Hapusnya hak tanggungan telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, bahwa salah satu hapusnya hak tanggungan adalah karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan yang mana pada penjelasannya hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin dan pada penjelasan umum pada Pasal ini hanya tertulis cukup jelas tidak ada penjelasan secara spesifik terkait eksekusi pelaksanaannya sedangkan nilai Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang di agunkan adalah sumber utama pelunasan utang debitur tersebut.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, oleh karena itu sasaran penelitian ini mengacu pada peraturan yang terkait. Hasil penelitian ini mengenai perlindungan hukum kreditur terhadap objek jaminan hak tanggungan yang daluarsa sebelum pelunasan kredit jatuh tempo adalah mendapat perlindungan hukum secara tidak langsung dengan prinsip-prinsip kreditur, perlindungan secara langsung sesuai dengan Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan selain itu adapula perlindungan hukum yang bersifat preventif dan perlindungan hukum yang bersifat represif. Terkait akibat hukumnya secara logika debitur dalam hal ini sudah tidak berhak lagi atas objek jaminannya karena hak atas tanah yang daluarsa menurut undang-undang telah kembali menjadi milik negara, namun debitur tetap harus melanjutkan pelunasan kreditnya karena pada proses penjaminan objeknya ada 2 (dua) Akta Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang melekat yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dan Akta Perjanjian Kredit yang mana 2 (dua) Akta inilah yang menjadi dasar pelunasan kreditnya sekalipun objek miliknya telah daluarsa.