Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Chelation and Metal-Ion Complex Formation of Chitosan Treated Cotton Habibie, Sudirman
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri Vol 8, No 3 (2014): MAJALAH ILMIAH PENGKAJIAN INDUSTRI
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (61.138 KB) | DOI: 10.29122/mipi.v8i3.3652

Abstract

Chitin dan chitosan adalah bahan ?chelate? yang sangat kuat untuk ion transisi logam terutama tembaga, nikel dan merkuri, dan sifat-sifat ini yang akan intensif di bahas. Pada studi ini kain kapas (cotton) dikerjakan dengan larutan chitosan-asam polikarboksilat untuk memperoleh kain kapas-chitosan yang mengandung gugus group karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2) fungsional. Penggunaan asam polykarboksilat (asam sitrat dan maleik) pada pelarutan chitosan menghasilkan group karboksil 0,5 meqs/g pada kain yang dicelup dengan larutan chitosan asam karboksilat. Kemudian kain kapas yang telah mengandung gugus karboksilat dan gugus amina ini dicelupkan pada larutan garam logam (garam tembaga dan seng). Terbukti bahwa larutan garam tembaga (copper) memberikan warna biru pada kain, hal ini mengindikasikan telah terjadi reaksi kompleks atau ?Chelate?. Implikasi dari hasil ini maka diperkirakan kandungan group karboksil dan amina ini akan mempengaruhi pada pencelupan kain, namun hal ini tidak diuji.Kata kunci : Chitosan, Kain Kapas, Chelate, Asam asetat, Asam citrate, Asam maleik, Tembaga sulphate, Tembaga acetate.AbstractChitin and chitosan are powerfull chelating agents for transition metal ions, particularly copper, nickel and mercury, and these properties have been extensively reviewed. In this study, cotton fabric has been treated with chitosan- polycarboxylic acid solution to form chitosan treated cotton fabric containing carboxyl (-COOH) and amine (-NH2) functional groups. The use of polycarboxylic acids (citric and maleic acids) to dissolve chitosan has given carboxyl groups 0.5 meqs/g into chitosan treated cotton fabrics. Instead, the complexing of the treated cotton samples with copper and zinc salts was examined. The copper salt solutions gave blue fabrics confirming easily that complexing or chelation had occurred. There are implications for dyeing cotton making use of these groups but this was not investigated.Keyword : Chitosan, Cotton fabric, Chelation, Acetic acid, Citric acid, Maleic acid, Copper (II) sulphate, Copper (II) acetate.
THE CURRENT STATUS AND FUTURE DEVELOPMENT OF BIODIESEL IN INDONESIA Palm Oil today - Jatropha Oil tomorrow habibie, sudirman
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 14 No. 1 (2012)
Publisher : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.404 KB) | DOI: 10.29122/jsti.v14i1.907

Abstract

Di Indonesia terdapat bermacam-macam sumber bahan baku biodiesel, tetapi hanya beberapa yang punya potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel karena alasan ekonomi, seperti minyak kelapa, minyak sawit dan minyak jarak. Saat ini, minyak sawit telah menjadi sumber utama biodiesel karena kapasitas produksinya telahmencapai 19 juta ton per tahun, dan hanya kurang lebih 25% untuk konsumsi dalam negeri. Kelebihan kapasitas produksi telah merangsang pengembangan pabrik biodiesel dengan bahan baku minyak sawit. Pabrik biodiesel telah mencapai kapasitas terpasang sekitar 3,3 juta ton per tahun pada tahun 2010. Pada beberapa test, biodiesel dengan bahan baku minyak sawit menunjukan dapat menggerakan mesin diesel sebaikmenggunakan minyak diesel. Sejak minyak sawit adalah minyak untuk makanan (edible oil) dan memanfaatkan tanah-tanah atau lahan-lahan subur maka hal ini akan menjadi masalah dikemudian hari. Oleh karena itu jarak pagar yang dikenal sebagai tanaman subtropic mungkin satu-satunya sumber minyak yang dapat digunakan sebagai bahanbaku biodiesel dimasa depan. Menurut beberapa peneliti, jarak pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai beberapa keuntungan, seperti bukan untuk makanan (non edible), mengandung rendemen minyak biji yang tinggi (30-50%) dan produksi minyak per hektar cukup tinggi, dan tumbuh di marginal land, dll. Beberapa proyek memanfaatkan jarakpagar telah dikembangkan di Indonesia, salah satunya adalah Desa Mandiri Energi (energy sufficient villages).
Chelation and Metal-Ion Complex Formation of Chitosan Treated Cotton Habibie, Sudirman
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri Vol. 8 No. 3 (2014): Majalah Ilmiah Pengkajian Industri
Publisher : Deputi TIRBR-BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (61.138 KB) | DOI: 10.29122/mipi.v8i3.3652

