Kusroni, Kusroni
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Kritik Teologis Terhadap Institusi Agama di Abad Pertengahan (Telaah Atas Kitab Talbis Iblis karya Ibn Al-Jawzi) Kusroni, Kusroni
Indonesian Journal of Islamic Theology and Philosophy Vol. 5 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/ijitp.v5i2.20636

Abstract

Abstract;This article describes the various criticisms made by Ibn al-Jawzi of religious institutions (ulama) from various scientific disciplines in his time, in the Middle Ages, through his book Talbis Devil. Ibn al-Jawzi's criticism was not justificatory by referring to the personal, but rather was institutional self-criticism. This self-criticism was a response to the spiritual-intellectual reality of his time. According to the author, Ibn al-Jawzi's criticism is relevant and actual to bring back to earth in the present era, where many figures have emerged who are considered ustaz or ulama, but whose daily lives do not reflect the values of piety. Today's scholars need to read and understand Ibn al-Jawzi's criticism, so as not to fall into the devil's abyss and trap (talbis) as explained by Ibn al-Jawzi in this book.Keywords:Ahmadiyya; Doctrine; Existence. Abstrak;Tulisan ini mendeskripsikan berbagai kritikan yang dilakukan oleh Ibn al-Jawzi atas Institusi Agama (ulama) dari berbagai disiplin ilmu di zamannya, di abad pertengahan, melalui kitabnya Talbis Iblis. Kritik Ibn al-Jawzi tidak bersifat justifikatif dengan merujuk kepada personal, namun lebih bersifat otokritik institusional. Otokritik ini merupakan respon atas realitas spiritual-intelektual di masanya. Menurut penulis, kritikan Ibn al-Jawzi ini relevan dan altual untuk kembali dibumikan di masa sekarang, di mana banyak bermunculan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai ustaz atau ulama, akan tetapi kesehariaannya tidak mencerminkan nilai-nilai kesalehan. Melalui analisis deskriptis-filosofis, penelitian ini menemukan bahwa, ada delapan kelompok ulama yang dikritik oleh Ibn al-Jawzi, yaitu, 1) ahli Qiraat, 2), ahli hadis, 3), ahli fikih, 4) ahli kalam, 5) penceramah, 6) ahli bahasa, 7) ahli syair, 8) ulama sufi. Oleh karenya, para ulama pada masa kini perlu membaca dan memahami kritikan Ibn al-Jawzi ini, agar tidak terjebak ke dalam jurang dan jebakan (talbis) Iblis.Kata Kunci:   Ibn al-Jawzi; Kritik; Talbis Iblis; Teologis; Ulama.
Dimensi Sufistik dalam Penafsiran Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki: Telaah Atas Kitab Muhammad Al-Insan Al-Kamil Kusroni, Kusroni; Majid, Abdul Hamid; Aida, Siti
KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin Vol. 13 No. 1 (2023): Februari
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Al Fithrah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36781/kaca.v13i1.378

Abstract

Penafsiran Al-Qur’an dengan pendekatan sufistik saat ini semakin banyak dilirik oleh para peneliti tafsir Al-Qur’an. Meskipun di awal kemunculannya menuai pro dan kontra, akan tetapi pada perkembangannya, tafsir sufistik semakin populer dan bisa diterima di hampir semua kalangan. Penelitian ini berupaya menguak dimensi sufistik dalam penafsiran Sayyid Muhammad Al-Maliki atas ayat-ayat al-Qur’an dalam karyanya berjudul Al-Insan Al-Kamil. Penelitian ini merumuskan dua pertanyaan yaitu, 1) Bagaimana dimensi sufistik dalam penafsiran Sayyid Muhammad Al-Maliki? 2) Bagaimana kontribusi pemikrian Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam bidang tafsir Al-Qur’an? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan berbasis pada data kepustakaan. Pendekatan historis-filosofis digunakan untuk untuk memotret horizon-horizon yang mewarnai dan mempengaruhi pemikiran tafsir Al-Maliki.  Penelitian ini menemukan bahwa, 1) Penafsiran Al-Maliki banyak memiliki dimensi sufistik. Selain mengemukakan pendapatnya sendiri, Al-Maliki juga mengutip beberapa ulama sufi, antara lain, Al-Qushairi, Al-Junaid, Abu Al-Hasan Al-Shadhili, dan Ibnu Ata’illah Al-Sakandari. 2) Kontribusi Al-Maliki dalam bidang tafsir Al-Qur’an adalah pentingnya pembacaan kritis atas tradisi penafsiran, dan pentingnya pendekatan sufistik dalam memberikan alternatif pemaknaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, yang jika dibaca secara tekstual justru memunculkan kesimpulan yang menciderai nilai-nilai transenden dalam Islam.
Reinterpretasi Term Riqab dalam Al-Quran sebagai Basis Pengembangan Filantropi Islam Kusroni, Kusroni
Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars Vol 6 No 1 (2022): AnCoMS, APRIL 2022
Publisher : Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/ancoms.v6i1.416

Abstract

Riqab dalam sumber-sumber penafsiran pramodern hanya dimaknai secara terbatas sebagai budak yang dimiliki sang majikan. Pemaknaan ini sesuai dengan konteks masa itu, di mana budak dan perbudakan masih menjadi bagian dari sistem sosial-ekonomi dalam masyarakat. Pemakaan inilah yang secara tidak langsung mempersempit wilayah cakupan distribusi zakat dan sedekah, sebagai basis utama dalam filantropi Islam. Penelitian ini berupaya melakukan reinterpretasi atas term riqab dalam al-Qur’an. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa riqab yang dalam al-Qur’an terulamg sebanyak enam kali, seluruhnya berbicara tentang pemerdekaan dan pembebasan budak. Dengan demikian, dalam pemaknaan kontekstual, riqab saat ini adalah mereka yang tertindas, terpinggirkan, dan terzalimi dalam sistem sosial maupun ekonomi, dan oleh karenanya, mereka berhak memperoleh bagian dari distribusi zakat. Menurut peneliti, pemaknaan ini bisa menjadi basis dalam pengambangan filantropi Islam.
Spiritual Journeys and Community Dynamics: Pilgrimage, Religious Tourism, and the Pursuit of Ma‘rifah in Contemporary Indonesia Zita Malikal Mulki; Kusroni, Kusroni
Journal of Islamic Philosophy and Contemporary Thought Vol. 2 No. 2 (2024): December
Publisher : Faculty of Ushuluddin and Philosophy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/jipct.2024.2.2.214-234

Abstract

Religious tourism is a form of travel that focuses on spiritual goals, one of which is through the tradition of pilgrimage to the tombs of saints, such as Sunan Maulana Malik Ibrahim in Gresik, East Jawa, Indonesia. This study aims to explore the relationship between pilgrimage practices, individual spirituality, and its impact on the local community. The research employs a descriptive qualitative method with a literature review approach and limited interviews with members of the Al Khidmah dhikr group in Gresik. The findings reveal that pilgrimage not only fulfills individual spiritual needs but also serves as a means to strengthen moral, social, and economic values within the surrounding community. Additionally, reciting dhikr and manāqib activities have emerged as alternatives for spiritual strengthening during the pandemic, given the restrictions on access to sacred sites. From the perspective of Abū Ḥāmid al-Ghazālī, achieving true spirituality requires a foundation of faith, social etiquette, ritual worship, and purification of the heart through mujāhadah and istiqāmah. Thus, pilgrimage is understood not merely as a physical journey but as an inner journey toward maʿrifah. These findings emphasize that religious tourism plays a significant role in fostering harmony between the spiritual and social dimensions of society.