Zahara, Vikri
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ADIL GENDER DI PONDOK PESANTREN AL – MUAYYAD SURAKARTA Zahara, Vikri
ISSN.2252-8407
Publisher : SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (640.09 KB)

Abstract

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ADIL GENDER DI PONDOK PESANTREN AL ? MUAYYAD SURAKARTA  Vikri Zahara, Siany Indria Liestyasari, dan NurhadiPendidikan Sosiologi Antropologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Surakarta vikrizahara205@gmail.comAbstrakImplementasi pendidikan adil gender di pondok pesantren Al ? Muayyad Surakarta belum dilakukan secara optimal. Meskipun secara umum santri putra dan santri putri diberikan hak pendidikan yang sama di bidang akademik dan non akademik namun masih terjadi perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dari proses pendidikan. Belum optimalnya implementasi pendidikan adil gender di pondok pesantren Al ? Muayyad Surakarta dikarenakan kendala kultural yang mengakibatkan adanya kebijakan kurang responsif gender. Kendala kultural yang dimaksud yaitu sistem patriarki. Pada sistem patriarki laki-laki mengontrol kerja perempuan. Implikasinya santri putra menempati otoritas utama di lingkungan pesantren. Dalam analisa teori nature dan culture, perempuan dan fungsinya diidentikkan dengan ?kehidupan?, menempatkan dirinya dekat dengan alam. Berbeda dengan laki-laki yang sepenuhnya bebas dengan proyek ?budaya?. Perempuan yang diidentifikasikan sebagai ?alam?, dianggap sebagai orang yang berkaitan erat dengan sektor domestik. Sedangkan laki-laki di tempatkan sebagai kelompok  yang berhak  mengisi  sektor  publik.  Begitu  juga di  pesantren  Al  ? Muayyad masih memperlakukan santrinya dengan dikotomi peran tersebut. Akibatnya santri putri mempunyai akses terbatas untuk mengikuti kegiatan di luar pesantren. Selain itu santri putra juga masih mendominasi pengambilan keputusan dalam rapat gabungan. Santri putri juga tidak bisa menempati posisi teratas dalam struktur  organisasi.  Subordinasi  pada  santri  putri  juga  terlihat  dari  minimnyakesempatan untuk tampil di depan umum. Karena sesuatu yang massal dan bergengsi dianggap sebagai wilayah laki ? laki. Akhirnya pengalaman yang didapat santri putra lebih  banyak.  Dampaknya bekal  yang diterima santri  putri  untuk persiapan terjun ditengah masyarakat tidak sebesar santri putra. Kata Kunci : Pendidikan, Keadilan Gender, Pesantren