Abstract

Chitin dan chitosan adalah bahan “chelate” yang sangat kuat untuk ion transisi logam terutama tembaga, nikel dan merkuri, dan sifat-sifat ini yang akan intensif di bahas. Pada studi ini kain kapas (cotton) dikerjakan dengan larutan chitosan-asam polikarboksilat untuk memperoleh kain kapas-chitosan yang mengandung gugus group karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2) fungsional. Penggunaan asam polykarboksilat (asam sitrat dan maleik) pada pelarutan chitosan menghasilkan group karboksil 0,5 meqs/g pada kain yang dicelup dengan larutan chitosan asam karboksilat. Kemudian kain kapas yang telah mengandung gugus karboksilat dan gugus amina ini dicelupkan pada larutan garam logam (garam tembaga dan seng). Terbukti bahwa larutan garam tembaga (copper) memberikan warna biru pada kain, hal ini mengindikasikan telah terjadi reaksi kompleks atau “Chelate”. Implikasi dari hasil ini maka diperkirakan kandungan group karboksil dan amina ini akan mempengaruhi pada pencelupan kain, namun hal ini tidak diuji.Kata kunci : Chitosan, Kain Kapas, Chelate, Asam asetat, Asam citrate, Asam maleik, Tembaga sulphate, Tembaga acetate.AbstractChitin and chitosan are powerfull chelating agents for transition metal ions, particularly copper, nickel and mercury, and these properties have been extensively reviewed. In this study, cotton fabric has been treated with chitosan- polycarboxylic acid solution to form chitosan treated cotton fabric containing carboxyl (-COOH) and amine (-NH2) functional groups. The use of polycarboxylic acids (citric and maleic acids) to dissolve chitosan has given carboxyl groups 0.5 meqs/g into chitosan treated cotton fabrics. Instead, the complexing of the treated cotton samples with copper and zinc salts was examined. The copper salt solutions gave blue fabrics confirming easily that complexing or chelation had occurred. There are implications for dyeing cotton making use of these groups but this was not investigated.Keyword : Chitosan, Cotton fabric, Chelation, Acetic acid, Citric acid, Maleic acid, Copper (II) sulphate, Copper (II) acetate.
PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PERKAPALAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING INDUSTRI PERKAPALAN NASIONAL = THE DEVELOPMENT OF SHIPPING INDUSTRY CLUSTERS FOR INCREASING COMPETITIVENESS OF NATIONAL SHIPPING INDUSTRY Habibie, Sudirman; Gumelar, M. Dikdik; Sitorus, Rudy
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri Vol 9, No 2 (2015): Majalah Ilmiah Pengkajian Industri
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.334 KB) | DOI: 10.29122/mipi.v9i2.86

