 (2021) Vol 9 No 3 (2021) Vol 9 No 2 (2021) Vol 8 No 12 (2020) Vol 8 No 11 (2020) Vol 8 No 10 (2020) Vol 9 No 1 (2020) Vol 8 No 9 (2020) Vol 8 No 8 (2020) Vol 8 No 7 (2020) Vol 8 No 6 (2020) Vol 8 No 5 (2020) Vol 8 No 4 (2020) Vol 8 No 3 (2020) Vol 8 No 2 (2020) Vol 7 No 12 (2019) Vol 7 No 11 (2019) Vol 7 No 10 (2019) Vol 8 No 1 (2019) Vol 7 No 9 (2019) Vol 7 No 8 (2019) Vol 7 No 7 (2019) Vol 7 No 6 (2019) Vol 7 No 5 (2019) Vol 7 No 4 (2019) Vol 7 No 3 (2019) Vol 7 No 2 (2019) Vol 6 No 12 (2018) Vol 6 No 11 (2018) Vol 6 No 10 (2018) Vol 7 No 1 (2018) Vol 6 No 9 (2018) Vol 6 No 8 (2018) Vol 6 No 7 (2018) Vol 6 No 6 (2018) Vol 6 No 5 (2018) Vol 6 No 4 (2018) Vol 6 No 3 (2018) Vol 6 No 2 (2018) Vol 6 No 1 (2017) Vol 5 No 2 (2017) Vol 5 No 1 (2017) Vol 4 No 3 (2016) Vol 4 No 2 (2016) Vol 4 No 1 (2016) Vol. 03, No. 03, Mei 2015 Vol. 03, No. 02, Januari 2015 Vol. 03, No. 01, Januari 2015 Vol. 02, No. 06, Oktober 2014 Vol. 02, No. 05, Juli 2014 Vol. 02, No. 04, Juni 2014 Vol. 02, No. 03, Juni 2014 Vol. 02, No. 02, Februari 2014 Vol. 02, No. 01, Februari 2014 Vol. 01, No. 12, November 2013 Vol. 01, No. 11, November 2013 Vol. 01, No. 10, Oktober 2013 Vol. 01, No. 09, September 2013 Vol. 01, No. 08, September 2013 Vol. 01, No. 07, Juli 2013 Vol. 01, No. 06, Juli 2013 Vol. 01, No. 05, Juli 2013 Vol. 01, No. 04, Mei 2013 Vol. 01, No. 03, Mei 2013 Vol. 01, No. 02, Februari 2013 Vol. 01, No. 01, Januari 2013 More Issue