Kertha Semaya
E-Journal Kertha Semaya merupakan jurnal elektronik yang dimiliki oleh Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana. Materi muatan jurnal ini memfokuskan diri pada tulisan-tulisan ilmiah menyangkut lapangan Hukum Perdata atau Bisnis. Secara spesifik, topik-topik yang menjadi tema sentral jurnal ini meliputi antara lain: Hukum Perikatan, Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Perbankan, Hukum Investasi, Hukum Pasar Modal, Hukum Perusahaan, Hukum Pengangkutan, Hukum Asuransi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, dan Hukum Perburuhan.
Articles
20 Documents
Search results for
, issue
"Vol 11 No 8 (2023)"
:
20 Documents
clear
HUBUNGAN HUKUM YANG TIMBUL DALAM PENITIPAN UANG PAJAK JUAL BELI TANAH KEPADA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
Azalia Delicia Dumanauw;
Febby Mutiara Nelson
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p08
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi hubungan hukum yang timbul dalam penitipan pembayaran pajak jual beli tanah berdasarkan wewenang dan tanggung jawab PPAT yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hubungan hukum yang timbul dalam perbuatan tersebut mengarah kepada akibat hukum yang timbul kepada para pihak yang terkait. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang bersumber pada undang-undang atau peraturan hukum terkait pengaturan pajak yang timbul dalam jual beli tanah dan peraturan terkait jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa penerimaan penitipan pembayaran pajak PPh dan BPHTB bukanlah tugas maupun wewenang dari PPAT. Sehingga tanggung jawab yang timbul terhadap perbuatan tersebut bukanlah tanggung jawab jabatan, melainkan tanggung jawab secara pribadi. Hubungan hukum yang timbul dalam penitipan pembayaran pajak ialah hubungan kuasa antara Wajib Pajak selaku pemberi kuasa dan PPAT selaku penerima kuasa yang bertanggung jawab secara pribadi perorangan. This study aims to identify the legal relation that arises in the custody of land selling tax payments to PPAT based on PPAT's authority and responsibilities as regulated in positive law. Identifying the legal relationship that arises in such deed leads to identifying the legal consequences that arise for the parties involved. This study uses normative juridical research that originates from laws or legal regulations related to tax arrangements that arise in the act of buying and selling land and regulations related to the position of Land Deed Making Officer (PPAT). Based on the results of the study, it can be concluded that accepting the tax payments is not the duty or authority of the chair of PPAT. So that the responsibility that arises for these actions is not a chair responsibility, but a personal responsibility. The legal relationship that arises in the custody of tax payments is a power relationship between the Taxpayer as the principal and the PPAT as the attorney who is personally responsible for the individual.
KEABSAHAN BUY BACK GUARANTEE DALAM PEMBELIAN RUMAH MELALUI FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH
Ayu Mega Rakhmawati;
I Made Pria Dharsana
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p04
Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu pembiayaan yang paling banyak digunakan masyarakat terutama kelas menengah ke bawah dalam membeli rumah. Untuk menghindari resiko wanprestasi, Bank selaku pemberi kredit melakukan perjanjian Buy Back Guarantee dengan developer dengan tujuan ketika debitur wanprestasi maka developer akan membeli kembali objek tersebut. Namun, banyak permasalahan yang timbul akibat dari pelaksanaan dan eksekusi terhadap objek Buy Back Guarantee tersebut. Tujuan studi ini untuk mengkaji dan menganalisis terkait keabsahan pelaksanaan Buy Back Guarantee dan upaya penyelesaian sengketanya. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan putusan. Hasil studi menunjukkan bahwa pelaksanaan Buy Back Guarantee sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan perjanjian-perjanjian yang dibuat yang berkaitan dengan pelaksanaan Buy Back Guarantee sah dan dibuat dihadapan Notaris. Adapun penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur litigasi dan non-litigasi. Jalur litigasi dapat ditempuh melalui pengadilan, dan non litigasi dapat dilakukan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu arbitrasi, negosiasi, ataupun mediasi. The House Ownership Credit Facility is one of the most widely used financing facilities for the community, especially the lower middle class, when buying a house. To avoid the risk of default, the Bank as the lender enters into a Buy Back Guarantee agreement with the developer with the aim that when the debtor defaults, the developer will buy back the object. However, many problems arise as a result of the implementation and execution of the Buy Back Guarantee object. The purpose of this study is to examine and analyze the validity of the implementation of the Buy Back Guarantee and efforts to resolve disputes. This study uses a normative legal research method with a statutory and decision approach. The results of the study show that the implementation of the Buy Back Guarantee is valid if it is carried out in accordance with applicable regulations and the agreements made related to the implementation of the Buy Back Guarantee are legal and made before a Notary. The settlement of disputes can be done through litigation and non-litigation. The litigation route can be taken through the courts, and non-litigation can be carried out through Alternative Dispute Resolution, namely arbitration, negotiation or mediation.
