cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 22, No 1 (2020)" : 10 Documents clear
Hubungan Kadar Plasma Chemerin dengan Homeostasis Model Assessment Insulin Resistance pada Remaja Obesitas Silvy Dioni; Eka Agustia Rini; Eti Yerizel
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.24-9

Abstract

Latar belakang. Obesitas pada anak berhubungan dengan meningkatnya risiko sindrom metabolik, seperti resistensi insulin. HOMA-IR merupakan marker yang sering digunakan untuk menilai resistensi insulin. Chemerin merupakan protein 18 kDa yang dihasilkan jaringan adiposa, berfungsi sebagai chemoatractant memegang peran penting berkontribusi terhadap perkembangan inflamasi dan resistensi insulin. Tujuan. Untuk mengetahui hubungan kadar chemerin dengan HOMA-IR pada remaja obesitas.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan pada 3 sekolah menengah umum (SMU) di kota Padang. Jumlah sampel berjumlah 28 remaja obesitas dan 28 remaja dengan IMT normal. Obesitas ditentukan berdasarkan nilai IMT, HOMA-IR dihitung berdasarkan rumus yang menggunakan nilai glukosa dan insulin puasa. Glukosa diukur dengan metode glucose hexokinase fotometrik, insulin diperiksa dengan metode chemiluminessence immunoassay dan kadar plasma chemerin dengan metode ELISA. Data dianalisis dengan sistem komputerisasi dengan uji korelasi.Hasil. Kadar plasma chemerin lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan kontrol 121,52 (SD 2,09) ng/ml vs 97,23(SD 2,41) ng/ml, p: 0,001 dan pada kelompok obesitas dengan resistensi insulin dibandingkan non resistensi insulin 133,1(SD 19,24) vs 115,09 (SD 19,52), p=0,001. Terdapat hubungan lemah kadar chemerin dengan nilai HOMA-IR pada obesitas(r=0,382;p=0,045) dan hubungan lemah kadar chemerin dengan nilai HOMA-IR pada obesitas resistensi insulin (r=0,297;p=0,405).Kesimpulan. Terdapat hubungan lemah kadar chemerin dengan nilai HOMA-IR pada remaja obesitas, dan hubungan lemah kadar chemerin dengan nilai HOMA-IR pada obesitas resistensi insulin.
Faktor Risiko Mortalitas pada Anak dengan Syok di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta Karmono Sutadi; Pudjiastuti Pudjiastuti; Sri Martuti
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.7-12

Abstract

Latar belakang. Syok merupakan sepertiga penyebab mortalitas anak di ruang rawat intensif anak. Penelitian mengenai faktor risiko mortalitas pasien anak dengan syok di ruang rawat intensif anak memiliki hasil bervariasi.Tujuan. Menganalisis faktor risiko mortalitas pasien anak dengan syok di ruang perawatan intensif rumah sakit dr. Moewardi Surakarta. Metode. Penelitian dilakukan di rumah sakit dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus 2018 dengan data rekam medis pasien antara Juli 2016 hingga Juli 2018. Subjek dilakukan penilaian karakteristik berupa usia, jenis syok, skor PRISM III, skor vasoaktif-inotropik, ventilasi mekanik, fluid overload, dan mortalitas.Hasil. Didapatkan 70 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Mortalitas pasien anak dengan syok adalah 71,4%. Hasil analisis bivariat menunjukkan usia < 1 tahun memiliki risiko mortalitas 5,52 (95% CI 1,15-26,48) p=0,02. Sementara jenis syok sepsis memiliki OR 4,83(95% CI 1,26-18,58) p=0,02; skor vasoaktif-inotropik ≥20 memiliki OR 6,00 (95% CI 1,94-18,60) p=0,01; skor PRISM III ≥8 memiliki OR 9,75 (95% CI 2,97-32,10) p 0,00; fluid overload ≥10% memiliki OR 5,67 (95% CI 1,47-1,88) p=0,01. Hasil tidak signifikan didapatkan pada kebutuhan bantuan ventilasi mekanis dengan nilai OR 1,17 (95% CI 0,42-3,32) dan nilai p=0,76. Hasil analisis multivariat menunjukkan fluid overload >10%, skor PRISM III >8 dan skor vasoaktif-inotropik >20 memiliki nilai OR (95%CI) berturut-turut 10,82 (1,59-73,43); 32,86 (3,01-358,36); dan 57,84 (3,80-881,50) dengan nilai p<0,05.Kesimpulan. Usia >1 tahun, syok septik, skor vasoaktif-inotropik ≥20, skor PRISM III ≥8, fluid overload ≥10% merupakan faktor risiko mortalitas pasien anak dengan syok.
Berat Badan Lahir Rendah sebagai Faktor Risiko Stunted pada Anak Usia Sekolah Aulia Fakhrina; Neti Nurani; Rina Triasih
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.18-23

Abstract

Latar belakang. Stunted pada usia sekolah menyebabkan kemampuan kognitif rendah, fungsi fisik tidak optimal, dan produktivitas masa depan yang rendah.Tujuan. Mengidentifikasi apakah berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan faktor risiko stunted pada anak usia sekolah. Metode. Kami melakukan penelitian kasus-kontrol dari bulan Mei – Desember 2016 yang melibatkan siswa sekolah dasar berusia 6-7 tahun yang dipilih secara cluster random sampling di lima kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Stunted didefinisikan sebagai nilai Z score untuk tinggi badan menurut usia <-2 standar deviasi berdasarkan kriteria WHO 2005. Data klinis dan demografi diperoleh menggunakan kuesioner yang diisi oleh orang tua. Hasil. Kejadian stunted adalah 11,8%. Riwayat BBLR (adjusted Odd Ratio (aOR) 3,38; IK 95% 2,03 -5,63), jenis kelamin laki-laki (aOR 1,62; IK 95% 1,160-2,27), usia kehamilan kurang bulan (aOR 4,23; IK 95% 2,18-8,24), pola pemberian MPASI dini (aOR 1,65; IK 95% 1,11-2,45) dan tinggal di daerah pedesaan (aOR 1,68; IK 95% 1,01-2,62) merupakan faktor risiko terjadinya stunted pada usia sekolah. Stunted pada usia sekolah tidak berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif dan tingkat pendidikan orang tua.Kesimpulan. Anak-anak yang lahir dengan BBLR berisiko mengalami stunted pada masa sekolah.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Gambaran Elektroensefalografi Interiktal Anak yang Menderita Epilepsi Yanuar Nusca Permana; Alifiani Hikmah Putranti; Henry Setiawan
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.13-7

Abstract

Latar belakang. Elektroensefalografi (EEG) sebagai pemeriksaan penunjang sangat penting dalam mendiagnosis epilepsi bila didukung dengan data klinis. Hasil perekaman EEG dipengaruhi banyak faktor dan sekitar 50% epilepsi pada anak sering tidak menunjukkan aktivitas gelombang epileptiform. Dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi EEG, upaya awal untuk diagnosis dan tata laksana epilepsi pada anak dapat lebih efektif dan efisien.Tujuan. Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi gambaran EEG interiktal pada anak epilepsi.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional pada anak epilepsi usia antara 1-18 tahun, yang melakukan pemeriksaan EEG selama Januari 2013 - Mei 2016 di CDC RSUP dr. Kariadi Semarang. Data dikumpulkan dengan wawancara terstruktur dan observasi langsung meliputi usia, jenis kelamin, jenis epilepsi, episode terakhir bangkitan epilepsi, dan penggunaan obat anti-epilepsi. Data dianalisis dengan chi square dan regresi logistik.Hasil. Hasil yang diperoleh bahwa variabel yang memengaruhi gambaran EEG interiktal adalah episode terakhir dari bangkitan epilepsi (OR=3,4; 95%CI 1,286-9,334) dan penggunaan obat anti-epilepsi (OR=52,8; 95%CI 15.962-174.795).Kesimpulan. Faktor-faktor yang memengaruhi gambaran EEG interiktal pada anak epilepsi adalah episode terakhir dari bangkitan epilepsi dan penggunaan obat anti-epilepsi.
Korelasi Kadar NT- proBNP dengan Fungsi Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri pada Gagal Jantung Anak Khairunnisa Syamsi; Didik Hariyanto; Rahmatina B. Herman
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.30-6

