Sukandar, Sukandar
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Published : 20 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Solid Concentration Effect for Solvent Extraction Process of Oily Contaminated Soil Lely Fitriyani; Edwan Karadena; Sukandar Sukandar
Reaktor Volume 19 No. 2 June 2019
Publisher : Dept. of Chemical Engineering, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.825 KB) | DOI: 10.14710/reaktor.19.2.84-88

Abstract

Solvent extraction has been used as a method to wash oil content of oily contaminated soil in industry for years. Some solvents and temperature ranges has been chosen to increase the oil recovery rate of extraction process, however only few studies reported that it has been able to reach remaining Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) less than 0.5% in less than 30 minutes. During the experiments, acetone and toluene chosen to extract oil content from contaminated soil by using solvent extraction process. Temperature selected were between 24°C up to 70°C. Mixing apparatus which has been utilized was centrifugation machine with 1000 rpm (1570 g) operational speed. Duration of treatment process was 10 minutes with some variations of solid to solvent ratio. During the experiments, it was observed that by using toluene and acetone as solvents, the optimum Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) removal obtained at temperature 50°C. In the other hand, optimum solid to solvent ratio toluene ratio was 1:6. As a solvent acetone observed capable to reduce TPH content until below 0.5% as threshold limit for TPH of contaminated soil regulated by environmental regulation in Indonesia. During the experiments it was also observed the dependency of solid concentration (Cs) with dissociation coefficient (KD). In the other hand, heavy metal at the remaining extracted soil after soil washing was observed available in safe concentration to be discharged to the environment base on regulation in Indonesia. Keywords: solvent extraction, soil washing, contaminated soil, TPH, centrifugation, oil sludge, acetone, toluene, solid treatment.
MODIFIKASI TANIN DARI BIOMASSA DAUN AKASIA (Acacia mangium Wild) DENGAN CARA POLIMERISASI SEBAGAI BIOSORBEN UNTUK LOGAM Pb (II) Ana Nurkaromah; Sukandar Sukandar
Journal of Environmental Engineering and Waste Management Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : President University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (731.486 KB) | DOI: 10.33021/jenv.v2i2.222

Abstract

Dalam penelitian ini, modifikasi tanin dari biomassa daun Acacia mangium Wild dimanfaatkan sebagai biosorben untuk menyerap kandungan ion Pb (II) pada larutan limbah artifisial. Biosorben yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis: biosorben dari biomassa tanpa polimerisasi (BTP), biosorben polimerisasi dari biomassa daun (BDP), dan biosorben polimerisasi ekstrak tanin dari biomassa (BEP). Tujuan penelitian adalah memperoleh kondisi optimum penelitian pada kemampuan ketiga biosorben dalam penyerapannya terhadap ion Pb (II) pada larutan limbah artifisial. FTIR, XRD, SEM, kadar air, kadar abu, kadar volatil, dan kadar karbon terikat dilakukan untuk menentukan karakteristik fisik dan kimia biosorben. Untuk memperkirakan kapasitas penyerapan logam Pb (II), maka dilakukan percobaan secara sistem batch, dengan parameter yang mempengaruhi proses adsorpsi terdiri dari variasi ukuran biosorben, dosis biosorben, waktu kontak, serta konsentrasi awal limbah artifisial Pb(II). Mekanisme penyerapan Pb (II) dianalisis menggunakan model isoterm Langmuir dan Freundlich. Kondisi optimum pada penggunaan BTP antara lain dengan penggunaan dosis sebesar 2 g/50 mL,  dengan ukuran pori 100 mesh dan waktu kontak optimum mencapai 45 menit, dengan konsentrasi awal Pb (II) 50 ppm dengan penyerapan logam Pb (II) yang terjadi mencapai 85,03%. Kondisi optimum pada penggunaan BDP antara lain dengan penggunaan dosis sebesar 2,5 g/ 20 mL, waktu kontak optimum mencapai 75 menit, dengan konsentrasi awal Pb (II) 50 ppm, dengan penyerapan logam Pb (II) yang terjadi mencapai 79,71%. Sedangkan kondisi optimum pada penggunaan BEP antara lain dengan penggunaan dosis sebesar 2 g/ 50 mL, waktu kontak mencapai 60 menit, konsentrasi awal Pb (II) 75 ppm, dengan penyerapan logam Pb (II) yang terjadi mencapai 70,81%. Performa BTP dalam penyerapan logam Pb (II) lebih baik daripada BDP dan BEP, dari segi lain modifikasi kedua biosorben tersebut berhasil dalam meningkatkan kekuatan struktur dalam kelarutannya. Studi isoterm adsorpsi untuk ketiga biosorben yang didapat mengikuti mekanisme isotherm Freundlich.
IDENTIFIKASI KEBERAGAMAN BAKTERI PADA LUMPUR HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAT DENGAN TEKNIK KONVENSIONAL Dwipayana Dwipayana; Herto Ariesyady; sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 15 No. 1 (2009)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtl.2009.15.1.2

