Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

REVITALISASI LEMBAGA ADAT PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT UNTUK MEMBANGUN KEMBALI BUDAYA BAHARI Indrawasih, Ratna
Kebudayaan Vol 12 No 1 (2017)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/jk.v12i1.167

Abstract

AbstractNowadays, the existence of local knowledge is facing the challenge and the threat of relegation, even towards extinction. Itâ??s like local knowledge related to marine resource management in Central Maluku and Buton laden with maritime culture. This article discusses what is happening with the local knowledge in Buton, particularly in the Village Wasuemba, District Wabula, related to the management of marine resources, why the need for revitalization of customary institutions. The data used in the writing of this article is part of the research results Establishment of Marine Protected Areas (MPAs) On Coremap program Waterway The Mastered Indigenous Peoples: A Case Study in the village of Wasuemba, Buton, Southeast Sulawesi. Research was done with a qualitative approach. The results showed that the local wisdom in the management of natural resources (marine) under threat of extinction caused by the weakening of the role of traditional institutions. Therefore, need to revitalize traditional institutions in order to reaffirm indigenous marine resource management, thereby building back marine culture are endangered. AbstrakSaat ini eksistensi kearifan lokal sedang menghadapi tantangan dan ancaman degradasi, bahkan menuju kepunahan. Hal itu seperti kearifan lokal terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut yang ada di Maluku Tengah dan Buton yang sarat dengan budaya bahari. Artikel ini mendiskusikan apa yang terjadi dengan kearifan lokal yang ada di Kabupaten Buton, khususnya di Desa Wasuemba, Kecamatan Wabula, terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut, serta mengapa perlunya revitalisasi lembaga adatnya. Data yang digunakan dalam penulisan artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian Pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) pada program Coremap di Perairan Yang Dikuasai Adat: Studi Kasus di Desa Wasuemba, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan teknik wawancara mendalam terhadap beberapa orang key informan dan observasi..Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam (laut) mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan oleh melemahnya peranan lembaga adat. Oleh karena itu. perlu dilakukan revitalisasi lembaga adat agar dapat menguatkan lagi kearifan lokal pengelolaan sumberdaya laut, sehingga terbangun kembali budaya bahari yang terancam punah tersebut.
PELAYARAN RAKYAT DI KABUPATEN MALUKU TENGAH YANG TERPINGGIRKAN DAN RESPON STAKEHOLDER Indrawasih, Ratna
Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol 20, No 1 (2018): Jurnal Penelitian Transportasi Laut
Publisher : Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25104/transla.v20i1.795

Abstract

Di negara Indonesia yang wilayahnya merupakan  kepulauan dan perairan,  angkutan laut merupakan sarana perhubungan yang penting untuk mengembangkan interaksi masyarakat dalam berbagai bidang. Pelayaran rakyat merupakan salah satu sarana angkutan yang dapat menjangkau wilayah-wilayah kepulauan. Pada perkembangannya, saat ini keberadaan pelayaran rakyat itu telah terpinggirkan oleh beroperasinya kapal-kapal modern, serta kebijakan yang menyertainya, sehingga mengalami keterpurukan. Berkaitan dengan keterpurukan tersebut, menarik untuk dipertanyakan, faktor-faktor apa saja yang telah menyebabkannya?  Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam,  FGD dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terpingirkannya pelayaran rakyat di Maluku Tengah adalah karena sarana pelayaran rakyat yang ada kalah bersaing dengan beroperasinya kapal cepat dari perusahaan  angkutan laut dan  kapal perintis  (kapal ferry) yang disediakan oleh pemerintah.  Keberadaan pelabuhan yang lebih suka bongkar muat dengan mesin juga merupakan permasalahan tersendiri yang dihadapi oleh pelayaran rakyat, sehingga pelayaran rakyat ditolak karena melakukan bongkar muat dengan tenaga manusia. Di samping itu, kebijakan pemerintah juga merupakan faktor yang kurang mendukung perkembangan pelayaran rakyat di Maluku.  Padahal pelayaran rakyat berupa kapal kecil masih dibutuhkan oleh masyarakat kepulauan.  Oleh karena itu perlu pengelolaan yang baik agar kapal pelayaran rakyat tetap ada.