Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Budaya Literasi di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Muhamad Abdul Manan; Mahmudi Bajuri
Jurnal Pendidikan Islam Indonesia Vol 4 No 2 (2020)
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Ibrahimy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35316/jpii.v4i2.194

Abstract

Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo telah menerapkan Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yaitu menumbuhkan minat baca melalui tiga tahap: (1) tahap pembiasaan, (2) tahap pengembangan, dan (3) tahap pembelajaran. Program satu jam bersama buku merupakan salah satu pendidikan nonformal yang terdapat di Pondok Pesantren ini. Kegiatan satu jam bersama buku ini dilaksanakan pada malam hari setelah para santri melakukan sholat Isya berjmaah di Masjid maupun Mushalla. Kegiatan satu jam bersama buku menjadi salah satu kegiatan yang harus diikuti oleh semua santri yang berada di Pondok. Hal ini dimaksudkan untuk semakin meningkatkan minat santri dalam membaca yang sudah mulai menurun, yang semakin hari semakin malas untuk membaca, sehingga setelah mengikuti kegiatan ini para santri kembali memiliki semangat untuk membaca dan semakin meningkatkan kualitas keilmuan para santri. Masalah yang diteliti di sini adalah tentang perencanan dan keefektifan kegiatan satu jam bersama buku.
Budaya Literasi di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Muhamad Abdul Manan; Mahmudi Bajuri
Jurnal Pendidikan Islam Indonesia Vol 4 No 2 (2020)
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Ibrahimy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35316/jpii.v4i2.194

Abstract

Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo telah menerapkan Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yaitu menumbuhkan minat baca melalui tiga tahap: (1) tahap pembiasaan, (2) tahap pengembangan, dan (3) tahap pembelajaran. Program satu jam bersama buku merupakan salah satu pendidikan nonformal yang terdapat di Pondok Pesantren ini. Kegiatan satu jam bersama buku ini dilaksanakan pada malam hari setelah para santri melakukan sholat Isya berjmaah di Masjid maupun Mushalla. Kegiatan satu jam bersama buku menjadi salah satu kegiatan yang harus diikuti oleh semua santri yang berada di Pondok. Hal ini dimaksudkan untuk semakin meningkatkan minat santri dalam membaca yang sudah mulai menurun, yang semakin hari semakin malas untuk membaca, sehingga setelah mengikuti kegiatan ini para santri kembali memiliki semangat untuk membaca dan semakin meningkatkan kualitas keilmuan para santri. Masalah yang diteliti di sini adalah tentang perencanan dan keefektifan kegiatan satu jam bersama buku.
PREACHING BILL HIKMAH IN A PLURAL CONTEXT: STUDY OF JURGEN HABERMAS'S COMMUNICATION PARADIGM Muhamad Abdul Manan; Mahmudi, Mahmudi; Muis, Abdul; Al Ghifari , Abudzar
Progresif : Media Publikasi Ilmiah Vol. 12 No. 2 (2024): 21 Desember 2024
Publisher : Universitas Bondowoso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61595/progresif.v12i2.1034

Abstract

This article explores the concept "Preaching Bill Hikmah" (wisdom-based preaching) in the context of pluralism through Jürgen Habermas' communication paradigm. This article discusses the importance of ethical communication in da'wah, emphasizing the need for integrity on both the part of the preachers and their audiences. This article explains how Habermas's notion of communicative action can provide a framework for building interreligious dialogue, promoting tolerance and understanding. Reinforcing the idea of ​​pluralism, this study highlights the importance of creating space for interfaith dialogue and emphasizes the need to unite various interpretations of Islam to counter radicalism and increase community cohesion. This research uses a descriptive qualitative research method with a literature study approach. The results of this research show that Jürgen Habermas's communication paradigm, especially the concept communicative action, can be adapted in the context of da'wah to encourage inclusive, tolerant and ethical dialogue. This allows da'wah to become a unifying tool in a pluralistic society, where wisdom-based communication can reduce potential conflict, fight the spread of radicalism, and strengthen social harmony.