Abstract

Abstrak: Biodegradasi dengan metode lumpur aktif dilakukan dengan memanfaatkan bakteri yang digunakan selama proses pengolahan yang kemudian diresirkulasi kembali ke proses setelah mengalami pengendapan. Pengolahan ini dapat juga diterapkan pada pengolahan limbah cat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bakteri pendegradasi limbah cat dari lumpur hasil pengolahan serta membandingkannya dengan keberagaman bakteri yang ada pada commercial seed. Bakteri yang dihasilkan dari identifikasi pada lumpur terdiri dari lima jenis, yaitu Bacillus subtilis, Bacillus licheneformis, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, dan Pseudomonas flourescens. Keberadaan bakteri-bakteri tersebut menunjukkan proses pengolahan menggunakan bakteri konsorsium yang setiap bakterinya memiliki pola perumbuhan yang berbeda. Hal itu ditunjukkan oleh perbedaan waktu generasi(g) dan konstanta laju pertumbuhan (k). Nilai waktu generasi dan konstanta laju pertumbuhan adalah 44,67 menit dan 0,93 jam-1 untuk Pseudomonas flourescens; 45,04 menit dan 0,92 jam-1 untuk Bacillus subtilis; 35 menit dan 1,17 jam-1 untuk Bacillus licheniformis; 18 menit dan 2,27 jam-1 untuk Bacillus cereus, 19 menit dan 2,18 jam-1 untuk Bacillus megaterium, serta 53 menit dan 0,79 jam-1 untuk kultur campuran. Bakteri commercial seed yang digunakan pada saat pengolahan dan kembali terdapat di lumpur hasil pengolahan menandakan bahwa bakteri tersebut mampu menggunakan limbah sebagai sumber karbon dan berperan dalam pengolahan limbah.Abstract : Biodegradation with activated sludge method is done by using bacteria that are used during treatment process, which was then returned to the treatment process after had been settled. This process can be applied to liquid waste paint treatment. The objectives of this research are to identify the paint waste degradation bacteria of sludge and to compare them with the bacterial types in the commercial seed. The result of bacteria identification from sludge obtained five species. They are Bacillus subtilis, Bacillus licheneformis, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, and Pseudomonas flourescens. The presence of five kinds bacteria indicates that the biological process used a consortium bacteria, that has different growth pattern. It was shown by the difference of generation time(g) and growth rate constant of (k) both pure cultures and mixed culture. Value of generation time (g) and growth rate constant (k) for each bacteria were 44.67 minutes and 0.93 hour-1 for Pseudomonas flourescens; 45.04 minutes and 0.92 hour-1 for Bacillus subtilis; 35 minutes and 1.17 hour-1 for Bacillus licheniformis; 18 minutes and 2.27 hour-1 for Bacillus cereus, 19 minutes and 2.18 hour-1 for Bacillus megaterium, and 53 minutes and 0.79 hour-1 for mixed culture. Commercial seed bacteria used during the treatment process and then present in the produced sludge indicates that the bacteria are able to use waste as a source of carbon, and indeed a role in waste treatment process.  Key words: paint waste sludge, identification, generation time, growth rate constant
STUDI AWAL PEMANFAATAN LIMBAH SANDBLASTING SEBAGAI KOAGULAN Nila Wildaniand; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 16 No. 1 (2010)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614//jtl.2010.16.1.10

