Ansaar, Ansaar
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PERAN ISTRI NELAYAN DALAM MENUNJANG EKONOMI KELUARGA DI KELURAHAN BONTO LEBANG KABUPATEN BANTAENG Ansaar, Ansaar
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.565 KB) | DOI: 10.36869/wjsb.v9i1.19

Abstract

Dalam kehidupan rumah tangga nelayan, peran seorang istri sangat penting karena selain bertanggung jawab mengurus rumah tangga dan keluarga, juga dituntut untuk melakukan pekerjaan adaptif agar ekonomi keluarga tetap bertahan. Materi tulisan ini diambil dari hasil penelitian dengan menggunakan teknik pengumpulan data dan wawancara untuk koleksi data primer dan koleksi data sekunder, berupa data resmi dari kantor desa dan kecamatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dan alasan istri nelayan, khususnya di Kampung Kaili, untuk bekerja; dan menganalisis atau menggambarkan peran dan aktivitas istri nelayan dalam menunjang ekonomi keluarga di Kelurahan Bonto Lebang, Kabupaten Bantaeng. Penelitian yang dilakukan termasuk tipe penelitian deskriptif-kualitatif, dengan subjek penelitian adalah istri nelayan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi istri nelayan melibatkan diri dalam kegiatan produktif adalah kondisi pendapatan suami sebagai nelayan tidak menentu, musim paceklik yang kadang berlangsung lama, dan pengeluaran keluarga nelayan dalam sebulan yang jumlahnya seringkali lebih besar dari pada pendapatannya. Peran istri nelayan dalam menggerakkan ekonomi keluarga berupa berdagang barang-barang kebutuhan pokok untuk keperluan sehari-hari, mengikat bibit rumput laut, menyiapkan jasa menjahit, mencuci pakaian dengan upah tertentu, dan lain-lain.
SISTEM PENGETAHUAN PELAYARAN DAN PENANGKAPAN IKAN PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN RANGAS, KABUPATEN MAJENE Ansaar, Ansaar
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 10, No 2 (2019)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.624 KB) | DOI: 10.36869/wjsb.v10i2.2

Abstract

Materi tulisan ini diambil dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan di Kelurahan Rangas, Kabupaten Majene. Tulisan ini selain bertujuan mendeskripsikan secara utuh mengenai sistem pengetahuan pelayaran pada masyarakat nelayan di Kelurahan Rangas, Kabupaten Majene, juga untuk mengetahui bagaimana sistem pengetahuan penangkapan ikan yang selama ini diterapkan oleh masyarakat nelayan di kelurahan tersebut. Penelitian ini bersifat deskriktif kualitatif. Informasi yang tersaji dalam tulisan ini terjaring melalui metode wawancara, pengamatan dan studi pustaka. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa para nelayan setempat dalam menjalankan aktifitas di laut, berpedoman pada sistem pengetahuan pelayaran yang dimilikinya, seperti pengetahuan tentang ombak, pengetahuan tentang keberadaan karang, pengetahuan yang terkait dengan perbintangan, pengetahuan tentang awan, pengetahuan tentang perhitungan bulan dan pengetahuan yang terkait dengan ilmu gaib. Demikian pula dalam hal proses penangkapan ikan, mereka pun memiliki berbagai sistem pengetahuan lokal, seperti pengetahuan  mengemudikan perahu, pengetahuan tentang cara menurunkan alat tangkap dari perahu, pengetahuan tentang arah angin, pengetahuan tentang lokasi banyaknya ikan dan pengetahuan tentang resiko atau hambatan yang kemungkinan bisa dialami selama melaut dan cara menanggulanginya. Pengetahuan-pengetahuan lokal nelayan seperti yang telah diuraikan tersebut, merupakan suatu gambaran adanya kesinambungan di antara anggota masyarakat nelayan yang ada di Kelurahan Rangas.  
FUNGSI DAN MAKNA RITUAL MACCERA’BINANGA DI KELURAHAN BENTENGE KABUPATEN BULUKUMBA Ansaar, Ansaar
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 8, No 2 (2017)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/wjsb.v8i2.123

