Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Iridocorneal Endothelial Syndrome Tasya Rahma, Fanni; Nasrudin, Nasrudin; Nassa Mokoginta, Saskia
Jurnal sosial dan sains Vol. 5 No. 3 (2025): Jurnal Sosial dan Sains
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jurnalsosains.v5i3.31977

Abstract

Salah satu gangguan endotel kornea yang langka terjadi adalah sindrom ICE yang merupakan kelompok penyakit yang ditandai dengan sel-sel endotel kornea abnormal pada stroma iris dan sudut bilik mata anterior. Etiologi sindrom ini belum jelas. Penanganan sindrom ini sulit dilakukan karena bersifat progresif. Melakukan diagnosis dan manajemen multidisiplin yang cepat dan tepat dapat meminimalisir risiko fatal. Laporan kasus ini bertujuan untuk menganilisis kasus seorang perempuan yang mengalami gangguan pada endotel kornea mata kanannya disertai dengan glaukoma primer sudut tertutup. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menganalisis kasus seorang perempuan 51 tahun yang mengalami penurunan penglihatan pada mata kanan yang telah dirasakan kurang lebih 2 tahun. Makalah ini mencakup analisis seorang perempuan berusia 51 tahun yang datang dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kanan yang telah dirasakan kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan diawali oleh rasa nyeri kepala hingga ke mata kanan selama 1 bulan dan hilang timbul. Pasien sempat diperiksakan dengan tonometri dengan hasil TIO OD 61.0 mmHg. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan penurunan visus OD 6/25, distrofi endotel kornea OD, sinekia anterior perifer pada COA OD, loss of pattern dan atrofi pada iris OD yang menyebar, pupil OD semi-midriatik dengan pseudopolycoria, serta dispersi pigmen pada endotel dan kapsul anterior lensa OD. Lalu pada pemeriksaan funduskopi menunjukkan peningkatan cup disc ratio. Kemudian pada pemeriksaan OCT didapatkan peningkatan cup disc ratio 0.73 dan tampak kelainan pada RNFL kuadran superior dan inferior. Pasien sudah melakukan pemeriksaan gonioskopi dan hasilnya menunjukkan glaukoma primer sudut tertutup. Tata laksana farmakologis pada pasien ini berupa timolol maleate 0.5% (beta-blocker), latanoprost 0.05% (analog prostaglandin), pilocarpine 2% (agonis kolinergik) dan sodium hyaluronate. Kemudian tata laksana non-farmakologis yang direncakan adalah tindakan trabekulektomi. Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Sindrom ICE adalah gangguan endotel kornea yang menyebabkan edema kornea, atrofi iris, dan glaukoma sudut tertutup sekunder. Etiologi sindrom ini belum sepenuhnya diketahui, tetapi ada kaitannya dengan infeksi HSV. Tiga varian klinis utama sindrom ICE meliputi atrofi iris esensial progresif, sindrom Chandler, dan sindrom Cogan-Reese. Diagnosis sering kali sulit karena perjalanan penyakit yang progresif, dengan banyak kasus mengalami salah diagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan gonioskopi penting untuk konfirmasi. Pengobatan bertujuan mencegah komplikasi, dengan obat antiglaukoma sebagai lini pertama. Pengobatan tambahan meliputi agen antifibrotik yang masih kontroversial. Pengelolaan glaukoma sering memerlukan intervensi bedah, seperti trabekulektomi dan keratoplasti.