Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Position of the Financial Audit Agency in Examining Regional Financial Management and Responsibility of West Sumatra Province Andriani, Henny; Daswirman
Ekasakti Journal of Law and Justice Vol. 2 No. 2 (2024): December
Publisher : Master of Law Program, Ekasakti University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60034/ffrtbr45

Abstract

State finances are the backbone of a nation's development and play an important role in its economic sustainability. The Financial Audit Agency (BPK), as an independent and autonomous audit institution, is responsible for overseeing financial management and accountability, including at the provincial level, such as in West Sumatra. However, practical challenges hinder its effectiveness. In 2021, the West Sumatra BPK identified twelve problems in the West Sumatra Provincial Government's financial report, involving an outstanding amount of Rp. 12,058,560,000 which has not been handled by officials. Although Article 20 of Law no. 15 of 2004 mandates officials to follow up on audit findings within 60 days. This failure has damaged public trust in the BPK. This research aims to evaluate the role of the BPK in auditing financial management in West Sumatra Province and to explore the implications of unaddressed audit findings for democracy in Indonesia. Through a normative juridical approach, this research analyzes regulatory law and relevant public perceptions of the BPK. The findings show that although the BPK plays an important role, difficulties in enforcing its audit recommendations weaken its authority and affect public trust in democratic governance.
Partisipasi Bermakna Sebagai Wujud Asas Keterbukaan Dalam Pembentukan Undang-Undang Andriani, Henny
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.337

Abstract

Mahkamah Kontitusi melalui putusannya Nomor 91/PUU-XVIII/2020, menegaskan bahwa konsep demokrasi harus ada dalam proses pembentukan Undang-Undang. Frasa meaningful participation yang disematkan MK dalam putusannya kemudian diejawantahkan dalam pasal 96 undang-undang No 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan ruang partisipasi masyarakat, baik masyarakat yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan dengan pemberian aspirasi secara luring (luar jaringan) ataupun daring (dalam jaringan). Namun, UU 13/20022 tidak secara spesifik mengatur terkait mekanisme pemberian aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, ketentuan terkait partisipasi bermakna perlu diatur lebih spesifik untuk menciptakan kepastian hukum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, sehingga ditemukan solusi bahwa salah satu metode yang dapat diaplikasikan oleh pemerintah dalam menjamin meaningful participation dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah Regulatory Impact Assessment.
Legislasi dan Kebijakan Negara di Tengah Pandemi Andriani, Henny
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.425

Abstract

Artikel ini berusaha menjelaskan bahwa konstitusi telah memberikan ruang konstitusional dalam menghadapi kondisi darurat. Besarnya kekuasaan yang diberikan oleh konstitusi kepada negara di tengah keadaan darurat menimbulkan sejumlah kekhawatiran masyarakat tentang pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan. Pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan ini dapat dilacak melalui sejumlah potret problematika pembentukan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang lahir pada masa pandemi. Perundang-undangan dan kebijakan negara yang dibentuk pada masa pandemi tidak terlepas dari berbagai konflik dan menuai kritik keras diruang publik. Mulai dari kebijakan yang dianggap tidak responsif dan tidak fokus dalam menangani wabah Covid-19. Hingga memiliki cacat material dan formal dalam proses pembentukannya. Pasalnya, meski konstitusi telah memberikan ruang konstitusional dalam menghadapi kondisi darurat, Pemerintah belum mampu menangani wabah ini secara efektif dan signifikan, ditambah dengan kewenangan yang cukup besar yang diberikan konstitusi kepada negara di tengah keadaan darurat. Hal itu menimbulkan sejumlah kekhawatiran publik tentang pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji dan mendeskripsikan apa saja permasalahan peraturan perundang-undangan negara selama masa pandemi Covid-19 yang menjadi problematika dan mencoba menjelaskan bagaimana seharusnya negara membuat kebijakan di tengah keadaan darurat.
Politik Hukum Batas Minimum Usia Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 Sania, Yori; Simabura, Charles; Andriani, Henny
Lareh Law Review Vol. 2 No. 1 (2024): Lareh Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/llr.2.1.58-72.2024

Abstract

Abstract Regulations regarding the minimum age for marriage in Indonesia have basically gone through a long history and dynamics starting from the pre-Dutch Colonial government until the New Order era when Law Number 1 of 1974 concerning Marriage was born and was most recently revised into Law Number 16 of 2019 concerning Amendments. Based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. This research discusses two problem formulations, First, how is the minimum age limit for marriage regulated before the Constitutional Court Decision Number 22/PUU-XV/2017?, Second, what are the legal politics of the minimum age limit for marriage after the Constitutional Court Decision Number 22/PUU-XV/2017 ? To be able to discuss this problem, a normative juridical research method with a historical and statutory approach is used, where the data source used is a secondary data source. From the research and discussions that have been carried out, the following results were obtained: First, the history of setting the minimum age limit for marriage in Indonesia has started since pre-Dutch Colonial times where at that time the applicable marriage law was the respective religious law which was then enforced during the Dutch occupation. Classification is based on ethnicity and each group has its own rules. In the old order era, Law Number 22 of 1946 concerning Marriage Registration, Divorce and Reconciliation (hereinafter referred to as NTR) was born, in the new order era Law Number 1 of 1974 concerning Marriage was born, which was followed by its first revision in the reform era to become Law. Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. Second, the will (political will) of the state authorities is a determining factor in where the law will be directed, including in the issue of determining the minimum age limit for marriage. This can be seen from the development of marriage law in Indonesia starting from the Dutch colonial period, the post-independence period, and the New Order period where marriage law experienced a very strong influence from the interests of the authorities.  
Model Rekrutmen Hakim Sebagai Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman Menurut Konsepsi Negara Hukum Andriani, Henny
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.1010

Abstract

Pasal 24A ayat (2) UUD 1945 menentukan kualifikasi Hakim Agung sebagai berikut: "Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum." Dalam penelitian hukum normatif ini, Penulis akan mengkaji dan menganalisis bagaimana model rekrutmen hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman menurut konsepsi negara hukum. Jika dikaitkan dengan kekuasaan kehakiman maka setidaknya terdapat beberapa ciri negara hukum yang terkait langsung dengan kekuasaan kehakiman, yaitu: (a.) Perlindungan konstitusional; (b.) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; (c.) Hak-hak Asasi Manusia; (d.) Pemisahan atau pembagian kekuasaan. Terdapat beberapa model yang dikenal dalam proses judicial appointment, antara lain, Model Hamilton yang mempunyai alat ukur untuk menciptakan kekuasaan hakim yang merdeka dan mandiri dan Model Ginsburg yang merangkum empat model pengisisan jabatan hakim yang diterapkan pada negara-negara modern. Proses rekrutmen hakim menjamin hadirnya hakim yang berkualitas, dan proses rekrutmen hakim harus mampu menjamin kemerdekaan kehakiman pada setiap tingkat lembaga peradilan tersebut. UUD 1945 mengatur mekanisme rekrutmen Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, yang membentuk calon hakim pada kedua puncak kekuasaan kehakiman akan melibatkan lembaga-lembaga yang berbeda. Penelitian hukum ini akan menganalisis putusan MK Nomor 43/PUU-XIII/2015 terjadi perubahan terhadap pola rekrutmen hakim pada lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara.