Sukristiyonubowo, Sukristiyonubowo
Balai Penelitian Tanah

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENCEMARAN NITRAT PADA AIR SUNGAI SUB DAS KLAKAH, DAS SERAYU DI SISTEM PERTANIAN SAYURAN DATARAN TINGGI Sutriadi, Mas Teddy; Sukristiyonubowo, Sukristiyonubowo
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 37, No 1 (2013)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v37n1.2013.35-44

Abstract

Abstrak. Pemantauan konsentrasi nitrat pada Sub DAS di areal budidaya tanaman sayuran di dataran tinggi perlu dilakukan mengingat praktek aplikasi pemupukan nitrogen yang berlebihan yang sering dilakukan petani. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui dosis pemupukan N yang diterapkan petani budi daya tanaman sayuran di daerah pertanian dataran tinggi, dan (2) Mengetahui dampak pemupukan N terhadap konsentrasi nitrat air sungai. Penelitin ini dilaksanakan pada sub DAS Klakah, DAS Serayu di Kabupaten Wonosobo pada musim penghujan 2008-2009 dan di musim kemarau 2009. Penelitian menggunakan penedekatan kuantitatif meliputi format deskriptif ex post facto dan analisis contoh air. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Dosis pupuk N yang diterapkan petani pada tanaman kentang, kubis, dan jagung berturut-turut adalah 312, 167, dan 43 kg N ha-1 per musim atau setara dengan 678, 363, dan 93 kg urea ha-1 dan lebih tinggi 70 dan 6% dari dosis rekomendasi untuk tanaman kentang dan kubis, sedangkan untuk tanaman jagung masih di bawah dosis rekomendasi. Pemberian pupuk N anorganik dan pupuk organik kotoran ayam memberikan korelasi nyata pada produksi kentang yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi (R) masing-masing 0,5564 dan 0,5806. Pemupukan N dosis tinggi berpengaruh nyata (pada taraf 0,05) meningkatkan konsentrasi nitrat dalam air sungai sebesar 64% dan 68% lebih tinggi dari konsentrasi nitrat air sungai di bagian hulu masing-masing pada musim kemarau dan hujan. Namun, konsentrasi nitrat di semua lokasi pengamatan menunjukkan nilai yang lebih rendah (24,00-40,97 mg nitrat-NO3-L-1 pada musim kemarau dan 6,91-17,88 mg nitrat-NO3-L-1) dari konsentrasi nitrat-NO3- yang diperkenankan untuk air minum (45 mg L-1). Jumlah nitrat yang terbawa air sungai dalam satu hari masing-masing sebanyak 187 kg nitrat-NO3- atau setara dengan 90 kg urea pada musim kemarau dan 380 kg nitrat-NO3- atau setara dengan 90 kg urea. Abstract. Monitoring the concentration of nitrate in sub-watershed in the area of vegetable cultivation in the highlands needs to be conducted considering the frequent excessive nitrogen fertilization practiced by farmers. The aims of the study were to (1) know dose N fertilizer applied by farmers in highland vegetable cultivation area, and (2) examine the impact of N fertilization on stream water nitrate concentrations. The research was carried out in Klakah sub-watershed, Serayu watershed of Wonosobo District in rainy season of year 2008-2009 and dry season of year 2009. This research used quantitative approach including descriptive format of Ex Post Facto and analyzing water samples. The results show that the rates of N fertilizer applied by farmers on potato, cabbage, and corn were 312, 167, and 43 kg N ha-1 per season, respectively, which were equivalent to 678, 363, and 93 kg urea ha-1 and higher 70 and 6% of the recommendation rate for potato and cabbage crops, meanwhile the application for corn was still below the recommendation rate. Inorganic N fertilizer and organic fertilizer from chicken manure gave significant correlation in potato production indicated by the correlation coefficient (R) 0.5564 and 0.5806, respectively. High rate of N fertilization significantly (at 0.05 level) increased the concentration of nitrate in river water by 64% and 68% higher than the nitrate concentration in the upstream of river water in the dry and rainy seasons, respectively. However, nitrate concentrations in all sampling sites showed lower values (24.00 to 40.97 mg nitrate-NO3- L-1 in the dry season and from 6.91 to 17.88 mg nitrate-NO3- L-1) of allowable nitrate-NO3-concentrationsfor drinking water (45 mg L-1). Amount of nitrate carried by river water in one day was 187 kg nitrate-NO3-, equivalent to 90 kg of urea in the dry season and 380 kg of nitrate-NO3-, equivalent to 90 kg of urea.
SOIL PROPERTIES UNDER ORGANIC VERSUS CONVENTIONAL VEGETABLE FARMING SYSTEMS IN BOGOR DISTRICT Sukristiyonubowo, Sukristiyonubowo; P, Benito H; Husen, Edi
Jurnal Tanah dan Iklim (Indonesian Soil and Climate Journal) Vol 39, No 1 (2015)
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jti.v39n1.2015.19-24