Abstract

Abstrak: Limbah sandblasting merupakan sisa hasil kegiatan dari kegiatan sandblasting di industri. Berdasarkan lampiran 2 Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999, limbah sandblasting ditetapkan sebagai limbah B3 dari sumber spesifik dengan sumber pencemar berupa logam dan logam berat. Kandungan Al dan Fe yang tinggi pada limbah sandblasting berpotensi untuk di manfaatkan menjadi koagulan berbasis logam. Pemanfaatan limbah sandblasting menjadi koagulan merupakan upaya berarti dalam pencegahan pencemaran limbah B3 dan penghematan sumberdaya alam. Dalam penelitian ini, limbah sandblasting diolah secara kimia menggunakan asam klorida menjadi cairan dengan kandungan Al dan Fe yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan air/ air limbah. Kondisi optimal pembentukan koagulan dicapai dengan penambahan 310.25 kg HCl/ ton limbah sandblasting pada 110°C dengan waktu pelindian selama 3 jam. Hasil analisis ekstrak cair limbah sandblasting pada kondisi optimal menunjukkan perolehan kembali logam Al sebesar 57.86 % dan Fe sebesar 97.28 %.  Abstract: Sandblasting waste is a by-product material from sandblasting activity in industry. Based on lampiran 2 Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999, sandblasting waste is regarded as hazardous wastes from specific source with heavy metals as main pollutant. Sandblasting waste contains high amount of Al and Fe, which are potential to be utilized as metals based coagulant. Utilization of sandblasting waste as coagulant is not only prevents hazardous waste pollution but also can save natural resources. In this study sandblasting waste is chemically treated using hydrochloric acid addition into liquid containing high amount of Al and Fe that can be used as coagulant for water/wastewater treatment plant. Optimal condition for the production of coagulant achieved by acid treatment using 310.25 kg HCl/ ton sandblasting waste at 110°C for 3 hour leaching period. Under these condition final extraction and recovery yields of 57.86%Al and 97.28% Fe.  Key words: Sandblasting waste, Coagulant, Aluminum, Iron
RECOVERY MINYAK DARI LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) SPENT BLEACHING EARTH DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT Sri Krisyanti; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 17 No. 1 (2011)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtl.2011.17.1.4

Abstract

Abstrak: Spent bleaching earth (SBE) adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses penyulingan minyak dari  industri oleokimia. Spent bleaching earth yang sudah terpisah dengan minyak murni mengandung gums dan kotoran serta sejumlah besar minyak. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, kandungan minyak yang terdapat dalam spent bleaching earth berkisar antara 20%-30% berat spent bleaching earth. Residu minyak spent bleaching earth tersebut di-recovery dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu soxhlet dan maserasi. Pelarut yang digunakan yaitu n-heksan dan aseton. Rendemen minyak terbesar dihasilkan dari metode soxhlet dengan menggunakan pelarut aseton dengan kadar 24,14 %. Sedangkan rendemen minyak terkecil dihasilkan dari metode maserasi dengan pelarut n-heksan yaitu sekitar 15,37 %. Kualitas minyak berdasarkan parameter viskositas dan warna minyak terbaik secara menurun yaitu maserasi n-heksan> soxhlet n-heksan> maserasi aseton > soxhlet aseton. Densitas minyak tertinggi yaitu ekstrak minyak metode maserasi dengan pelarut aseton sebesar 0,8838 gr/cm3 dan densitas paling kecil yaitu ekstrak minyak metode soxhlet dengan pelarut aseton yaitu sebesar 0,875 gr/cm3. Persentase asam lemak bebas tertinggi yaitu soxhlet aseton 39,77% atau sama dengan 23,35 mg NaOH/mg minyak dan terendah yaitu 14,27%  atau sama dengan 11,49 mg NaOH/mg minyak berasal dari  metode maserasi dengan pelarut n-heksan. Minyak yang menggunakan pelarut aseton memiliki kualitas kurang baik dibandingkan dengan minyak yang menggunakan pelarut n-heksanKata kunci: Ekstraksi, maserasi, minyak, soxhlet, spent bleaching earth Abstract : Spent bleaching earth (SBE) is a solid waste generated as part of the refining process in the oleochemical industry . The spent bleaching earth thus separated from the oil contains gums and impurities along with significant amount of oils. Based on several previous studied, the content of the oils contained in spent bleaching earth ranged from 20% - 30 % by weight of spent bleaching earth. Spent bleaching earth resisdual oils was recovered by using solvent extraction method. Extraction method used is soxhlet and maceration. While the solvent used are n-hexane and aceton. Yield of oils from soxhlet method using acetone solvent has a highest content oils of 24.14 %. While the lowest yield of oil produced from maceration method using n-hexane solvent is about 15.37 %. Oil quality parameter based on viscosity and color from high  to bad quality is maceration n-hexane>soxhlet n-hexane>maceration acetone>soxhlet acetone. The highest density of oil extract is about 0,8838 gr/cm3, produced by maceration method using acetone solvent. While the lowest is about 0.875 gr/cm3, produced by soxhlet method using acetone solvent. The highest percentage free fatty acid (FFA) is about 39.77 % or same with 23.35 mg NaOH/ mg oil  from soxhlet method using acetone and the lowest is about 14.27% or same with 11.49 mg NaOH/ mg oil  from maceration method using  n-hexane. Extract oil produced from acetone solvent has a less good quality than extract oil from n-hexane solvent.  Key words: Extraction, maceration, oil, soxhlet, spent bleaching earth
STUDI PEMANFAATAN PRODUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CERAMIC BALL, MOLESIEVE, SAND BLAST & SPENT CLAY SEBAGAI PAVING BLOCK Adhitya Wicaksono; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 18 No. 1 (2012)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/j.tl.2012.18.1.1