Abstract

Maccera’ binanga adalah salah satu ritual sekaligus simbol kedekatan para nelayan terhadap fenomena alam dan menjadi sebuah kesepakatan rohani antara harapan-harapan manusiawi dengan semangat laut sebagai sumber penghidupan. Sesaji yang dipersembahkan ke muara sungai saat ritual berlangsung menggambarkan sikap pengorbanan yang tulus diiringi doa-doa keselamatan agar para nelayan mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah dan laut pun ramah memperlihatkan isi perutnya kepada manusia. Materi tulisan yang diambil dari hasil penelitian ini, selain bertujuan untuk mendeskripsikan tata cara pelaksanaan upacara (ritual) maccera’ binanga, juga untuk mengkaji fungsi dan makna dari penyelenggaraan upacara ritual tersebut. Tulisan ini bersifat deskriktif kualitatif dengan menggunakan metode wawancara, pengamatan, dan kajian pustaka. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa maksud dan tujuan diselenggarakannya ritual maccera’ binanga agar selama musim tangkap berlangsung, para nelayan dapat memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Demikian pula saat menjalankan aktivitasnya di laut, mereka tetap selamat agar terhindar dari malapetaka dan gangguan roh-roh jahat. Pada penyelenggaraan upacara ritual ini, selain terdapat fungsi religi, fungsi sosial, dan fungsi ekonomi, di dalamnya juga terkandung berbagai makna budaya yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat nelayan, khususnya yang berdomisili di Kelurahan Bentenge, Kabupaten Bulukumba.
MAKNA SIMBOLIK ARSITEKTUR RUMAH ADAT KARAMPUANG DI KABUPATEN SINJAI Ansaar, Ansaar
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 7, No 2 (2016)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/wjsb.v7i2.139

Abstract

Rumah adat Karampuang memiliki arsitektur tradisional Bugis kuno yang dihuni oleh para pemangku adat setempat, seperti Tomatoa, Sanro, dan Guru. Rumah adat yang terletak di Dusun Karampuang, Desa Tompobulu, Kabupaten Sinjai ini berfungsi sebagai rumah tempat tinggal sekaligus memiliki fungsi sosialbagi masyarakat pendukungnya. Materi kajian ini diambil dari hasil penelitian lapangan yang menggunakan metode wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Kajian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang bentuk dan fungsi arsitektur rumah adat Karampuang dan mengungkap makna simbolik yang terkandung di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah adat Karampuang yang merupakan karya arsitektur tradisional masyarakat Karampuang memiliki bentuk persegi empat panjang dengan jumlah tiang sebanyak tiga puluh buah, atapnya berbentuk prisma bersusun dua, serta tangga, pintu, dan dapur terletak di tengahtengah badan rumah (lontang dua). Bagi masyarakat Karampuang, tiang-tiang tersebut merupakan simbolkeagamaan yang mengandung makna bahwa kitab suci agama Islam, Alqur’an, terdiri atas tiga puluh juz; penempatan tangga dan pintu di tengah-tengah badan rumah merupakan simbol dari alat reproduksi wanita; dan dapur sebanyak dua buah yang ditempatkan di dekat pintu bagian atas merupakan menifestasi simbolik dari buah dada perempuan sekaligus mengandung makna bahwa perempuan adalah sumber kehidupan manusia, begitu pula dapur adalah sumber kehidupan di rumah.
CULTURAL VALUES IN THE DANCE OF PATTUDDUQ TOWAINE IN POLEWALI MANDAR, WEST SULAWESI PROVINCE Ansaar, Ansaar
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 11, No 2 (2020)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/wjsb.v11i2.161

Abstract

This study is the research result which aims to examine the cultural values contained in the dance of pattudduq towaine, either related to the materials and equipment used or the dance movement reflections. This research is a descriptive qualitative study with data collection techniques in the form of observation, interview, library research as secondary data. The result shows that the dance of pattudduq towaine is one of dances in West Sulawesi which is performed by female dancers with graceful movements. This dance is famous in West Sulawesi and is often performed at various events, such as welcoming events, art performances, and cultural festivals. Several cultural values contain in the materials and equipment in the dance of pattudduq towaine, namely aesthetic value, artistic value (music value), cohesiveness value, and science/knowledge value. Meanwhile, the cultural values reflected on the dance movements of pattudduq towaine include entertainment value, cohesiveness/togetherness value, softness value, aesthetic/beauty value, religious value, personality value, and educational value. 
PROCEDURES OF LAND DISPUTES SETTLEMENTS IN TOWANI TOLOTANG TRADITIONAL COMMUNITY IN SIDRAP REGENCY Ansaar, Ansaar; Bahtiar, Bahtiar
Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya Vol 12, No 1 (2021)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36869/wjsb.v12i1.193

Abstract

This research is the result of field research which aimed to reveal the forms of land disputes that occurred in the territory of the Towani Tolotang customary community and the procedures for resolving them according to the customary provisions that implementeed in the customary community. This research was a qualitative descriptive using data collection techniques in the form of observations, interviews, and literature study. The study result indicated that the Towani Tolotang traditional community still implemented the old traditions, such as holding ritual ceremonies or traditional ceremonies based on the belief system they adhere to in their daily life. On the other hand, they also still implemented the customary rules or customary norms that have been outlined by their ancestors to be obeyed by all members of their followers. For example, when a land dispute occured, the settlements method was carried out by implementing the customary rules that have been passed down from their ancestors. Meanwhile, the form of land disputes that often occured in the area of the Towani Tolotang customary community was a dispute involving an individual with another individual or two parties who had family relation.