Tan, Kian Guan
Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kebenaran Doktrin Antropologi dan Soteriologi Bagi Kepentingan Etika Lingkungan Tan, Kian Guan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 13 No 2 (2012)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.298 KB)

Abstract

Orang-orang sekuler menuduh kekristenan sebagai agama yang paling bertanggung jawab atas kerusakan ekologi. Menurut mereka, ajaran-ajaran kekristenan seperti antropologi dan soteriologi lebih mengutamakan manusia daripada ciptaan yang lain. Kalau memang benar ajaran doktrinal di atas yang menyebabkan terjadinya masalah ekologi, maka ini selaras dengan pernyataan Alister E. McGrath bahwa etika Kristen merupakan hasil yang keluar dari doktrin Kristen. Namun tentu bukan hasil etika seperti ini yang ia maksud. Sebaliknya, doktrin Kristen harus dibangun dan dipahami dengan benar sesuai Alkitab karena itu akan mempengaruhi seluruh etika Kristen. Dari permasalahan di atas, penulis memandang perlu untuk menegakkan kebenaran dari kedua doktrin tersebut supaya: pertama, orangorang Kristen dapat lebih utuh memahami dan mengimplementasikannya sehingga tidak menjadi batu sandungan lagi; dan kedua, golongan sekuler memahami kebenaran dari ayat-ayat yang dituduhkan dan mengerti bahwa kekristenan tidak antiekologi, namun mementingkan lingkungan.
Tinjauan Teologis terhadap Konsep Aksesibilisme Monergistik Terrance L. Tiessen Tan, Kian Guan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 14 No 1 (2013)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.269 KB)

Abstract

Bagaimana keselamatan orang-orang yang belum pernah berkesempatan mendengar injil (the unevangelized)? Pertanyaan ini menjadi populer di halaman depan beberapa buku teologi setidaknya pada dua puluh tahun terakhir ini. Secara umum, ada empat kalangan yang disinggung lewat buku-buku ini. Pertama, kalangan agnostik yang cenderung memilih aman dan berkata bahwa Alkitab tidak berbicara jelas (silent) mengenai “nasib” orang yang belum pernah mendengar Injil. Kedua, kalangan eksklusivis atau partikularisme yang lebih tegas dan berani mengatakan bahwa mereka yang tidak pernah mendengar berita Injil dan beriman kepada nama Yesus Kristus tidak akan memperoleh keselamatan. Ketiga, bertolak belakang dengan eksklusivisme, kalangan pluralisme mengatakan bahwa orang yang belum pernah mendengar Injil sangat bisa selamat melalui agama dan kepercayaan mereka masing-masing, karena ada The Real yang sama. Keempat, masih ada satu kalangan lagi yang mencoba menjawab pergumulan teologis ini, khususnya dengan menjembatani perbedaan di antara pihak eksklusivis dan pluralis, yaitu inklusivisme. Kalangan ini setuju kepada pihak pluralis yang tidak membatasi keselamatan Allah hanya kepada orang-orang yang mendengarkan berita Injil dan percaya di dalam Yesus Kristus. Di sisi lain, kalangan ini juga setuju dengan para eksklusivis yang mendasari keselamatan Allah di dalam Pribadi Yesus Kristus dan berita Injil. Sebagai seorang eksklusivis, penulis tertarik untuk mengkritisi pandangan inklusivisme ini dibandingkan dengan pandangan yang lain. Alasannya adalah: pertama, pandangan ini berusaha menjembatani perbedaan di antara eksklusivisme dan pluralisme. Karena itu, mungkin saja ada pemikiran-pemikiran menarik yang perlu diperhitungkan; kedua, pandangan ini memiliki titik berangkat yang sama dengan eksklusivisme, yaitu firman Tuhan. Pandangan ini juga sepakat bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Juru Selamat manusia; tidak ada manusia yang bisa membebaskan dirinya sendiri dari dosa tanpa Yesus Kristus. Masalahnya adalah, dengan maksud mengakomodasi kedua belah pihak, tentu saja kita perlu bertanya, seberapa besar kesetiaan mereka memegang inti iman kekristenan ini?; terakhir, pandangan ini bersifat aktif dalam berargumentasi. Karena itu, dialog dapat lebih mudah dilakukan, baik kepada kalangan eksklusivis maupun pluralis. Penulis akan berkonsentrasi mengkritisi salah satu tokoh inklusivis yaitu Terrance L. Tiessen. Ketertarikan penulis kepada Tiessen adalah karena ia mengembangkan konsep inklusivisme yang agak berbeda dengan yang lainnya. Ia mencoba mengaitkan teologi Calvin dengan inklusivisme, sehingga lahirlah aksesibilisme monergistik.
Makanan dan Iman: Sebuah Tinjauan Kritis terhadap Tren Fast Food Tan, Kian Guan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 15 No 1 (2014)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.9 KB)

Abstract

Makna dari makan sudah mengalami pergeseran arti seiring dengan perkembangan yang masif dari industri fast food. Industri ini telah menjadikan makan sekadar sebagai aktivitas instan yang tidak lagi memperhatikan masalah ekologi, sosial, dan spiritualitas. Makanan dipandang sebagai barang komoditi, dan manusia terhisab dalam konsumerisme. Di dalam teologi Kristen, makan merupakan latihan spiritualitas yang membawa kita masuk ke dalam persekutuan dengan ciptaan yang lain demi tujuan yang sama, yaitu memuliakan nama Tuhan.