Abstract

Abstrak: Proses solidifikasi adalah metode pengolahan limbah B3 yang bertujuan untuk mengurangi kadar toksisitas suatu limbah dengan memperkecil permeabilitas dan  meningkatkan  kekuatan  fisik  limbah  tersebut.  Teknik solidifikasi yang umumnya dilakukan adalah kapsulasi, yaitu teknik penyelimutan limbah dengan bahan pengikat seperti semen untuk mengeraskan limbah secara fisik. Dengan teknik kapsulasi, hasil solidifikasi limbah B3 akan menyerupai beton pada umumnya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi pemanfaatan hasil solidifikasi limbah B3 sebagai paving block. Limbah B3 akan dijadikan pengganti agregat halus dan kasar seperti layaknya sebuah  campuran  beton.  Sebagai pengganti  agregat  halus,  limbah  molesieve,  sand  blast  dan  clay  mempunyai karakteristik seperti pasir. Ceramic ball akan menjadi pengganti agregat kasar atau kerikil. Agregat mengisi 40%-70% volume dan memberikan karakteristik serta kekuatan pada beton. Variasi akan dilakukan pada kadar limbah dan semen untuk setiap campuran. Produk solidifikasi dibuat dengan perbandingan antara semen : agregat sebesar 1:3, 1:4 dan 1:5. Campuran beton dicetak dalam cetakan balok berukuran 8x8x6 cm. Benda uji diamati selama 1 bulan dengan objek pengamatan adalah kuat tekan, kadar toksisitas lindi dan durabilitas benda uji. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kekuatan benda uji akan meningkat seiring meningkatnya kadar semen dan menurun seiring meningkatnya kadar beberapa jenis limbah. Benda uji dengan versi 13V5 mempunyai kuat tekan mencapai 117,2 kg/cm2. Benda uji dengan versi 14V6 mempunyai kuat tekan mencapai 129,7 kg/cm2. Kedua versi tersebut menjadi campuran terpilih pemanfaatan hasil solidifikasi limbah B3 sebagai paving block dengan mutu D dan C.Kata kunci: agregat, kapsulasi, paving block, pemanfaatan, solidifikasi Abstract: Solidification is a method of hazardous waste treatment in decreasing the toxicity by reducing the waste's permeability and strengthens its physical properties. The common solidification technique is encapsulation, which the waste will be covered by somekind of binder material, such as cement. This experiment is used to observe the potential state of reusing solidification product as paving block. The wastes is used to replace fine and coarse aggregates as in a concrete mixture. As the substitute of fine aggregates; molesieve, sand blast and clay have similar physical characteristics as sand. The waste of ceramic ball will be used as the substitute for coarse aggregates. Both aggregates fill 40% - 70% of concrete's volume and take an essential rule for its characteristic and strength. The combination and amount of wastes and cement in every concrete are taken as the experiment variations. The proportions of waste and cement are 1:3, 1:4 and 1:5. The solidification product is block-shaped concrete sized 8 x 8x 6 cm. Every solidification product was  observed for a month and the subjects for observation are compressive strength, leachate toxicity and durability. The experiment result showed that product's compressive strength increased by the increase of cement and lowered by the increase of specific kind of waste. The product version of 13V5 has the compressive strength of 117.2 kg/cm2.. The product version of 14V6 has the compressive strength of 129.7 kg/ cm2. Both versions have become the chosen proportion for hazardous waste solidification reuse as grade D and C paving block.Keywords: aggregates, encapsulation, paving block, reuse, solidification 
STUDI PEMANFAATAN LIMBAH B3 SLUDGE PRODUCED WATER SEBAGAI BAHAN BAKU REFUSE DERIVED FUEL (RDF) Anggi Pertiwi Putri; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 19 No. 1 (2013)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtl.2013.19.1.1