Abstract

Latar belakang. NT proBNP sudah digunakan secara luas sebagai penanda terpercaya untuk mengetahui disfungsi ventrikel dan gagal jantung pada dewasa, penelitian pada bidang pediatrik masih terbatas.Tujuan. Mengetahui korelasi antara kadar NT- proBNP dengan fungsi fraksi ejeksi ventrikel kiri pada gagal jantung anak.Metode. Penelitian analitik observasional dengan concecutive sampling terhadap 23 orang anak pasien gagal jantung menggunakan nilai modifikasi Ross ≥7. Penilaian fraksi ejeksi ventrikel kiri dilakukan dengan alat ekokardiografi Philip HD 11 XE M-Mode dengan menggunakan tranducer pediatrik berfrekuensi 8-12 MHz. Pengukuran kadar NT- proBNP dengan The Elecys 2010 pro-BNP II assay. (Roche diagnostic; Mannheim, Germany). Pengolahan data dengan Uji Korelasi Pearson.Hasil. Terdapat korelasi kuat kadar NT- proBNP dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (r=-0,624; p=0,001). Pemodelan prediksi regresi linier didapatkan hubungan antara NT- proBNP dengan fungsi fraksi ejeksi ventrikel kiri adalah fraksi ejeksi = 60,935 -0,001 *NT-Pro BNP.Kesimpulan. Korelasi bermakna antara peningkatan kadar NT- proBNP dengan penurunan fungsi fraksi ejeksi ventrikel kiri pada anak penderita gagal jantung. NT- proBNP dapat dipertimbangkan untuk menilai fungsi fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Anemia pada Sindrom Nefrotik Anak: Patogenesis dan Tata Laksana Sudung O. Pardede
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.57-64

Abstract

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering  pada anak, ditandai dengan  proteinuria masif, hipo­albuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik dapat menyebabkan komplikasi hipovolemia, renjatan, gangguan ginjal akut, infeksi, tromboembolisme, gangguan elektrolit, gangguan endokrin, dan anemia. Komplikasi ini disebabkan hilangnya protein melalui urin, seperti albumin, faktor koagulasi, imunoglobulin, hormone-binding protein, transferin, dan eritropoietin. Anemia pada sindrom nefrotik dapat disebabkan perubahan homeostasis besi dan transferin, pengeluaran eritropoietin melalui urin, defisiensi vitamin B12, serta peran obat dan logam. Ekskresi besi dan transferin melalui urin menyebabkan kadar transferin  plasma menurun yang mengakibatkan penurunan kadar besi plasma dan anemia mikrositik hipokrom. Kehilangan erItropoietin melalui urin menyebabkan anemia defisiensi eritropoietin. Kehilangan transkobalamin dan vitamin B12 melalui urin menurunkan kadar vitamin B12 plasma. Kehilangan seruloplasmin melalui urin dapat menyebabkan defisiensi tembaga yang mengakibatkan anemia. Obat angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs) dapat menyebabkan anemia dengan mekanisme inhibisi eritropoiesis dengan menurunkan kadar eritropoietin sirkulasi. Keberhasilan terapi anemia pada sinrom nefrotik bergantung pada penyebab anemia. Anemia defisiensi besi diterapi dengan suplementasi besi. Pemberian eritropoietin rekombinan efektif dan aman dalam tata laksana anemia pada sindrom nefrotik. Defisiensi vitamin B12 diterapi dengan vitamin B12 dan anemia defisiensi tembaga diterapi dengan suplementasi tembaga glukonat.  
Penggunaan Kloral Hidrat Oral Dibandingkan Ketamin Intramuskular sebagai Agen Sedasi Pratindakan Invasif pada Anak Rismala Dewi; Andina Judith
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.49-56