Abstract

Abstract Government effort to develop marine potency in Indonesia constitutes as a breaktrough program that has been waiting for decade. Considering broad of sea region about 70% from total of Indonesian region, it is reasonable that the future of Indonesia economy is in the sea. One of potencial sector that can be developed is sea transportation sector as sea vehicle (ship). A number of national commerce ships was developed significantly more than 100% from about 6,000 units in 2006 to about 12,500 units in 2013. In the future, this may increase faster because of Government policy to strengthen the development of marine economy, to develop marine axis and to develop sea toll. These programes have to be supported by developing shipping industries, in which they can build new ships and for maintenance. To speed up the increase of roll of shipping industries, the cluster of shipping industry may be needed to be developed in some regions. This cluster consists of several related industries that are core industries, supporting industries and related industries. The development of ship industry clusters have to consider potency of region, region development program, value chain industries, and human resources. Government has to give special policies such as fiscal policy and incentive to develop priority industries and ship industry cluster. Abstrak Usaha pemerintah dalam mengembangkan potensi maritim Indonesia, merupakan suatu program terobosan yang telah ditunggu-tunggu sejak lama. MemperhatikaN luas wilayah laut Indonesia yang meliputi +70% luas wilayah nusantara, maka beralasan bahwa masa depan ekonomi Indonesia ada di laut. Salah satu sektor yang sangat strategis dalam pengembangannya adalah sektor transportasi laut yaitu pengembangan industri perkapalan. Jumlah kapal niaga nasional berkembang dari +6.000 unit pada tahun 2005 dan menjadi +12.500 unit tahun 2013 meningkat lebih dari 100%. Hal ini akan meningkat lebih pesat lagi dengan adanya kebijakan pemerintah memperkuat ekonomi maritim, poros maritim dan tol laut. Peningkatan ini harus didukung juga oleh peningkatan industri galangan kapal baik itu untuk keperluan pembangunan kapal baru maupun untuk perawatan dan perbaikan kapal-kapal yang ada. Untuk mempercepat peningkatan peran industri galangan kapal, maka diperlukan pembentukan klaster industri kapal dalam beberapa wilayah. Klaster ini merupakan sekumpulan industri yang terkait baik berupa industri inti, industri pendukung dan industri terkait. Pembentukan klaster industri perkapalan harus mempertimbangkan potensi wilayah, program pengembangan kawasan, rantai nilai, kesiapan SDM. Pemerintah harus memprakarsai kebijakan khusus diantaranya berupa kebijakan fiskal dan insentif untuk mengembangkan industri prioritas dan klaster industri perkapalan.
POTENSI MINYAK NABATI SEBAGAI BAHAN MENTAH BIODIESEL DAN PENGOLAHANNYA DI INDONESIA = POTENCY OF VEGETABLE OIL AS BIODIESEL FEEDSTOCK AND ITS PROCESSING IN INDONESIA Habibie, Sudirman
Majalah Ilmiah Pengkajian Industri Vol 9, No 1 (2015): Majalah Ilmiah Pengkajian Industri
Publisher : BPPT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.457 KB) | DOI: 10.29122/mipi.v9i1.91

Abstract

Abstract Since 2004, Indonesia has become an importer of fossil oil in the world and it is increase steadily year by year. Currently its production of oil is only about 857,000 barrels per day, on the other hand its consumption has increased to 1,5 million barrels per day. The raising of oil subsidy and the increase of oil consumption has pressure Indonesian economy. On the other hand, Indonesia has a potency of production of various plants to produce vegetable oils as biofuel feedstock, such as : palm, coconut, jatropha, castor, calophyllum, sunflower, corn, olive, peanut, cotton/kapok and other sources like algae and biomass. Therefore, Indonesia has to develop soon plants to produce vegetable oils to replace fossil oil. Besides that, this study also reveals the processing of biofuel by using the trans-esterification method to convert triglyceride to ester namely biodiesel. Abstrak Indonesia sejak tahun 2004 telah menjadi salah satu Negara pengimpor minyak fosil didunia yang setiap tahun meningkat. Saat ini produksi minyak Indonesia hanya berkisar 857.000 barrel per hari, sedangkan konsumsi telah mencapai 1,68 juta barrel per hari. Peningkatan subsidi minyak dan konsumsi minyak telah menekan kondisi ekonomi. Dilain pihak, Indonesia termasuk salah satu Negara penghasil beragam jenis tanaman penghasil minyak nabati sebagai bahan baku biofuel, seperti : sawit, kelapa dalam, jarak kapyar, jarak pagar, nyamplung, bunga matahari, jagung, zaitun, kacang tanah, kapas/kapok dan sumber lainnya seperti algae dan biomas. Untuk itu tidak ada pilihan lain, Indonesia harus segera mengembangkan tanaman penghasil minyak nabati sebagai pengganti minyak fosil. Disamping itu juga akan didiskusikan proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati menggunakan metoda transesterifikasi untuk merubah trigliserida menjadi ester sebagai biodiesel.