Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan jawaban tentang mengapa Mobilisasi Aparat Sipil Negara pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Kotamobagu Tahun 2018 tidak dapat dihindari.Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kualitatif. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan, sebagai hasil wawancara. Data Sekunder, berupa dokumen-dokumen atau catatan tertulis yang terkait dengan tema penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala-kepala Dinas di pemerintahan kota Kotamobagu, Aparatur Sipil Negara yang bekerja pada Pemerintahan Kota Kotamobagu, Aparatur Sipil Negara yang bekerja di pemerintahan Bolaang Mongondow dan yang terdaftar sebagai penduduk kota Kotamobagu, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Kotamobagu. Fokus penelitian merupakan indicator dari Teori Mobilisasi Politik yang dikemukakan oleh Nedelmann (1987) yang mengemukakan bahwa vertical mobilization dicirikan dengan 3 hal yaitu downward mobilization model, grass-rootatau populist mobilization model, dan ideal democratic model.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Downward mobilization model atau grass-root mobilization model pada kasus pemilihan walikota dan wakil walikota kota Kotamobagu tahun 2018 bercirikan 3 hal yaitu ; terstruktur, sistematis dan massif. Terstruktur karena menggunakan sistem kerja yang berjenjang dan terkontrol. Sistematis karena adanya cara kerja sistemik dalam menggerakan mesin birokrasi (Pegawai Negeri Sipil) serta mengunakan pola MLM (Multi Level Marketing) seperti didalam dunia bisnis, massif karena menggunakan seluruh kekuatan jumlah Pegawai Negeri Sipil.Mobilisasi Pegawai Negeri Sipil dapat terjadi oleh karena belum adanya regulasi kepemiluan yang mengatur dan dapat menghalangi Pejabat Politik di Daerah untuk dapat memanfaatkan kekuasaan dan kewenangannya bagi kepentingan Pilkada.Aspek lain yang juga membuka jalan tejadinya Mobilisasi Pegawai Negeri Sipil dapat terjadi pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Kotamobagu adalah soal pragmatisme, soal karir, dan kebutuhan sosial ekonomi yang menjadi inti persoalan yang dihadapi oleh para Pegawai Negeri Sipil di wilayah ini.Saran dalam penelitian ini adalah Teori Downward mobilization model dan grass-root mobilization model masih dapat diurai lebih detail dengan menambahkan unsur terstruktur, massif dan sistematis sebagai bagian bentuk konkrit (operasional) dari teori tersebut. Harus segera dikeluarkan regulasi yang dapat melindungi birokrasi dan Pegawai Negeri Sipil di dalamnya, dari kepentingan politik Pejabat Politik di Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) bagi kepentingan mereka terutama terkait dengan penyelenggaraan Pemilukada. KATA KUNCI : Mobilisasi, Aparatur Sipil Negara, Pemilihan Walikota