Dalam diskursus kajian Hukum Administrasi Negara, dikenal adanya diskresi sebagai kewenangan bebas pejabat administrasi negara untuk bertindak tanpa harus sepenuhnya terikat pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP), secara normatif telah menjadi basis legalitas pengaturan diskresi di Indonesia, yang kemudian mengalami perubahan dan pergeseran konsep seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Sebagai penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, secara garis besar artikel ini bertujuan untuk mendiskursuskan pergeseran konsep diskresi tersebut, dengan terlebih dahulu melihat bagaimana konsep dan problematika pengaturan diskresi dalam UUAP dan UUCK, untuk selanjutnya merumuskan gagasan pemaknaan ulang terhadap diskresi pasca UUCK dalam tali temali dengan mekanisme pengujiannya pada Peradilan Tata Usaha Negara. Artikel ini menemukan kekeliruan konseptual dalam pengaturan mengenai larangan penyalahgunaan wewenang yang secara sekuensial melahirkan problematika pengaturan kewenangan diskresi, mengingat penyalahgunaan diskresi adalah penyalahgunaan wewenang. Selain itu, kekeliruan konseptual juga ditemukan dalam UUCK seiring dengan dihapuskannya syarat penggunaan diskresi yang semula tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dengan pemaknaan ulang, diketahui bahwa Keputusan dan/atau Tindakan sebagai produk diskresi pejabat pemerintahan sejatinya tetap terikat pada ketentuan Pasal 52 UUAP tentang syarat sahnya suatu Keputusan dan/atau Tindakan sehingga tetap harus berdasar dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.