Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai pendidikan karakter rendah hati dan anti-serakah dalam dua fabel Jawa, “Kancil Sing Bodho” dan “Piwalese Ulus”, serta relevansinya dengan pendidikan antikorupsi di era digital bagi siswa sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan analisis sastra perbandingan. Data primer berupa teks kedua fabel, sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur pendidikan karakter, sastra anak, dan kajian antikorupsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua fabel sama-sama menghadirkan tokoh protagonis yang rendah hati, sederhana, dan cerdik, serta tokoh antagonis yang merepresentasikan sifat buruk—sombong (Kancil) dan serakah (Onyet). Perbedaan terletak pada bentuk sifat buruk, konflik, dan strategi penceritaan, namun keduanya menegaskan pesan moral bahwa kesombongan dan keserakahan akan membawa kerugian bagi pelakunya. Analisis nilai karakter mengungkap bahwa rendah hati melatih anak untuk menghargai orang lain, sementara sikap anti-serakah menumbuhkan kejujuran dan kepedulian. Relevansi temuan ini di era digital terletak pada pentingnya menanamkan sikap rendah hati dalam interaksi daring, serta menolak sikap serakah seperti plagiarisme, pembajakan, dan manipulasi digital. Implikasi pendidikan menunjukkan bahwa fabel dapat dijadikan media strategis untuk menginternalisasi nilai antikorupsi sejak dini melalui pembelajaran di sekolah dasar. Dengan demikian, fabel “Kancil Sing Bodho” dan “Piwalese Ulus” tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana efektif untuk memperkuat karakter bangsa di tengah tantangan degradasi moral.