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA: PERSPEKTIF TEORI PEMIDANAAN
Rintis Uthita Hernanda;
Hervina Puspitosari
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p09
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui melalui pengamatan langsung dan menganalisis melalui penelitian di tempat dengan menggunakan Undang-undang pemasyarakatan dan teori pemidanaan kemudian melahirkan informasi baru. Studi ini menerapkan metode Yuridis empiris untuk menggambarkan Pemberian Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya secara yuridis dan empiris. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual yaitu menggunakan konsep pemidanaan. Dalam studi ini, penulis mengaitkan pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya dengan teori pemidanaan di Indonesia yang tidak terlepas dari tujuan pemidanaan. Pemberian Pembebasan Bersyarat adalah hak bagi tahanan untuk kebebasan dengan syarat menjalani 2/3 masa penahanan selama tidak kurang dari 9 (Sembilan) bulan. Pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada tahanan yang memenuhi kriteria tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022. Pemenuhan persyaratan administrative dan substantive merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh pembebasan bersyarat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. The purpose of this research is to find out through direct observation and analyze through on-site research using the correctional law and the theory of punishment then give birth to new information. This study applies the empirical juridical method to describe the granting of parole to prisoners at the Surabaya Class I Correctional Institution juridically and empirically. This research approach uses a conceptual approach, namely using the concept of punishment. In this study, the author relates the implementation of the granting of parole at the Surabaya Class I Penitentiary with the theory of punishment in Indonesia which is inseparable from the purpose of punishment. The granting of parole is the right for prisoners to freedom on the condition of serving 2/3 of the detention period for not less than 9 (nine) months. Parole can be granted to prisoners who meet certain criteria stipulated in the Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 7 of 2022. Fulfillment of administrative and substantive requirements is a condition that must be met to obtain parole in accordance with the provisions stipulated in Law Number 22 of 2022 and Regulation of the Minister of Law and Human Rights Number 7 of 2022 concerning Corrections.
KEBIJAKAN SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT SEBAGAI BAGIAN INDONESIA’S FOLU NET SINK 2030
Hirma Parimita;
Fatma Ulfatun Najicha
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p05
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia sebagai negara pihak dalam Paris Agreement terkait dengan usaha penurunan emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual yang berpijak pada perkembangan pandangan dan doktrin yang ada di dalam ilmu hukum. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui teknik studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan metode deduksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia melaksanakan penurunan emisi GRK secara konstan seperti yang tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC). Salah satu sektor dengan proporsi penurunan emisi GRK terbesar pada NDC Indonesia adalah sektor kehutanan, sehingga mitigasi kehutanan menjadi hal yang vital bagi Indonesia. Forestry and Other Land Use (FOLU) merupakan salah satu komponen NDC yang ditarget berkontribusi sebesar 60% dari keseluruhan penurunan GRK. Pelaksanaan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 berpijak pada komponen Sustainable Forest Management (SFM) dimana pengelolaan hutan berkelanjutan dan lestari menjadi tugas besar untuk dilaksanakan dan diatur secara hati-hati dan bijaksana agar target penurunan emisi GRK yang tertuang dalam NDC dapat tercapai dan dapat mencapai net zero emission pada tahun 2060. This study aims to determine the policies taken by the Government of Indonesia as a party to the Paris Agreement related to efforts to reduce greenhouse gas (GHG) emissions. This legal research is normative legal research using a conceptual approach that is based on the development of views and doctrines in the science of law. The legal materials used are primary and secondary legal materials collected through library research techniques and analyzed using the deduction method. The results of this study indicate that Indonesia carries out constant GHG emission reductions as stated in the Nationally Determined Contribution (NDC). One of the sectors with the largest proportion of GHG emission reductions in Indonesia's NDC is the forestry sector, so forestry mitigation is vital for Indonesia. Forestry and Other Land Use (FOLU) is a component of the NDC which is targeted to contribute 60% of the total GHG reduction. The implementation of Indonesia's FOLU Net Sink 2030 is based on the Sustainable Forest Management (SFM) component where sustainable and sustainable forest management is a big task to be implemented and regulated carefully and wisely so that the GHG emission reduction target contained in the NDC can be achieved and can reach net zero emissions in 2060.
PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT: BENTUK KEWENANGAN DAN PERLINDUNGAN KURATOR
Gede Parta Wijaya;
Diah Ratna Sari Hariyanto
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p10
Tujuan dari penelitian tentang perlindungan hukum kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit adalah untuk menganalisis secara menyeluruh terkait tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit serta mengidentifikasi perlindungaan hukum Kurator dalam menjalankan tugasnya untuk penurusan dan pemberesan harta pailit. Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode hukum normatif. Hasil kajian di dapat sangatlah banyak kewenangan kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit , akan tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah seringnya kurator mendapatkan gugatan perdata dan laporan pidana dari pihak kreditor maupun pihak debitor, sehingga proses pengurusan dan pemberesan harta pailit kurator mendapatkan banyak hambatan karena secara normatif kurator tidak memiliki hak immunitas sebagaimana seorang advokat yang sedang menjalankan tugasnya. Pada dasarnya kelemahan terhadap kurator ini terjadi karena berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Kepailitan dan Pembayaran Kewajiban Utang menyatakan secara jelas bahwa “Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelelaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan yang menyebabkan kerugian harta pailit”. Dengan penelitian ini sangatlah perlu dilakukan untuk dilakukan dengan kepentingan memahami secara utuh terkait kewenangan Kurator, harta pailit debitor pailit dan perlindungan hukum Kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit The purpose of the research on the legal protection of curators in the management and administration of bankruptcy assets is to thoroughly analyze the duties and authority of curators in the management and administration of bankruptcy assets and identify the legal protection of curators in carrying out their duties for the management and administration of bankruptcy assets. The analysis in this research uses normative legal methods. The results of the study obtained are very much the authority of the curator in carrying out the management and administration of bankruptcy assets, but what is often a problem is that the curator often gets civil suits and criminal reports from creditors and debtors, so that the process of managing and administering bankruptcy assets the curator gets a lot of obstacles because normatively the curator does not have immunity rights as an advocate who is carrying out his duties. Basically, this weakness against the curator occurs because based on Article 72 of the Bankruptcy and Debt Obligation Payment Law states clearly that "The curator is responsible for errors or omissions in carrying out the task of management and / or management that cause losses to the bankruptcy property". This research is very necessary to be carried out in order to fully understand the authority of the Curator, the bankruptcy assets of the bankrupt debtor and the legal protection of the Curator in the management and administration of bankruptcy assets.
PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA MELALUI PENDAMPINGAN PSIKOLOG FORENSIK
Ni Gusti Agung Ayu Mas Tri Wulandari
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p01
Berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan anak harus berhadapan dengan hukum, merupakan masalah aktual dan faktual sebagai gejala sosial dan kriminal yang telah menimbulkan kehawatiran dikalangan orang tua pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta penegak hukum. Penyebab munculnya perilaku agresif seorang anak adalah situasi yang tidak menyenangkan atau menganggu buat si anak, dan adanya faktor individual dan situasional yang dapat saling berinteraksi mempengaruhi kondisi internal seorang anak. Proses pemeriksaan tindak pidana terhadap anak tidak dapat dipersamakan dengan orang dewasa, peran seorang psikolog forensik sangat dibutuhkan guna melakukan otopsi psikologi dengan merekonstruksi keadaan emosional, kepribadian, pikiran, dan mental si anak. Sehingga perlu dikaji lebih serius dan mendalam tentang faktor penyebab yang melatarbelakangi tindakan pidana yang dilakukan anak. Psikolog forensik juga dapat membantu polisi dengan melakukan asesmen untuk memberikan gambaran tentang kondisi mental si anak saat melakukan tindak pidana. Sehingga kedepannya dapat meminimalisir kasus terjadinya kejahatan yang dilakukan anak di bawah umur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual guna menjawab permasalahan. Adapun hasil penelitian yakni (1) Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum tidak hanya dapat diselesaikan melalui proses peradilan, akan tetapi juga dapat diselesaikan melalui diversi, yang mana penyelesaiannya melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan yang dikenal dengan pendekatan keadilan restorative justice.(2) Pendampingan psikolog forensik bagi anak yang berhadapan dengan hukum dapat diberikan sejak anak diperiksa di kepolisian sampai anak tersebut menjalani pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Mengantisipasi penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan selama menjalani proses hukum, peran psikolog forensik cukup penting dalam memberikan perlindungan dan pendampingan, termasuk mendorong agar anak mendapatkan proses penyelesaian perkara diluar mekanisme pidana konvensional.