Abstract

Latar belakang. Sedasi pratindakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tindakan invasif pada anak. Sebelum tindakan, pasien idealnya diberikan sedasi melalui jalur intravena. Jalur intravena ini seringkali sulit didapat, bahkan menjadi indikasi pemasangan akses sentral. Sedasi rutin diluar intravena yang umum digunakan adalah ketamin intramuskular, namun pemberian ini tidak nyaman dan seringkali dibutuhkan pemberian berulang sehingga menyakitkan bagi anak. Salah satu sedasi yang dapat dipertimbangkan sebagai alternatif adalah pemberian kloral hidrat oral.Tujuan. Mengetahui efektivitas kloral hidrat oral dibandingkan dengan ketamin intramuskular pada pasien anak yang memerlukan tindakan invasif dalam kondisi akses vaskular sulit.Metode. Penelusuran pustaka database elektronik menggunakan Pubmed®, Cochrane® serta penelusuran manual.Hasil. Studi oleh Campbell dkk, menunjukkan bahwa rerata waktu induksi dengan menggunakan kloral hidrat lebih lama dibandingkan ketamin intramuskular (43,8 menit vs 16,6 dan 15,2 menit, p<0,001) dengan rerata waktu sedasi yang hampir sama pada kedua kelompok. Studi lain oleh Min dkk, menunjukkan hasil serupa dalam waktu induksi (kloral hidrat 34,97±24.07 menit, ketamin 14,97±8.77 menit, p≤0,001), tetapi tidak berbeda bermakna dalam durasi sedasi (kloral hidrat 72,49±51,75 menit, ketamin 56,09 ±32,31 menit p=0,102).Kesimpulan. Pemberian kloral hidrat sebagai sedasi pratindakan invasif memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin intramuskular, meskipun memerlukan waktu lebih lama untuk induksi sedasi. 
Luaran Terapi Gancyclovir dan atau Valgancyclovir pada Pasien Infeksi Cytomegalovirus di Instalasi Kesehatan Anak RSUP Dr Sardjito Agung Triono; Elisabeth Siti Herini; Braghmandita Widya Indraswari; Dian Kesumapramudya Nurputra; Sari Wardhani
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.1-6

Abstract

Latar belakang. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab tersering infeksi kongenital anak di negara berkembang. Infeksi ini dapat menyebabkan tuli sensorineural (SNHL) dan gangguan perkembangan. Di RSUP dr Sardjito, pasien dengan infeksi CMV aktif bergejala akan menjalani terapi 6 minggu Ganciclovir atau 2 minggu terapi Ganciclovir dilanjutkan 4 minggu terapi Valganciclovir. Namun, luaran terapi tersebut belum diteliti lebih lanjut.Tujuan. Melihat luaran terapi ganciclovir dan atau valganciclovir pada pasien infeksi Cytomegalovirus di Instalasi Kesehatan Anak RSUP Dr Sardjito.Metode. Penelitian ini menggunakan metode kohort retrospektif dari data rekam medis pasien dengan diagnosis infeksi CMV aktif di Instalasi Kesehatan Anak RSUP dr Sardjito periode Januari 2014 sampai dengan April 2018. Variabel luaran (BERA dan Denver II) dibandingkan antara pre dan post terapi ganciclovir. Analisis statistik data dasar menggunakan analsisi deskriptif. Untuk variable luaran menggunakan T test.Hasil. Didapatkan hasil yang signifikan untuk perbaikan fungsi pendengaran pada telinga kanan (p<0,001) dan kiri (p<0,03) dibandingkan dengan yang mengalami perburukan. Sementara untuk perbandingan gangguan perkembangan sebelum dan sesudah terapi ganciclovir tidak berbeda bermakna (p>0,05).Kesimpulan. Pemberian terapi ganciclovir dan valganciclovir dapat memperbaiki fungsi pendengaran (tes BERA), tetapi perbaikan tidak didapatkan pada aspek neurodevelopmental (tes Denver II) dari pasien dengan infeksi CMV.
Dampak Penutupan Defek Septum Ventrikel dengan Metode Kateterisasi Jantung Terhadap Ekokardiografi dan Status Gizi Antropometri Aris Sukandar; Sri Lilijanti
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.43-8

