Asyikin, Nehru
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : PROGRESIF: Jurnal Hukum

Checks and balances antara lembaga legislatif dengan eksekutif terhadap perjanjian internasional pasca putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018 Asyikin, Nehru
PROGRESIF: Jurnal Hukum Vol 14 No 1 (2020): PROGRESIF: Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33019/progresif.v14i1.1653

Abstract

Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 bertentangan dengan Konstitusi Indonesia dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, namun secara bersyarat bahwa persetujuan legislatif hanya pada jenis-jenis perjanjian tersebut pada Pasal 10. Perjanjian internasional yang dilakukan eksekutif menimbulkan paradigma terkait pengawasan dan mengimbangi eksekutif terhadap penerapan perjanjian internasional ke dalam sistem hukum nasional sehingga paradigma tersebut menghadirkan prinsip checks and balances dikeduanya. legislatif memiliki kewenangan penuh berada untuk mengkaji peraturan yang hendak di ratifikasi yang bersumber dari perjanjian internasional bertentangan dengan UUD atau tidak. Kontrol legislatif terletak pada Pasal 11 ayat 2 UUD apabila perjanjian internasional itu menimbulkan dampak bagi kehidupan rakyat terkait dengan beban keuangan Negara dan perasyarat menurut Pasal 10 UU Nomor 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional. Sedangkan hak presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden hanya sebatas evaluasi saja kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dimaknai sebagai proses menilai norma-norma yang berlaku di Indonesia sehingga ratifikasi melalui Keputusan Presiden tidak bersifat menolak tetapi mengevaluasi dan dikembalikan kepada Presiden untuk di terbitkan dalam lembaran negara. Sama halnya dengan menteri, Dewan Perwakilan Rakyat diposisikan sebagai lembaga yang diminta pertimbangan atau konsultasi saja, Dewan Perwakilan Rakyat tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan kebijakan yang akan diambil Menteri tersebut.