ABSTRAKBanyak cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan, membina, dan mengembangkan bahasa daerah, di antaranya adalah melalui penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh, adanya kekhawatiran berkurangnya jumlah penuturnya. Hal ini disadari, pesatnya perkembangan teknologi dalam era globalisasi saat ini dan semakin heterogennya bahasa-bahasa yang digunakan oleh masyarakat bahasa dan keseharian. Dari hasil analisis data diperoleh kesimpulan, sebagai berikut: (1) bentuk negasi dala bahasa lembak secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua: pertama, negasi dalam bentuk kata dasar (dak/ndak ‘tidak’, lum ‘belum’, enje ‘bukan’, jengan ‘jangan’, kawa ‘tadak suka’ atau ‘tidak mau’); dan kedua, negasi dalam bentuk frase yang tidak terbatas jumlahnya, diantaranya: dak kan ‘tidak akan’, dak de ‘tidak ada’, lum thau ‘belum tahu, lum jeauh ‘belum jauh’, enje kak ‘bukan ini’, enje nga ‘bukan anda’, kawa hurgang ‘tidak mau sendiri’, kawa belan ‘tidak mau kerja’, jengan helek ‘jangan takut’ dan sebagainya. Untuk negasi dalam bentuk frase hampir semua kata dapat menyertainya; (2) pola struktur negasi bahasa lembak umumnya berpola: a) jika dilihat dari fungsi kata atau frase dalam klausa, hamper semua bentuk negasi bahasa lembak selalu mendahului salah satu fungsi unsur klausa (S, P, O, PEL, K) yang di-“negasikanâ€-nya, b) posisinya di dalam klausa selalu di awal klausa atau setelah unsure fungsi pertama suatu klausa, c) semua bentuk negasi bahasa Lembak dapat diikuti oleh semua jenis kata (N, V, BIL, FB, Ket); (3) Fungsi negasi bahasa Lembak dala kalimat umumnya adalah untuk mempertegas makna kalimat yang bersangkutan sebagai bentuk pernyataan yang mengingkari, meniadakan atau sebagai bentuk dari suatu penyangkalan.Kata kunci: Negasi, Bahasa Lembak, Bentuk Pola dan Fungsi