Abstract

Abstrak: Kebutuhan sumber energi terbarukan semakin penting mengingat kebutuhan akan energi yang terus meningkat. "Waste to Energy" adalah konsep yang sesuai untuk memecahkan masalah ini. Refuse derived fuel (RDF) sebagai salah satu aplikasi dari konsep tersebut yang menggunakan residu memiliki nilai kalor yang tinggi sebagai bahan bakar. Sludge produce water merupakan salah satu limbah industri minyak dan gas bumi kategori limbah bahan berbahaya dan beracun yang memiliki karakteristik kandungan C-organik mencapai 52,03%, total petroleum hidrokarbon sebesar 32,216% dan nilai kalor mencapai 4.100,39 kal/gr yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif aplikasi waste to energi dengan metode RDF. Sementara biomassa seperti kompos, serbuk gergaji, dan tandan kelapa sawit mudah ditemukan namun belum banyak dimanfaatkan juga berpotensi menjadi bahan campuran RDF dalam upaya meningkatkan nilai kalor. Sludge produced water dan biomassa dapat dimanfaatkan menjadi RDF dengan kombinasi yang tepat sehingga menghasilkan nilai kalor yang optimum untuk bahan bakar. Penelitian ini meninjau karakteristik dan nilai kalor bahan dengan proximate analysis dan bom kalorimeter. Penelitian dilakukan dengan mencampurkan biomassa dan sludge produced water dengan rasio 1:3, 2:2, dan 3:1 serta menambahkan bahan perekat berupa tepung kanji dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 5%.  Nilai kalor paling baik yang dihasilkan adalah dari kombinasi sludge produced water dan serbuk gergaji perbandingan 1:3 dengan konsentrasi perekat 5% yang menghasilkan nilai kalor sebesar 4.933,95 kal/gram. Waste to energi dalam bentukan RDF ini dapat dijadikan alternatif pemanfaatan limbah B3 sludge produced water.
PEMANFAATAN BIOMASSA DAUN PECAH BELING (Strobilanthes crispus) TERMODIFIKASI TANIN SEBAGAI SORBEN UNTUK LOGAM ORGANOLEAD Agung Budiraharjo; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 21 No. 2 (2015)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtl.2015.21.2.3

Abstract

Abstrak: Pb-organik atau senyawa organolead merupakan logam turunan dari Pb yang tingkatan toksisitasnya empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa logam Pb murni dan Pb ionik. Dalam penelitian ini, modifikasi tannin dari biomassa daun Strobilanthes cripus dimanfaatkan sebagai biosoben untuk mengurangi konsentrasi senyawa organolead. Biosorben yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis: biosorben dari biomassa tanpa perlakuan (BTP), biosorben polimerisasi dari biomassa daun (BDP), dan biosorben polimerisasi ekstrak tannin dari biomassa (BEP). y Scanning Electron Microscopy (SEM), kadar air, kadar abu, kadar volatil, dan kadar karbon terikat dilakukan untuk menentukan karakteristik fisik dan kimia biosorben yang dibandingkan dengan SNI 06-3730 dan SII 0258-79. Untuk memperkirakan kapasitas penyerapan logam organolead, maka dilakukan percobaan secara sistem batch, dengan parameter yang mempengaruhi proses adsorpsi terdiri dari variasi ukuran biosorben, dosis biosorben, waktu kontak, serta konsentrasi awal limbah artifisial organolead. Mekanisme penyerapan organolead dianalisis melalui uji isoterm adsorpsi berdasarkan model Langmuir dan model Freundlich)  Kata kunci: organolead, biosorpsi, pecah beling (Strobilanthes cripus), polimerisasi tannin Abstract : Organic-Pb or organolead compound is a derivative of Pb metal which have toxicity levels four times higher than the pure metal Pb and Pb ionic. In this research, the modification of tannin from the Strobilanthes crispus  leaves biomass was utilized as an adsorbent material for the removal of organolead  from artificially contaminated solution. Biosorbent used in this study consists of three types: biosorbent from biomass without treatment (BTP), biosorbent treatment polymerization from the biomass (BDP), and biosorbent treatment polymerization from the tannin extract from biomass (BEP). The Scanning Electron Microscopy (SEM), moisture content, ash content, volatile content, and fixed carbon content was conducted to determine the physical and chemical characteristics of biosorbent compared to SNI 06-3730 and SII 0258-79. Batch experiments were used to predict the adsorption capacity of lead ion. Different parameters affecting the adsorption process were tested including initial adsorbent particle size, adsorbent dose, contact time and adsorbate dose.  The adsorption process of organolead was tested with Langmuir and Freundlich model. Key words: organolead, biosorption, pecah beling leaves, polymerization of tannin
KETERLINDIAN LOGAM BERAT DARI PEMANFAATAN LIMBAH SLAG BESI DAN BAJA SEBAGAI AGREGAT CAMPURAN LAPIS PERMUKAAN JALAN Airine Luhnira Luhnira Perdana; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 22 No. 1 (2016)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/j.tl.2016.22.1.1