PERKARA HAK ANAK DALAM PERCERAIAN: ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Aldella Ayu Putri;
Mohamad Fajri Mekka Putra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p06
Penelitian ini mengkaji tentang ketentuan hukum hak anak pasca perceraian dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 441/Pdt.G/2018/PN.Sgr dalam adat Bali. Walaupun Penggugat dan Tergugat berpisah sebagai orang tua, Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak mempunyai hak yang sama dengan anak dari kedua orang tuanya. Pasal 41 Peraturan Perkawinan huruf b yang menyatakan bahwa semua biaya ditanggung oleh ayahterkait dengan mengubah dan mendidik anak, dan hukum adat Bali keduanya mendukung kesimpulan ini. Namun, orang dapat berargumen secara masuk akal bahwa wanita juga bertanggung jawab atas biaya ini karena tanggung jawab ibu sebagai orang tua tidak berakhir. ini. Aturan baku Bali menyatakan bahwa kekuasaan anak jatuh kepada ayah sebagai Termohon sebagai Purusa. This research examines the legal provisions of children's rights after divorce in relation to the Supreme Court Decision of the Republic of Indonesia Number 441/Pdt.G/2018/PN.Sgr in Balinese custom. Although the Plaintiff and Defendant separated as parents, Article 45 Paragraph 1 of Law Number 1 Year 1974 Concerning Marriage states that children have the same rights as children of both parents. Article 41 of the Marriage Regulation letter b which states that all costs are borne by the father in relation to changing and educating the child, and Balinese customary law both support this conclusion. However, one could reasonably argue that women are also responsible for these costs as the mother's responsibilities as a parent do not end at this. The Balinese default rule states that child power goes to the father as the Respondent as Purusa.
PENERAPAN PRINSIP KETERBUKAAN BAGI EMITEN DALAM PASAR MODAL
Ester Daniela Angelina Siregar;
Richard C. Adam
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p11
Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan prinisp keterbukaan oleh Emiten dalam penyampaian informasi terhadap investor dan mengerahui perlindungan hukum bagi investor terkait pelanggaran prinsip keterbukaan.Penelitian memakai penelitian hukum normatif ialah penelitian aturan hukum, prinsip, konsep atau doktrin. Jenis bahan hukum memakai penelitian kepustakaan yang bersumber dari buku yang relevan untuk menemukan landasan teori dalam bentuk Undang-Undang dan literatur. Temuan dari penelitian ini adalah keterbukaan informasi ialah wujud perlindungan bagi pemegang saham apabila ingin berinvestasi saham atau orang yang telah membeli saham. Transparansi memberikan perlindungan hukum dalam melakukan transaksi di pasar modal. Pelaksaan prinsip keterbukaan ada 2 tahap yaitu keterbukaan melalui penawaran umum serta Keterbukaan sesudah perusahaan publik mencatat dan memperjualbelikan efeknya di bursa. Penegakan hukum atas pelanggaran yang dilaksanakakn oleh pihak manapun yang memperoleh izin, persetujuan maupun pendaftaran dari Bapepam melalui pengenaan sanksi administratif sseperti termuat pada Pasal 102,111 UUPM. The aim of the research is to find out the application of the principle of transparency by issuers in conveying information to investors and to find out the legal protection for investors regarding violations of the principle of transparency. Research using normative legal research is research on legal rules, principles, concepts or doctrines. This type of legal material uses library research sourced from relevant books to find a theoretical basis in the form of laws and literature. The findings from this study are that information disclosure is a form of protection for shareholders if they want to invest in shares or people who have purchased shares. Transparency provides legal protection in conducting transactions in the capital market. There are 2 stages in implementing the principle of openness, namely openness through a public offering and openness after the public company records and trades its securities on the stock exchange. Law enforcement for violations committed by any party who obtains permits, approval or registration from Bapepam through the imposition of administrative sanctions as contained in Article 102.111 UUPM.
