Keban, Yeremias Torontuan
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Gentrifikasi: Dampak Sosial-Ekonomi Pembangunan Hotel di Malioboro Kota Yogyakarta Widianto, Hardian Wahyu; Keban, Yeremias Torontuan
Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol 19, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial
Publisher : Babes Litbang Yankessos

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.005 KB) | DOI: 10.31105/jpks.v19i2.1937

Abstract

Gentrifikasi atau pembangunan properti secara masif yang khusus ditujukan hanya untuk pekerja kerah putih atau untuk fungsi komersial seperti apartemen dan hotel telah memicu perlawanan publik di Yogyakarta. Sebagai masalah urban kontemporer, sayangnya dampak gentrifikasi belum diteliti secara mendalam di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi celah tersebut dengan menganalisis studi kasus gentrifikasi di Kota Yogyakarta yang tercermin lewat masifnya pembangunan hotel berbintang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa kemunculan gentrifikasi di Kota Yogyakarta dipicu oleh reformasi sektor perizinan dan kekosongan kebijakan pengelolaan tata ruang yang terjadi akibat proses desentralisasi. Hal ini dapat terlihat lewat peningkatan jumlah hotel di kawasan yang dekat obyek wisata seperti halnya kawasan Malioboro. Dampak paling menonjol dari gentrifikasi adalah pembaruan ruang di daerah kumuh. Akan tetapi pembaruan ruang sebenarnya menciptakan proses displacement yang memiliki berbagai dampak negatif berupa penurunan kondisi ekonomi penghuni sebelumnya, hilangnya perumahan murah dalam sistem tradisional, dan terciptanya konflik sosial. Selain itu, peluang kerja yang dijanjikan yang akan datang bersama gentrifikasi, pada kenyataanya susah untuk diakses oleh masyarakat. Berbagai temuan ini mengarah pada kesimpulan bahwa gentrifikasi yang berlangsung di kawasan Malioboro cenderung berdampak negatif. Penelitian ini merekomendasikan bahwa pemerintah perlu mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari hotel ketika dampak-dampak negatif gentrifikasi muncul. IMB hanya dapat diterbitkan kembali jika pemohon telah memberikan ganti rugi yang mencukupi kepada korban gentrifikasi.
Beyond Success and Failure: Explaining Community-Based Tourism Stagnation through Institutional Voids Ahsani, Retno Dewi Pramodia; Keban, Yeremias Torontuan
Journal Public Policy Vol 11, No 4 (2025): October
Publisher : Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jpp.v11i4.13237

Abstract

This study examines the factors that explain the stagnation of community-based tourism (CBT) in Sambeng Village, part of the Balai Ekonomi Desa (Balkondes) program in Indonesia’s Borobudur super-priority tourism destination. Adopting a qualitative single-case study design, the research draws on 22 semi-structured interviews with villagers, local elites, government officials, and external stakeholders, complemented by field observations and document analysis. Findings indicate that stagnation is not the result of a single determinant but rather an interplay of interrelated conditions. Four key factors emerged: tokenistic participation that reduced villagers to symbolic roles, the absence of empowerment across economic, psychological, social, and political dimensions, institutional voids that left the Balkondes without governance anchors, and incompatibility between tourism initiatives and agrarian livelihoods. Elite competition further generated institutional inertia, leading to what this study conceptualizes as “elite paralysis,” a condition preventing both capture and mobilization. The research contributes to CBT scholarship by expanding the typology of outcomes beyond success and failure to include non-emergence under institutional voids. Empirically, it offers new insights from a neglected case in a flagship national program. Practically, it highlights the risks of infrastructure-first approaches and underscores the need for institution-building, leadership development, and trust formation to foster sustainable CBT.