Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Socio-Economic and Environmental Risk Factors of Tuberculosis in Wonosobo, Central Java, Indonesia Pratiwi, Rita Dian; Pramono, Dibyo; Junaedi, Junaedi
KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 16, No 1 (2020)
Publisher : Department of Public Health, Faculty of Sport Science, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/kemas.v16i1.12636

Abstract

This study discusses the dominant socio-economic and environmental risk factors for TB disease. The design of this study was a case-control study with 70 case samples and control with a contribution of n = 1. Variables from this study contacted personal, ventilation of the house, humidity, the temperature of the house, density of the house, kitchen, and family earnings. Multivariate data analysis uses multiple logistic regressions. The study notes that from 140 samples, 47% have basic education, and 30% are farmers. People who had a past of contact with TB cases were ten times more likely to contract TB than those who had no contacted (OR = 10.00; p <0.001). Personalities who live in poorly ventilated homes who have a risk of contracting TB are 2.2 times greater than those who live in homes with standard ventilation (OR = 2.20; p <0.018). The moisture increases the risk of TB by four times the low moisture (OR = 4.00; p = 0.001). Living in a house with a higher temperature of TB is 3.8 times higher than a lower temperature (OR = 3.80; p = 0.009). Living in a high population density of the house improves TB five times more than living in a lesser home (OR = 5.00; p <0.001). Kitchen gas enhances the risk of TB 2.5 times greater than gasless (OR = 2.50; p = 0.007). Low family earnings raise the risk of TB three times greater than high family earnings (OR = 3.00; p = 0.002). A past of contact, poorly ventilated homes, high humidity, hothouse temperature, population density, kitchen gas, and low family earnings, are risk factors for TB in Wonosobo, Central Java.
GAMBARAN KOMPLIKASI PENYAKIT TUBERKULOSIS BERDASARKAN KODE INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF DISEASE 10 pratiwi, rita dian
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. 13 No. 2 (2020): Vol. 13, No. 2 Edisi September 2020
Publisher : UPT PPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (76.306 KB) | DOI: 10.36760/jka.v13i2.136

Abstract

Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit menular tertinggi di Indonesia dan menjadi perhatian khusus pemerintah. Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi kejadian TB. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan adalah dengan melakukan pencatatan rekam medis secara lengkap. Kelengkapan dokumen rekam medis juga dapat bermanfaat untuk kegiatan statistik seperti biaya klaim asuransi, komplikasi penyakit, pengobatan rutin, dan lain-lain, dengan melihat data dari kode diagnosis berbasis International Classification of Disease(ICD)10 sehingga dapat dijadikan sebagai kebijakan. Kode diagnosis TB dalam ICD 10 ada pada ada di blok A15-A19. Penelitian ini membahas komplikasi TB berdasarkan kode ICD 10. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode cross sectional. Sampel penelitian berasal dari 309 data rekam medis pasien TB tahun 2015-2018 di RSUD Wates yang diambil secara simple random sampling dengan mengambil sampel pada nomor rekam medis genap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 64 jenis komplikasi (diagnosa lain) yang diderita pasien TB, ditemukan lima penyakit penyerta yang paling banyak diderita terkait dengan Diabetes Mellitus (12,17%), Anemia (10,53%), Malnutrisi (9,73%) gangguan hati dan PPOK akibat obat (8.17%) dan Bronchitis dan Pneumothorax (7.58)%). TB berhubungan dengan penyakit lain yang dapat memperburuk kondisi pasien jika tidak dilakukan pengobatan rutin
Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan TB dalam Active Case Finding untuk Mendukung Case Detection Rate Pratiwi, Rita Dian; Pramono, Dibyo; Junaedi, Junaedi
Journal of Health Education Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Semarang cooperate with Association of Indonesian Public Health Experts (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jhe.v2i2.20917

Abstract

Latar Belakang: Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama harus melakukan pelaporan TB Case Detection Rate (CDR) ke Dinas Kesehatan secara teratur untuk mendukung TB DOTS, Namun CDR di Kabupaten Wonosobo adalah 70% masih di bawah standar nasional. Hal ini disebabkan keterbatasan fasilitas surveilans pendukung terutama Tenaga Kerja . Oleh karena itu, Kelambu Kasus TB adalah Kasus Pasif yang Mencari dan Mempromosikan. Oleh karena itu, studi evaluasi dan intervensi pada kader kesehatan dilakukan untuk mendukung active case finding (ACF). Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus baru serta mendukung DOTS selain itu juga meningkatkan upaya mencegah penyebaran dan dampak penyakit. Metode: rancangan penelitian yang dilakukan adalah one group post test study design dengan responden 181 kader kesehatan TB di Kabupaten Wonosobo, evaluasi jangka pendek dilakukan dengan pre dan post test sedangkan evaluasi jangka panjang didapatkan dari hasil pemantauan angka penjaringan kasus TB selama 3 bulan untuk menentukan keberhasilan hasil kinerja kader kesehatan dalam melakukan ACF. Hasil: Dari 181 kader kesehatan diketahui bahwa 63 orang (34,81%) memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar dan 105 orang (58,01%) bekerja pada sebagian besar kader kesehatan kurang dari 5 tahun. Setelah dianalisis dengan uji Wilcoxon, diketahui terdapat peningkatan pengetahuan pada 10 item pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p <0,001. Evaluasi jangka panjang sejak trimester 2 sampai 4 ditemukan 385 tersangka (21,56%) dan 6 kasus smear (+) Kesimpulan: Meningkatnya jumlah temuan kasus yang didukung oleh kehadiran kader yang paling dekat dengan masyarakat, sehingga promosi kesehatan diterapkan secara langsung dan peningkatan Pelaporan CDR TB. Kata kunci: Tuberkulosis, CDR TB, kader kesehatan, one group post test study design
Mapping the spread of dengue fever with geographic information system in Magelang City in 2020-2024 Nurul 'Ain, Adinda Dwi; Pratiwi, Rita Dian
International Journal of Health Science and Technology Vol. 7 No. 2 (2025): November
Publisher : Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31101/ijhst.v7i2.4308

Abstract

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) cases are rising in Magelang City, yet current reporting lacks distribution maps, hindering identification of high-risk areas. This quantitative descriptive study, therefore, aimed to analyze DHF distribution in Magelang City (2020-2024) using a Geographic Information System (GIS) and identify dominant influencing factors. Employing a cross-sectional design, secondary data on DHF cases, rainfall, temperature, humidity, population density, and Larvae Free Rate (LFR) were collected. Data analysis involved spatial methods with QGIS and statistical methods (Geographically Weighted Regression/GWR) via RStudio. Results showed climate factors (rainfall, temperature, humidity) and population density exhibited homogeneous patterns, not significantly explaining DHF case variations. While LFR was generally high (>90%), a positive anomaly in 2023 saw high LFR followed by increased cases. The DHF distribution pattern fluctuated, peaking in 2022. In conclusion, none of the studied factors (climate, population density, LFR) were identified as significant dominant influences on DHF distribution. LFR anomalies suggest program interventions responding to high caseloads. DHF distribution is likely due to complex interactions of other unstudied factors (e.g., PSN effectiveness, behavior, sanitation, community knowledge). GIS remains valuable for data driven DHF prevention planning.