Abstract

Abstrak: Pencemaran lindi slag menjadi fokus utama lingkungan akibat tingginya produksi limbah slag dari industri pengolahan besi dan baja. Slag terpapar hujan asam berpotensi meningkatkan keterlindian logam berat ke badan air permukaan dan air tanah. Pemanfaatan slag sebagai agregat campuran lapis permukaan jalan merupakan upaya meminimasi pencemaran dengan membatasi pergerakkan logam berat. Permen LH No.2 Tahun 2008 menuntut pemanfaatan limbah slag dengan kriteria aman bagi lingkungan dan layak secara teknis. Penelitian bertujuan untuk mengkaji keterlindian logam berat dari limbah slag besi dan baja sebelum dan setelah dimanfaatkan sebagai subtitusi bahan baku campuran lapis permukaan jalan (AC-WC) melalui solidifikasi. Jenis slag yang diteliti adalah BF dan BOF. Keterlindian logam berat limbah slag serta produk solidifikasi dianalisis melalui pengujian ANC, TCLP standar dan modifikasi, uji pelindian statis dan dinamis. Uji karakteristik fisik dan kimia menunjukkan slag BF dan BOF berpotensi untuk dimanfaatkan melalui metode solidifikasi. Secara teknis, slag BF dan BOF layak digunakan sebagai bahan baku lapis permukaan jalan karena memenuhi spesifikasi Dep. PU melalui uji mutu agregat dan kinerja. Jenis logam berat yang berkontribusi sebagai pencemar utama untuk slag BF dan BOF yaitu Fe (641,5; 692,25 mg/kg), Ba (17,25; 17,75 mg/kg), Zn (17,25; 17,75 mg/kg), Cr (7,75; 9,75 mg/kg) dan Cd (5,25; 5,75 mg/kg). Uji TCLP standar dan modifikasi mengindikasikan slag besi dan baja tidak memiliki karakteristik toksik karena konsentrasi logam berat dalam lindi tidak melampaui baku mutu TCLP mengacu PP No.101 Tahun 2014. Urutan laju pelindian logam berat statis Ba>Fe>Zn>Cd>Cr, dinamis Zn>Ba>Cr>Fe>Cd. Kandungan Cd dalam lindi statis AC-WC berpotensi menimbulkan efek karsinogen, sedangkan efek non-karsinogen ditimbulkan oleh lindi statis AC-WC berbahan baku slag BOF. Kata kunci: slag, agregat, keterlindian logam berat, solidifikasi, lapis permukaan jalan. Abstract: Slag leachate pollution can be a great environmental concern due to generation of slag in numerous amounts of iron and steel-making industries. During periods of acid rain, these exposed slags release heavy metals into surface and groundwater. Slag utilization as asphalt concrete-wearing course (AC-WC) is a minimization effort to limit heavy metals migration. Ministry Regulation No.2/2008 requires two criteria of slag utilization that are safety for environmental and technical feasibility. The aim of research is investigating heavy metals leachability from iron and steel slag, before and after utilizing as AC-WC aggregate through solidification. Leachability of heavy metals produced from slag and solidification products were analyzed by ANC test, standard and modified TCLP test, static and dynamic leaching test. Materials that used in this research are BF and BOF slag. Physical and chemical characterization test show BF and BOF slags potentially utilize through solidification method. Technically, BF and BOF slags feasible used as raw materials of AC-WC, aggregate quality and performance test result show both of slag meet the Dep. of Public Works specifications. Fe (641.5; 692.25 mg/kg), Ba (17.25; 17.75 mg/kg), Zn (17.25; 17.75 mg/kg), Cr (7.75; 9.75 mg/kg), and Cd (5.25; 5.75 mg/kg) are the major pollutants that contain in both type of slags. Standard and modified TCLP test show BF, BOF slag, and solidification products are have no toxic character, heavy metals concentration in leachate not exceed the quality standards refer to GR No.101/2014. Static leaching rate of metals show Ba>Fe>Zn>Cd>Cr and Zn>Ba>Cr>Fe>Cd for dynamic. Cd in static AC-WC leachate has carcinogenic effect potential, while non-carcinogenic effects caused by static BOF AC-WC leachate. Keywords: slag, aggregate, heavy metals leachability, solidification, asphalt concrete "“ wearing course.
Program StANALISIS MANFAAT BIAYA PENGELOLAAN LIMBAH SPENT BLEACHING EARTH MELALUI PEMANFAATAN DAN PENIMBUNAN DENGAN MEMPERHITUNGKAN NILAI GAS RUMAH KACA udi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Kapas Fernando Pasaribu; Sukandar Sukandar
Jurnal Teknik Lingkungan Vol. 23 No. 2 (2017)
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/j.tl.2017.23.2.4