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI TENGAH PANDEMI COVID-19 : KAJIAN HUKUM DAN SOSIAL
Laurel Rahardjo;
Hanafi Tanawijaya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p02
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi selama pandemi COVID-19 dan menganalisis dampaknya secara hukum dan sosial. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi literatur dan analisis data yang relevan. Artikel ini berfokus pada tinjauan peraturan perundang-undangan terkait ketenagakerjaan, khususnya Pasal 151 dan Pasal 164 UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Menurut temuan penelitian ini, ada sejumlah besar kasus di mana perusahaan telah memberhentikan karyawan secara tidak tepat. Pengusaha, pemerintah, dan pekerja memiliki tanggung jawab di bawah Pasal 151 UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan untuk bekerja sama untuk menghindari pemutusan hubungan kerja. Selain itu, ada berbagai keadaan, seperti keadaan kahar atau kerugian besar, di mana pemberi kerja dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Jika sebuah perusahaan merugi selama dua tahun berturut-turut, maka perusahaan tersebut dapat memberhentikan karyawannya sesuai dengan Pasal 164 UU Ketenagakerjaan. Karena COVID-19 belum ada selama setidaknya 2 tahun, hal ini masih menjadi perdebatan. The aim of this article is to examine the employment termination that occurs during the COVID-19 pandemic and analyze its legal and social implications. The research method used in this article is literature review and analysis of relevant data. The article focuses on reviewing labor-related regulations, particularly Article 151 and Article 164 of Law No. 13 of 2013 concerning Manpower. According to the findings of this research, there are numerous cases where companies have inappropriately terminated employees. Employers, the government, and workers have responsibilities under Article 151 of Law No. 13 of 2013 concerning Manpower to collaborate in avoiding employment termination. Furthermore, there are various circumstances, such as force majeure or significant losses, in which employers can carry out employment termination. If a company incurs losses for two consecutive years, it is permitted to terminate its employees according to Article 164 of the Labor Law. However, since COVID-19 has not existed for at least two years, this issue remains subject to debate.
PEMBEBASAN PAJAK DALAM PEWARISAN TERKAIT PERALIHAN HAK ATAS TANAH
Aprilia Jessyca Kristiani;
FX. Arsin Lukman
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 8 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i08.p07
Karya ilmiah ini mempunyai tujuan dalam membuat pembaca memahami mengenai pengaturan pembebasan pajak dalam pewarisan terkait peralihan hak atas tanah dan untuk mengetahui pembebasan pajak dalam pewarisan terkait peralihan hak atas tanah secara ius constituendum. Metode yang dipergunakan pada artikel ini mempergunakan penelitian hukum dengan jenis yuridis-normatif, dengan mempergunakan pendekatan perundang-undangan untuk menganalisa permasalahan hukum pada artikel ini. Studi ini pada akhirnya menemukan jika secara khusus terkait pengaturan pembebasan pajak dalam pewarisan terkait peralihan hak atas tanah telah diatur dalam UU No. 7/2021 selain itu pengaturan dibebaskannya PPh dikarenakan waris yang objeknya berbentuk tanah dilakukan pengaturan pada PP No. 34/2016, yang menyebut jika peralihan hak atas tanah dikarenakan waris dilakukan pembebasan PPh. Namun pada poin penjelasan tak diperjelas terkait peralihan karena waris apa yang dilakukan pembebasan PPh, sehingga menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Selanjutnya pembebasan pajak dalam pewarisan terkait peralihan hak atas tanah secara ius constituendum bisa dilakukan dengan menambahkan pada bagian penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf b UU No. 7/2021 bahwa penerimaan waris oleh ahli waris bukanlah suatu objek pajak selama warisan yang diterima merupakan peralihan waris secara langsung, pembagian warisan, serta hibah wasiat. Sehingga KPP Pratama dapat memberikan keputusan yang seragam serta selaras. This scientific work has the goal of making the reader understand about the regulation of tax exemptions in inheritance related to the transfer of land rights and to find out tax exemptions in inheritance related to the transfer of land rights in an ius constituendum manner. The method used in this article uses legal research with a juridical-normative type, using a statutory approach to analyze the legal issues in this article. This study finally found that specifically related to tax exemption arrangements in inheritance related to the transfer of land rights has been regulated in Law no. 7/2021 apart from that the regulation on the exemption of PPh due to inheritance whose objects are in the form of land is regulated in PP No. 34/2016, which states that if the transfer of land rights is due to inheritance, an exemption from PPh is carried out. However, at this point the explanation is not clarified regarding the transfer due to inheritance, what is the exemption from PPh, giving rise to legal uncertainty. Furthermore, tax exemption in inheritance related to the transfer of land rights by ius constituendum can be done by adding to the elucidation section of Article 4 paragraph (3) letter b of Law no. 7/2021 that acceptance of inheritance by heirs is not a tax object as long as the inheritance received is a direct transfer of inheritance, distribution of inheritance, and testamentary grants. So that KPP Pratama can provide uniform and aligned decisions.