Abstract

Latar belakang. Pasien defek septum ventrikel (DSV) yang merupakan penyakit jantung bawaan (PJB) yang rentan terjadi gangguan pertumbuhan. Saat ini, sebagian besar pasien DSV dapat dikoreksi dengan tindakan kateterisasi jantung dengan memasang suatu alat (device) untuk menutup defek anatomi yang ada sehingga diharapkan dapat memperbaiki fungsi jantung. Sebagai pemantauan efektifitas dari tindakan ini dapat dievaluasi salah satunya dengan ekokardiografi dan status gizi antropometri pasien.Tujuan. Menganalisis dampak penutupan defek septum ventrikel dengan metode kateterisasi jantung terhadap ekokardiografi (rasio LA:Ao) dan status gizi antropometri BB/TB.Metode. Penelitian ini observasional analitik dengan metode kohort retrospektif. Penelitian dilakukan di unit rawat jalan dan inap anak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta bulan Januari - Mei 2018. Subjek penelitian 35 pasien diambil secara konsekutif sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Data penelitian berupa usia, jenis kelamin, ukuran defek, rasio LA:Ao, dan status gizi antropometri BB/TB. Data penelitian diambil sebelum tindakan, 1-30 hari setelah tindakan, dan 3-6 bulan setelah tindakan kateterisasi jantung. Data diolah dengan SPSS 17.0 untuk menganalisis hubungan antar variabel.Hasil. Rasio LA:Ao 1-30 hari setelah tindakan kateterisasi jantung berbeda bermakna dengan sebelum tindakan (p=0,000), tetapi rasio LA:Ao 3-6 bulan setelah tindakan tidak berbeda bermakna dengan 1-30 hari setelah tindakan kateterisasi jantung (p=1,000). Status gizi antropometri BB/TB 1-30 hari setelah tindakan kateterisasi jantung tidak berbeda bermakna dengan sebelum tindakan (p=0,500), tetapi status gizi antropometri BB/TB 3-6 bulan setelah tindakan berbeda bermakna dengan 1-30 hari setelah tindakan kateterisasi jantung (p=0,008).Kesimpulan. Tindakan penutupan defek dengan metode kateterisasi jantung dapat memperbaiki rasio LA:Ao dan status gizi antropometri BB/TB pasien defek septum ventrikel.
Korelasi Nilai CD4 dengan Left Ventricular Mass Index pada Anak dengan Infeksi Human Immunodeficiency Virus Rizki Ayu Rizal; Sri Endah Rahayuningsih; Anggraini Alam
Sari Pediatri Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.1.2020.37-42

Abstract

Latar belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan masalah kesehatan anak di beberapa negara. Pemeriksaan kadar CD4 adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi. Jantung sebagai salah satu organ yang dapat menjadi sumber morbiditas dan mortalitas pada pasien HIV belum menjadi perhatian khusus. Tujuan. Untuk mengetahui korelasi nilai CD4 dengan left ventricular mass index pada anak dengan infeksi HIV. Metode. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang di klinik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin bulan Januari 2020. Populasi penelitian ini adalah anak terdiagnosis HIV berusia >5 – <18 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis korelasi antara CD4 dan LVMI dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil. Kami melakukan pemeriksaan ekokardiografi pada 62 anak, dua anak memenuhi kriteria eksklusi berupa penyakit jantung bawaan, dan kelainan katup. Nilai CD4 absolut adalah 822 ± 380 sel/mm3. Korelasi negatif terjadi antara nilai CD4 dengan LVMI, tetapi tidak signifikan (r=-0,050, p=0,377).Kesimpulan. Abnormalitas kardiovaskular dapat terjadi pada anak HIV. Pada penelitian ini, nilai CD4 tidak berhubungan dengan peningkatan LVMI pada anak HIV, tetapi pemeriksaan ekokardiografi merupakan teknik yang berguna untuk mendeteksi abnormalitas kardiovaskular pada anak HIV.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2020 2020


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue