Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Analisis Hubungan Sequential Organ Failure Assessment (Sofa) Score Dengan Mortalitas Pasien Sepsis Iskandar, Agustin; Siska, Fran
Jurnal Kesehatan Andalas Vol. 9 No. 2 (2020): Online June 2020
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v9i2.1221

Abstract

Sepsis merupakan kondisi disfungsi organ mengancam nyawa yang diakibatkan oleh disregulasi sistem imun pejamu terhadap infeksi dan Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) score merupakan suatu skoring untuk menilai kegagalan organ terkait sepsis. Peningkatan SOFA score diasosiasikan dengan outcome pasien yang lebih buruk.  Tujuan: Menganalisis korelasi SOFA score dengan mortalitas pada pasien sepsis. Metode: Desain penelitian adalah kohort prospektif yang dilakukan di RSU Dr Saiful Anwar dari Maret 2018 hingga Juni 2019. Kriteria diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). Perhitungan SOFA score dilakukan dalam 2 hari pertama perawatan pasien sepsis di rumah sakit. Analisis data dilakukan pada p < 0,05. Hasil: Didapatkan 85 pasien sepsis dengan luaran meninggal sebanyak 72,94% sedangkan 28,06% membaik. Terdapat perbedaan bermakna antara SOFA score yang meninggal dan yang hidup (p=0,015).  SOFA score dipakai untuk memprediksi kematian, didapatkan area under the curve (AUC) 0,74 (p=0,009), dengan cut off point optimum 7. Pada total SOFA score lebih tinggi dari sama dengan 7, didapatkan RR= 3.8, p=0.028. SOFA score merupakan parameter untuk menilai kegagalan organ pada pasien sepsis, dimana total SOFA score yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Simpulan: SOFA score pada kelompok yang meninggal lebih tinggi daripada yang sembuh. Pasien sepsis dengan SOFA score lebih besar sama dengan 7 memiliki risiko 3,8 kali lebih besar untuk meninggal.Kata kunci: risiko kematian, sepsis, SOFA score
Laporan Kasus: ACUTE MYELOMONOCYTIC LEUKEMIA DENGAN SWEET’S SYNDROME PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 7 TAHUN Amalia, Christina; Siska, Fran; Hanggara, Dian Sukma
Majalah Kesehatan Vol. 12 No. 2 (2025): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/majalahkesehatan.2025.012.02.9

Abstract

Sweet’s syndrome merupakan kondisi inflamasi kulit yang sangat jarang terjadi ditandai oleh adanya demam, lesi kulit yang nyeri, leukositosis dengan neutrofilia, dengan hasil pemeriksaan histopatologis ditemukannya infiltrasi neutrofil pada dermis atau epidermis. Sekitar 25% kasus Sweet’s syndrome pada anak dikaitkan dengan keganasan hematologi yaitu acute myeloid leukemia (AML).Tujuan laporan kasus ini untuk membahas terjadinya Sweet’s syndrome yang jarang terjadi pada pasien anak-anak dengan AML-M4.  Dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berusia 7 tahun dengan AML-M4 stadium relaps tampak keluhan adanya luka berbentuk lepuhan yang berair dan nyeri, demam, batuk, pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesikel dan plak dengan bula berdinding tegang, berisi cairan jernih, multipel, bentuk ireguler, ukuran bervariasi, area sekitar nampak eritema, dan nyeri di belakang telinga kiri, wajah, dan tungkai bawah kanan. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya anemia, leukositosis, dan peningkatan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan Tzank pada bula, tidak ditemukan multinucleated giant cell. Hasil pemeriksaan patologi anatomi dari jaringan luka didapatkan lesi vesikobulosa dengan infiltrasi neutrofil yang luas pada dermis dan epidermis.  Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien menderita AML-M4 dengan Sweet’s syndrome, khususnya tipe malignancy - associated. Gejala yang ditampilkan oleh pasien Sweet’s syndrome mirip dengan infeksi kulit oleh bakteri maupun virus, tetapi terapi yang diperlukan berbeda, dimana pasien dengan Sweet’s syndrome merespons baik dengan pemberian kortikosteroid. Maka dari itu perlu dicurigai adanya Sweet’s syndrome pada pasien dengan lesi kulit yang nyeri, demam dan adanya leukositosis serta neutrofilia, terutama pada pasien dengan leukemia akut.