Amiruddin, Muh
Unknown Affiliation

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

LITERASI HADIS DALAM KHAZANAH KITAB KUNING PESANTREN Amiruddin, Muh; Karim, Abdul
Riwayah : Jurnal Studi Hadis Vol 6, No 1 (2020): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v6i1.6862

Abstract

Kitab kuning selalu identik dengan dunia pesantren Nusantara. Kitab kuning yang diajarkan di pesantren mencakup beragam cabang-cabang ilmu keislaman, termasuk hadis. Selama ini porsi terbesar dalam pengajian-pengajian kitab kuning adalah pada bidang fikihdan akhlak karena dua bidang inilah yang langsung memberikan pemahaman jelas pada pengamalan-pengamalan sehari-hari. Di sisi lain, kitab kuning tidak terbatas hanya pada dua bidang studi tersebut, ada juga bidang hadis yang menjadi topik utama pada artikel ini. Hadis masih kalah popular dengan disiplin ilmu keislaman lain karena membutuhkan pengetahuan seperangkat ilmu-ilmu penunjang, pemahaman yang tinggi dan tidak serta-merta langsung dengan mudah bisa diamalkan. Inilah yang menjadikan perkembangan studi hadis di nusantara agak lebih belakangan dibandinkan bidang lainnya. Artikel ini berusaha untuk melacak penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap kitab-kitab kuning di pesantren dan memilah-milahnya untuk menentukan kitab-kitab dalam bidang hadis. Dengan demikian bisa diketahui kitab-kitab hadis apa saja yang biasa diajarkan di pesantren.
KLARIFIKASI DISTINGSI ANTARA AUTENTISITAS DAN OTORITAS HADIS: Studi Komparatif Perspektif Muslim dan Barat Subarkah, Agung Redho; Amiruddin, Muh
Riwayah : Jurnal Studi Hadis Vol 6, No 2 (2020): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v6i2.7946

Abstract

Autentisitas dan Otoritas hadis telah menjadi kajian yang sangat krusial di hampir semua kajian hadis. Tapi, ketika istilah autentisitas dan otoritas digunakan dalam pembahasan kajian, banyak yang mengalami kesimpangsiuran dan ketidakpastian makna sehingga mampu memicu kesalahpahaman dalam memaknai alur kajian. Dengan menggunakan metode komparatif deskriptif, artikel ini bertujuan untuk memperjelas secara spesifik distingsi antara kedua istilah tersebut dengan perspektif kajian di kalangan ulama Muslim dan pakar Barat. Hasilnya, autentisitas hadis merujuk pada kesahihan suatu hadis. hadis yang autentik berarti hadis yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya untuk bisa diatribusikan kepada pemilik redaksi yang menjadi sumber hadis awal. Ini memberikan pemahaman bahwa autentisitas hadis menjadi salah satu prinsip utama dalam melakukan penelusuran berita kepada sumbernya yang pertama kali. Berbeda dengan otoritas hadis yang menitik beratkan pada pengimplementasian hadis terhadap pengamalan yang menjadi tujuan akhir suatu hadis dipelajari, yakni untuk diamalkan. Hadis yang bisa diimplementasikan untuk dipraktekkan sebagai sumber ajaran Islam menunjukkan hadis tersebut memiliki otoritas untuk digunakan sebagai dalil atau hujjah untuk digunakan dalam pengamalan.[Clarification of Distinction between Authenticity and Authority of Hadith: Comparative Study of Muslim and Western Perspectives. The authenticity and authority of hadith have become very crucial studies in almost all hadith studies. But, when the terms of authenticity and authority are used in the study discussion, It almost experiences confusion and uncertainty in meaning so that they can trigger misunderstanding in the understanding of the study plot. This article aims to clarify specifically the distinction between the two terms from the perspective of studies among Muslim scholars and Western experts. As a result, the authenticity of hadith refers to the validity of hadith. Authentic traditions mean traditions that can be held accountable for their validity to be attributed to the owner of the early narrator who was the source of the initial hadith. This gives an understanding that the authenticity of the hadith is one of the main principles in tracing the information to its first source. In contrast to the authority of the hadith which emphasizes the implementation of the traditions of the practice which is the ultimate goal of hadith studies, to be practiced. Hadith that can be implemented to be practiced as a source of Islamic teachings shows that the hadith has the authority to be used as a proposition or hujja to be used in practice.]
AKTUALISASI HADIS MANISNYA IMAN DALAM KONSEP MAHABBAH ILAHIYAH Chasanah, Uswatun; Amiruddin, Muh
Riwayah : Jurnal Studi Hadis Vol 7, No 2 (2021): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v7i2.8526

Abstract

Mahabbah merupakan pangkal semua tingkatan (maqam) spiritual dan segenap keadaan jiwa (ahwal). Selainnya adalah keinginan, kerinduan, rasa takut, dan rela. Salah satu fenomena sosial sehingga dilakukannya penelitian ini adalah tingkat bunuh diri yang semakin bertambah karena krisis spiritual dan kurangnya pemahaman terhadap cinta kepada Allah (mahabbah ilahiyah). Artikel ini menggunakan metode maudhu’i dengan menggunakan pendekatan multidisipliner, yakni pendekatan historis untuk mengetahui peristiwa dan kondisi Nabi saat menyampaikan hadis, pendekatan filosofis untuk menyingkap hakikat makna hadis-hadis yang terkait, serta pendekatan sufistik untuk menggali pandangan tasawuf mengenai mahabbah ilahiyah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya, mencintai seseorang karena Allah, serti benci kepada kekufuran maka akan didapatkan manisnya iman. Tiga hal tersebut merupakan konsep mahabbah ilahiyah yang menjadikan Allah sebagai tujuan hidup yang diikuti dengan dengan ketaqwaan. Mahabbah ilahiyah ada dalam ranah pribadi seseorang jika ia mencintai Allah dengan membersihkan hati dan perbuatannya. Sedangkan dalam ranah sosial, seseorang yang mencintai Allah akan berbuat baik kepada sesame yang dibuktikan dengan sikap sosialnya yang baik dalam berinteraksi.[Actualization of The Sweet Hadith of Faith in The Concept of Mahabbah Ilahiah. Mahabbah is the base of all spiritual levels (maqam) and all states of the soul (ahwal). Apart from that are desire, longing, fear, and willingness. One of the social phenomena that led to this research is the increasing suicide rate due to the spiritual crisis and lack of understanding of love for Allah (mahabbah ilahiyya). This article uses the maudhu'i method using a multidisciplinary approach, namely a historical approach to find out the events and conditions of the Prophet when he delivered hadith, a philosophical approach to reveal the nature of the meanings of the related traditions, and a Sufistic approach to explore Sufism's views on the divine mahabbah. The results of this study indicate that loving Allah and His Messenger, loving someone for the sake of Allah, as well as hating kufr, will get the sweetness of faith. These three things are the concept of the divine mahabbah which makes God the goal of life followed by piety. The divine mahabbah is in a person's personal realm if he loves Allah by purifying his heart and actions. Whereas in the social realm, someone who loves Allah will do good to others as evidenced by his good social attitude in interacting.]
LEGITIMASI KEPEMIMPINAN BANI QURAISY Setiadi, Ozi; Amiruddin, Muh
Riwayah : Jurnal Studi Hadis Vol 5, No 1 (2019): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v5i1.13685

Abstract

The leadership of the Banu Quraish received special attention from the Prophet Muhammad. This attention is poured in many traditions narrated by narrators of traditions. Imam Ahmad, Imam Bukhari, and Imam Muslim are scholars who also narrated the hadith. This also received the attention of Islamic thinkers. Al-Farabi, Ibn Thaimiyyah, Al Farabi and Nashiruddin Thusi have different opinions. In general it can be concluded from the opinion of the scholars of hadith and Islamic thinkers that; First, there is no textual debate about the leadership of the Banu Quraish and Islamic thinkers accept this. Second, the Banu Quraysh became the sunatullah provisions, became leaders in global scope, but not regionally. Third, leadership in the regional scope provides opportunities for leaders from non-Banu Quraish to assume leadership positions. Fourth, the opportunity to become a leader for non-Banu Quraish must keep in mind the criteria or conditions for being a leader. Starting from who chooses then who will be chosen.
THE DYNAMICS OF SHAHIH AL-BUKHARI COMMENTARIES WITHIN THE OTTOMAN ACADEMIC LIFE Amiruddin, Muh
RIWAYAH Vol 8, No 1 (2022): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.15276