Abstract

Abstrak: Pertumbuhan industri minyak sawit di Indonesia mendorong tumbuhnya jumlah limbah spent bleaching earth (SBE). Ditetapkannya limbah SBE sebagai limbah B3 pada tahun 2014 menyebabkan urgensi pengelolaan limbah B3 pada perusahaan. Urgensi pengelolaan limbah SBE mendorong peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berdampak negatif pada perubahan iklim. Oleh karenanya, eksternalitas berupa emisi GRK perlu diinternalisasi dalam skenario perencanaan biaya guna mengurangi beban lingkungan. Dalam penelitian ini, pengujian nilai manfaat-biaya pada skenario pengelolaan limbah SBE yang meliputi pemanfaatan dan penimbunan telah dilakukan. Nilai emisi GRK pada tiap skenario diinternalisasi dalam nilai investasi melalui perhitungan shadow price of carbon (SPC). Pengujian nilai manfaat-biaya dilakukan melalui perhitungan net present value (NPV) dan benefit cost ratio (BCR) yang dilanjutkan dengan analisis sensitivitas. Skenario pemanfaatan minyak nabati SBE sebagai bahan baku pembuatan biodiesel serta pemanfaatan residunya sebagai pengganti bahan baku bentonit dalam kiln semen merupakan skenario yang layak secara ekonomi dan memiliki nilai GRK yang rendah, sehingga layak dijadikan sebagai alternatif pengelolaan limbah SBE. Kata kunci: Benefit-cost analysis, spent bleaching earth, gas rumah kaca, shadow price of carbon Abstract : The growth of palm oil industry in Indonesia induces the growth of spent bleaching earth (SBE). Legitimation of SBE waste as hazardous waste in 2014 caused urgency of SBE's waste management on the palm oil company. This urgancy of SBE waste management induce the increased of greenhouse gas (GHG) emissions that have a negative impact on climate change. Therefore, externalities of GHG emissions need to be internalized in the cost planning scenario to reduce environmental impact. In this study, cost-benefit value testing on SBE waste management scenarios including recovery and landfillin has been done. The GHG emission value in each scenario is internalized in the investment value through the calculation of shadow price of carbon (SPC). Cost-benefit analysis is done through calculation of net present value (NPV) and benefit cost ratio (BCR) followed by sensitivity analysis. The scenario of recover vegetable oil from SBE as raw material for biodiesel production and its residue as a substitute of bentonite in cement kiln is founded economically feasible and has low GHG value, making it as an alternative waste management for SBE waste Key words: Benefit-cost analysis, spent bleaching earth, greenhouse gas, shadow price of carbon