Transaksi jual beli secara online sering kali disertai dengan berbagai bentuk penipuan, seperti keberadaan pelaku usaha palsu, produk yang cacat atau tidak sesuai dengan deskripsi, kesalahan dalam penetapan harga, serta sistem pembayaran yang bermasalah. Kondisi ini merugikan konsumen karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk memverifikasi kondisi barang secara langsung sebelum melakukan pembelian. Selain itu, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) belum secara eksplisit mengatur perlindungan terhadap cacat tersembunyi pada produk. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif, yang dilakukan melalui studi pustaka terhadap sumber hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil studi menunjukkan bahwa konsumen berhak menuntut ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum bagi konsumen dapat diberikan secara preventif melalui penguatan peraturan dan pengawasan, serta secara represif melalui penyelesaian sengketa dan penerapan sanksi terhadap pelaku usaha. Keterlibatan aktif dari pemerintah dan penyedia platform digital sangat penting untuk menciptakan transaksi yang adil serta menjamin perlindungan hak konsumen dalam era perdagangan digital