Article Per Year (5 Year)
p-Index From 2020 - 2025
0.751
P-Index
This Author published in this journals
All Journal ESOTERIK Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Hasan, In'amul
Unknown Affiliation
Religion Humanities

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

 1 
POLARISASI SUFISTIK DAN HADIS PADA POPULARITAS IHYA’ ‘ULUMUDDIN DI NUSANTARA Hasan, In'amul; Rafif, Ahmad Ahnaf
RIWAYAH Vol 6, No 1 (2020): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v6i1.6615

Abstract

Imam al-Ghazali sebagai pengarang kitab Ihya’ ‘Ulumuddin memiliki latar belakang hidup yang beragam. Ia pernah menjadi filsuf (ahlu al-ra’yi) yang kemudian beralih menjadi seorang sufi pada masa tuanya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan karangan beliau yang menjadi masterpiece, yaitu kitab Ihya’ ‘Ulumuddin. Kitab ini menjadi populer di Nusantara dan dijadikan sebagai rujukan utama panduan hidup seorang muslim. Namun, dibalik kepopuleran kitab ini, banyak ulama hadis yang memberikan komentar yang kontroversial terhadap hadis yang dimuat dalam kitab ini. Walaupun komentar tersebut banyak berdatangan ke kitab ini, Kepopuleran kitab Ihya’ ‘Ulumuddin tidak lusuh di Nusantara, bahkan bisa bertahan hingga saat ini. Hal itu dapat terlihat pada saat Musabaqah Qira‘ah al-Kutub (MQK), kitab ini dijadikan kitab yang diperlombakan pada cabang akhlak tingkat ulya. Adapun tulisan ini membahas seluk-beluk serta alasan kitab ini tetap eksis dan dapat dipertahankan, terutama di Nusantara. Dengan pendekatan historis, atau lebih spesifiknya tentang sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang diiringi dengan interpretasi sufi dan muhaddisin terhadap hadis-hadis yang ada dalam kitab ini, tulisan ini mengarah kepada sebab kepopuleran kitab ini di Nusantara. Di antara hasil penelitian ini adalah: (1) Masuknya Islam ke Nusantara dipelopori oleh ulama-ulama tasawuf, bukan ulama hadis, (2) kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dipopulerkan oleh ulama-ulama taswauf yang berorientasi kepada syari’at (neo-sufisme), (3) komentar-komentar kontroversial yang berdatangan kepada kitab ini karena interpretasi ahli hadis (muhaddisin) yang terlalu ketat, serta (4) perbedaan interpretasi antara muhaddisin dan kaum sufi terhadap otentisitas hadis.
Between Sufism and Marxism: Social Religious Movements in Twentieth Century Minangkabau Hasan, In'amul; Nurwahidin, Nurwahidin
ESOTERIK Vol 9, No 2 (2023): Available in December 2023
Publisher : Program Studi Tasawuf dan Psikoterapi, Jurusan Ushuluddin IAIN KUDUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/esoterik.v9i2.22948

Abstract

The Sufi movement in Minangkabau in the 20th century was influenced by Marxism. In some Muslim scholars' views, Marxism could not possibly be in line with Islam. On the ground, Islam and Marxism were able to act in dialectic as a weapon against colonialism that hit the entire Muslim society at the time. In Minangkabau, which has an Islamic view of life, the ideology of Marxism spread rapidly and captured the attention of the public, including the Sufis. To analyze this study uses the theory of social action by Max Weber, which is divided into four types, traditional action, affective action, instrumental rationality, and value rationality. Based on the traditional type, the Sufi tried to follow their teachers, as well as the tradition of the Padri, who went against colonialism. Through affective actions, the Sufis demonstrated a strong emotional bond to the system that exists in the Sufi tradition. Using instrumental rationality, they were consciously able to carry out the resistance rationally after seeing the available resources. In terms of rationality of value, the Sufis want to receive the reward for their jihad (mujahada), as had been done by the other Sufis before them
POLARISASI SUFISTIK DAN HADIS PADA POPULARITAS IHYA’ ‘ULUMUDDIN DI NUSANTARA Hasan, In'amul; Rafif, Ahmad Ahnaf
RIWAYAH Vol 6, No 1 (2020): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v6i1.6615

Abstract

Imam al-Ghazali sebagai pengarang kitab Ihya’ ‘Ulumuddin memiliki latar belakang hidup yang beragam. Ia pernah menjadi filsuf (ahlu al-ra’yi) yang kemudian beralih menjadi seorang sufi pada masa tuanya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan karangan beliau yang menjadi masterpiece, yaitu kitab Ihya’ ‘Ulumuddin. Kitab ini menjadi populer di Nusantara dan dijadikan sebagai rujukan utama panduan hidup seorang muslim. Namun, dibalik kepopuleran kitab ini, banyak ulama hadis yang memberikan komentar yang kontroversial terhadap hadis yang dimuat dalam kitab ini. Walaupun komentar tersebut banyak berdatangan ke kitab ini, Kepopuleran kitab Ihya’ ‘Ulumuddin tidak lusuh di Nusantara, bahkan bisa bertahan hingga saat ini. Hal itu dapat terlihat pada saat Musabaqah Qira‘ah al-Kutub (MQK), kitab ini dijadikan kitab yang diperlombakan pada cabang akhlak tingkat ulya. Adapun tulisan ini membahas seluk-beluk serta alasan kitab ini tetap eksis dan dapat dipertahankan, terutama di Nusantara. Dengan pendekatan historis, atau lebih spesifiknya tentang sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang diiringi dengan interpretasi sufi dan muhaddisin terhadap hadis-hadis yang ada dalam kitab ini, tulisan ini mengarah kepada sebab kepopuleran kitab ini di Nusantara. Di antara hasil penelitian ini adalah: (1) Masuknya Islam ke Nusantara dipelopori oleh ulama-ulama tasawuf, bukan ulama hadis, (2) kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dipopulerkan oleh ulama-ulama taswauf yang berorientasi kepada syari’at (neo-sufisme), (3) komentar-komentar kontroversial yang berdatangan kepada kitab ini karena interpretasi ahli hadis (muhaddisin) yang terlalu ketat, serta (4) perbedaan interpretasi antara muhaddisin dan kaum sufi terhadap otentisitas hadis.
Co-Authors Nurwahidin Nurwahidin Rafif, Ahmad Ahnaf Rafif, Ahmad Ahnaf