Abstract

The Ottoman Empire was one of the centers of Islamic power for nearly seven centuries. A very long time in power and covering a vast territory made the Ottoman the center of Islamic civilization for a very long time. The education, culture, and civilization of the Ottoman were built on the madrasa system established from the time of the Seljuks and the scientific knowledge that was widespread in Anatolia through the madrasas. This madrasa system had previously been found in Egypt and Damascus. The development of education is also related to the development of hadith studies in the Ottoman, especially the study of Sahih al-Bukhari. This study aims to determine the development of the study of Sahih al-Bukhari in the Ottoman period. This study using literary research showed that the first Commentary written on Sahih al-Bukhari in the Ottoman was a work called al-Kawsar al-Jari written by Molla Gurani in the fifteenth century. In addition, a total of six commentaries were written, one in the late fifteenth century and the other in the sixteenth century. In the seventeenth century, many hadith scholars from Islamic scientific centers began to come to Istanbul, especially after Egypt entered the rule of the Ottoman Turks. In the eighteenth and nineteenth centuries, seven studies were carried out on Sahih al-Bukhari. Especially the study of special qualities in the nineteenth century which is pleasing in terms of the science of hadith. The most important indicator is the study of the methodology and commentary of hadith which appears together with the educational activities of scholars who have a high level of accumulation of hadith.[Dinamika Pensyarahan Shahih al-Bukhari dalam Dunia Akademik Turki Usmani. Turki Usmani adalah salah satu pusat kekuasan Islam selama hampir tujuh abad. Waktu berkuasa yang sangat lama dan meliputi cakupan wilayah kekuasaan yang luas membuat Turki Usmani menjadi pusat peradaban Islam dalam masa yang sangat lama. Pendidikan, budaya, dan peradaban Utsmaniyah dibangun di atas sistem madrasah yang didirikan oleh Seljuk dan pengetahuan ilmiah yang tersebar luas di Anatolia melalui madrasah. Sistem madrasah ini sebelumnya telah banyak ditemukan di Mesir dan Damaskus. Perkembangan pendidikan tersebut juga berkaitan dengan perkembangan studi hadis di Turki Usmani, khususnya studi atas Shahih al-Bukhari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan studi terhadap Shahih al-Bukhari di Turki Usmani. Studi dengan metode kepustakaan ini menunjukkan bahwa komentar pertama yang ditulis tentang Shahih al-Bukhari di Ottoman adalah karya bernama al-Kawsar al-Jari yang ditulis oleh Molla Gurani pada abad kelima belas. Selain itu, sebanyak enam komentar telah ditulis, satu pada akhir abad kelima belas dan yang lainnya pada abad keenam belas. Pada abad ketujuh belas, banyak ulama hadis dari pusat-pusat keilmuan Islam mulai berdatangan ke Istanbul, terutama setelah Mesir masuk dalam kekuasaan Turki Usmani.  Pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas, tujuh studi dilakukan pada Shahih al-Bukhari. Khususnya studi kualitas khusus pada abad kesembilan belas yang menyenangkan dalam hal ilmu hadits. Indikator terpentingnya adalah kajian metodologi dan syarah hadis  yang muncul bersamaan dengan aktivitas pendidikan ulama yang memiliki tingkat akumulasi hadis yang tinggi.]
LEGITIMASI KEPEMIMPINAN BANI QURAISY Setiadi, Ozi; Amiruddin, Muh
RIWAYAH Vol 5, No 1 (2019): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v5i1.13685

Abstract

The leadership of the Banu Quraish received special attention from the Prophet Muhammad. This attention is poured in many traditions narrated by narrators of traditions. Imam Ahmad, Imam Bukhari, and Imam Muslim are scholars who also narrated the hadith. This also received the attention of Islamic thinkers. Al-Farabi, Ibn Thaimiyyah, Al Farabi and Nashiruddin Thusi have different opinions. In general it can be concluded from the opinion of the scholars of hadith and Islamic thinkers that; First, there is no textual debate about the leadership of the Banu Quraish and Islamic thinkers accept this. Second, the Banu Quraysh became the sunatullah provisions, became leaders in global scope, but not regionally. Third, leadership in the regional scope provides opportunities for leaders from non-Banu Quraish to assume leadership positions. Fourth, the opportunity to become a leader for non-Banu Quraish must keep in mind the criteria or conditions for being a leader. Starting from who chooses then who will be chosen.
LITERASI HADIS DALAM KHAZANAH KITAB KUNING PESANTREN Amiruddin, Muh; Karim, Abdul
RIWAYAH Vol 6, No 1 (2020): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v6i1.6862

Abstract

Kitab kuning selalu identik dengan dunia pesantren Nusantara. Kitab kuning yang diajarkan di pesantren mencakup beragam cabang-cabang ilmu keislaman, termasuk hadis. Selama ini porsi terbesar dalam pengajian-pengajian kitab kuning adalah pada bidang fikihdan akhlak karena dua bidang inilah yang langsung memberikan pemahaman jelas pada pengamalan-pengamalan sehari-hari. Di sisi lain, kitab kuning tidak terbatas hanya pada dua bidang studi tersebut, ada juga bidang hadis yang menjadi topik utama pada artikel ini. Hadis masih kalah popular dengan disiplin ilmu keislaman lain karena membutuhkan pengetahuan seperangkat ilmu-ilmu penunjang, pemahaman yang tinggi dan tidak serta-merta langsung dengan mudah bisa diamalkan. Inilah yang menjadikan perkembangan studi hadis di nusantara agak lebih belakangan dibandinkan bidang lainnya. Artikel ini berusaha untuk melacak penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap kitab-kitab kuning di pesantren dan memilah-milahnya untuk menentukan kitab-kitab dalam bidang hadis. Dengan demikian bisa diketahui kitab-kitab hadis apa saja yang biasa diajarkan di pesantren.
KLARIFIKASI DISTINGSI ANTARA AUTENTISITAS DAN OTORITAS HADIS: Studi Komparatif Perspektif Muslim dan Barat Amiruddin, Muh
RIWAYAH Vol 6, No 2 (2020): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v6i2.7946

Abstract

Autentisitas dan Otoritas hadis telah menjadi kajian yang sangat krusial di hampir semua kajian hadis. Tapi, ketika istilah autentisitas dan otoritas digunakan dalam pembahasan kajian, banyak yang mengalami kesimpangsiuran dan ketidakpastian makna sehingga mampu memicu kesalahpahaman dalam memaknai alur kajian. Dengan menggunakan metode komparatif deskriptif, artikel ini bertujuan untuk memperjelas secara spesifik distingsi antara kedua istilah tersebut dengan perspektif kajian di kalangan ulama Muslim dan pakar Barat. Hasilnya, autentisitas hadis merujuk pada kesahihan suatu hadis. hadis yang autentik berarti hadis yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya untuk bisa diatribusikan kepada pemilik redaksi yang menjadi sumber hadis awal. Ini memberikan pemahaman bahwa autentisitas hadis menjadi salah satu prinsip utama dalam melakukan penelusuran berita kepada sumbernya yang pertama kali. Berbeda dengan otoritas hadis yang menitik beratkan pada pengimplementasian hadis terhadap pengamalan yang menjadi tujuan akhir suatu hadis dipelajari, yakni untuk diamalkan. Hadis yang bisa diimplementasikan untuk dipraktekkan sebagai sumber ajaran Islam menunjukkan hadis tersebut memiliki otoritas untuk digunakan sebagai dalil atau hujjah untuk digunakan dalam pengamalan.[Clarification of Distinction between Authenticity and Authority of Hadith: Comparative Study of Muslim and Western Perspectives. The authenticity and authority of hadith have become very crucial studies in almost all hadith studies. But, when the terms of authenticity and authority are used in the study discussion, It almost experiences confusion and uncertainty in meaning so that they can trigger misunderstanding in the understanding of the study plot. This article aims to clarify specifically the distinction between the two terms from the perspective of studies among Muslim scholars and Western experts. As a result, the authenticity of hadith refers to the validity of hadith. Authentic traditions mean traditions that can be held accountable for their validity to be attributed to the owner of the early narrator who was the source of the initial hadith. This gives an understanding that the authenticity of the hadith is one of the main principles in tracing the information to its first source. In contrast to the authority of the hadith which emphasizes the implementation of the traditions of the practice which is the ultimate goal of hadith studies, to be practiced. Hadith that can be implemented to be practiced as a source of Islamic teachings shows that the hadith has the authority to be used as a proposition or hujja to be used in practice.]
INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM KITAB HADIS AL-ARBA’IN AL-NAWAWIYAH Amiruddin, Muh
RIWAYAH Vol 7, No 2 (2021): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v7i2.8031