Abstract

Abstract. In term of quality, the yield of rice and vegetables of organic farming is better than conventional system. We are interested to study and to compare soil characteristics both in vegetable organic and conventional systems. The experiment was conducted in vegetable organic and conventional farming system in Bogor District from July 2012 to March 2013. Soil composites were sampled both at the sites of organic and conventional vegetable farming systems, before land preparation. Soil samples were grouped into lower, middle and upper slopes. Each soil composite group was collected from ten sampling points and mixed. These samples were analysed for chemical, physical and biological properties. The results indicated that in general the soil characteristics of organic vegetable farming were better than conventional farming systems in term of pH, C organic, total N, P and K extracted with HCl 25%. The soil pH in organic farming was 5.70 ± 0.50 and in conventional farming system was 4.79 ± 0.14. The organic C in organic system was 3.07 ± 0.28% and in conventional system was 2.19 ± 0.35%. Total N at organic system was 0.37 ± 0.03% N and in conventional faming system was 0.21 ± 0.05% N. Similarly, physical analysis was observed both in organic and conventional systems. The bulk density in organic farming was 0.70 ± 0.05 g cm-3 and in conventional systems was 0.75 ± 0.03 g cm-3. Microbial C content in soil of organic vegetable farming and conventional farming systems statistically were not significantly different. Dehidrogenase enzyme activities were significantly different. The highest activity of dehidrogenase enzyme was in vegetable organic farming. Soil nematode population in vegetable organic and conventional farming did not show significant difference. It is suggested that soil quality in vegetable organic farming is better than in conventional system. Abstrak. Kualitas hasil padi dan sayuran pada budidaya organik lebih baik ataupun unggul dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional. Untuk itu, perlu dipelajari dan diungkap kualitas tanah pada sistem budidaya organik dan konvensional. Percobaan dilaksanakan pada pertanian organik dan konvensional di Kabupaten Bogor dari bulan Juli 2012 sampai dengan Maret 2013. Contoh tanah diambil pada Juli 2012 pada kedua sistem budidaya tersebut. Contoh tanah komposit masing masing dikumpulkan pada lereng atas, tengah dan bawah, dan setiap lerang diambil 10 titik, lalu dicampur dan diambil kurang lebih satu kg contoh komposit untuk setiap lereng. Contoh tanah ini kemudian dibawa ke laboraorium Balai Penelitian Tanah, Bogor untuk dianalisa sifat kimia, fisika dan biologi tanahnya. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa secara umum karakteristik tanah pada sistem budidaya organik lebih baik dibandingkan dengan sistem konvensional meliputi pH tanah, C-organik, total P dan K yang diekstrak dengan HCL 25%. Kemasaman atau pH tanah pada budidaya sayur organik adalah 5,70 ± 0,50 dan pada budidaya konvensional 4,79 ± 0,14 C-organik pada budidaya organik 3,07 ± 0,28% dan pada budidaya konvensional 2,19 ± 0,35%. Nitrogen total pada budidaya sayur organik adalah 0,37 ± 0,03% N dan pada sistim konvensional adalah 0,21 ± 0,05% N. Hal yang sama juga terjadi pada pengamatan fisik tanahnya, dimana sistem budidaya organik lebih baik jika dibandingkan sistem budidaya konvensional. Berat Jenis tanah pada budidaya organik 0,70 ± 0,05 g cm-3 dan pada budidaya konvensional 0,75 ± 0,03 g cm-3. Untuk aktivitas mikroba C pada budidaya organik secara statistik tidak berbeda nyata dengan sistem budidaya konvensional. Sementara untuk ensim dehidrogenase menunjukkan perbedaan yang nyata. Enzim dehidrogenase tertinggi terlihat pada sistem budidaya organik, sedangkan untuk populasi nematoda pada budidaya oragnik tidak menunjukkan beda yang nyata dengan sistem budidaya sayur konvensional. Populasi nematoda tertinggi didapat pada budidaya organik di Mega Mendung. Dapat dikatakan bahwa sistem budidaya organik cenderung lebih baik dibandingkan sistem budidaya konvensional.