Abstract

Pengintegrasian konsep pendidikan agama Islam dalam kitab klasik kedalam kehidupan di dunia modern adalah suatu persoalan yang penting. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menyingkap konsepsi pendidikan Agama Islam yang terintegrasi dalam kitab al-Arba’în al-Nawawiyah yang masih terpendam dan menampilkan pembaharuan dalam pemahaman hadis baik secara tekstual maupun kontekstual. Jenis penelitian ini adalah library research, dengan menelusuri Hadis-Hadis yang mengandung kata kunci ta`lîm, tarbiyah, tahdzîb, dan ta’dîb di dalam kitab tersebut, kemudian dipetakan secara tematik (mawdhû`î) dengan menggunakan metode penelitian kajian isi (content analysis), deskripsi (descriptif analysis) melalui pendekatan pemahaman tekstual dan kontekstual. Hasil penelitian ini adalah dalam kitab al-Arba’în al-Nawawiyah secara ekplisit menyebutkan keyword pendidikan atau pengajaransebanyak 3 dari 42 hadis. Dalam kitab al-Arba’în al-Nawawiyah menunjukkan adanya banyak konsep pendidikan dan pengajaran yang masih eksis untuk diaplikasikan pada masa modern. Hadis tidak hanya berbicara tentang ibadah saja, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji sebagaimana asumsi mayoritas umat pada umumnya. Akan tetapi cakupannya menyeluruh dengan berbicara berbagai persoalan hidup termasuk di dalamnya tentang pendidikan. Kandungan Aspek Pendidikan dalam al-Arba’în al-Nawawiyah mencakup seluruh komponen pendidikan modern, yakni komponen pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode dan strategi pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan.[Integration of Education in The Book of Hadith al-Arba'in al-Nawawiyah. The integration of the concept of Islamic religious education in classical books into life in the modern world is an important issue. The purpose of writing this article is to reveal the concept of Islamic religious education which is integrated in the book al-Arba'în al-Nawawiyah which is still hidden and displays a renewal in understanding hadith both textually and contextually. This type of research is library research, by tracing the Hadiths containing the keywords ta`lîm, tarbiyah, tahdzîb, and ta'dîb in the book, then mapped thematically (mawdhû`î) using content study research methods. Analysisand description through textual and contextual understanding approaches. The results of this study are in the book al-Arba'în al-Nawawiyah explicitly mentions the keyword education or teaching as much as 3 of the 42 hadiths. In the book al-Arba'în al-Nawawiyah shows that there are many educational and teaching concepts that still exist to be applied in modern times. Hadith does not only talk about worship, such as prayer, zakat, fasting, and hajj as the majority of people assume. However, the scope is comprehensive by talking about various issues of life, including education. The content of the Educational aspect in al-Arba'în al-Nawawiyah includes all components of modern education, namely the components of educators, students, educational goals, educational materials, educational methods and strategies, educational facilities and infrastructure.]
AKTUALISASI HADIS MANISNYA IMAN DALAM KONSEP MAHABBAH ILAHIYAH Chasanah, Uswatun; Amiruddin, Muh
RIWAYAH Vol 7, No 1 (2021): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v7i2.8526

Abstract

Mahabbah merupakan pangkal semua tingkatan (maqam) spiritual dan segenap keadaan jiwa (ahwal). Selainnya adalah keinginan, kerinduan, rasa takut, dan rela. Salah satu fenomena sosial sehingga dilakukannya penelitian ini adalah tingkat bunuh diri yang semakin bertambah karena krisis spiritual dan kurangnya pemahaman terhadap cinta kepada Allah (mahabbah ilahiyah). Artikel ini menggunakan metode maudhu’i dengan menggunakan pendekatan multidisipliner, yakni pendekatan historis untuk mengetahui peristiwa dan kondisi Nabi saat menyampaikan hadis, pendekatan filosofis untuk menyingkap hakikat makna hadis-hadis yang terkait, serta pendekatan sufistik untuk menggali pandangan tasawuf mengenai mahabbah ilahiyah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya, mencintai seseorang karena Allah, serti benci kepada kekufuran maka akan didapatkan manisnya iman. Tiga hal tersebut merupakan konsep mahabbah ilahiyah yang menjadikan Allah sebagai tujuan hidup yang diikuti dengan dengan ketaqwaan. Mahabbah ilahiyah ada dalam ranah pribadi seseorang jika ia mencintai Allah dengan membersihkan hati dan perbuatannya. Sedangkan dalam ranah sosial, seseorang yang mencintai Allah akan berbuat baik kepada sesame yang dibuktikan dengan sikap sosialnya yang baik dalam berinteraksi.[Actualization of The Sweet Hadith of Faith in The Concept of Mahabbah Ilahiah. Mahabbah is the base of all spiritual levels (maqam) and all states of the soul (ahwal). Apart from that are desire, longing, fear, and willingness. One of the social phenomena that led to this research is the increasing suicide rate due to the spiritual crisis and lack of understanding of love for Allah (mahabbah ilahiyya). This article uses the maudhu'i method using a multidisciplinary approach, namely a historical approach to find out the events and conditions of the Prophet when he delivered hadith, a philosophical approach to reveal the nature of the meanings of the related traditions, and a Sufistic approach to explore Sufism's views on the divine mahabbah. The results of this study indicate that loving Allah and His Messenger, loving someone for the sake of Allah, as well as hating kufr, will get the sweetness of faith. These three things are the concept of the divine mahabbah which makes God the goal of life followed by piety. The divine mahabbah is in a person's personal realm if he loves Allah by purifying his heart and actions. Whereas in the social realm, someone who loves Allah will do good to others as evidenced by his good social attitude in interacting.]