Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Proyek Strategis Nasional Bernama Food Estate: Ancaman Otonomi Petani dan Keragaman Sumber Pangan Lokal di Desa Umbu Mamijuk, Sumba Tengah Sari, Almonika Cindy Fatika
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 6, Nomor 3, Tahun 2024
Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jphi.v6i3.352-375

Abstract

Kesejahteraan jasmani manusia bergantung pada apakah manusia memiliki pangan yang memadai untuk bebas dari kelaparan dan mendapatkan asupan gizi dan tenaga yang diperlukan bagi kelangsungan hidup yang bermartabat. Oleh karenanya, ketahanan pangan tidak hanya soal ketersediaan dan kecukupan pangan bagi bangsa, tetapi juga soal keterjangkauan dan keberlanjutan pangan itu sendiri. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di tengah krisis pangan global, Presiden Joko Widodo meluncurkan Proyek Strategis Nasional bernama program Food Estate di beberapa lokasi, salah satunya Sumba Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa regulasi pengembangan food estate dan implementasinya di Sumba Tengah, serta bagaimana dampak kehadiran proyek tersebut. Penelitian hukum empiris ini dilakukan di Desa Umbu Mamijuk dengan menggunakan pendekatan sosio-legal guna mendapatkan pemahaman atas faktor-faktor non-hukum yang memengaruhi bekerjanya hukum itu sendiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa proyek food estate berbasis korporasi petani dan skema public-private partnership dapat mengancam otonomi para petani. Proyek tersebut menempatkan korporasi agribisnis sebagai pemegang kemudi yang dapat memengaruhi arah kebijakan sesuai dengan nalar dan kepentingan sektor privat (pasar). Kemudian, mekanisasi pertanian yang padat modal dalam proyek food estate memperkuat ketergantungan petani pada pasar. Selain itu, pilihan komoditas pangan yang ditanam cenderung mengikuti permintaan pasar dan monokultur dapat mengancam keanekaragaman pangan lokal.
Adoption of Customary Land Tenure as a Model in Agrarian Reform: A Study of the Tenurial System in Tenganan Pegringsingan Village Destriananda Safa Aina; Pertiwi, Putri; Minasta, Muh Faqihuddin; Rahmawati, Bolivia; Sari, Almonika Cindy Fatika
BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan Vol. 10 No. 2 (2024): Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/bhumi.v10i2.710

Abstract

Abstract: The high frequency of agrarian conflicts involving customary land reflects the weak legal protection of communal land rights. In response, the government issued Presidential Regulation Number 62 of 2023 concerning the acceleration of agrarian reform implementation, aimed at providing legal protection for customary land through land legalization and redistribution programs. However, the program's implementation has been ineffective due to the limited recognition of communal land rights, which does not fully prevent the repurposing of legalized customary land for investment or commercial use. As a comparison, Tenganan Pegringsingan Village in Bali demonstrates a robust system of customary land tenure, where land remains protected from conversion despite significant tourism pressures. This article aims to explore the values within the customary land tenure system in Tenganan Pegringsingan and its potential integration into agrarian reform agendas. This study employs a socio-legal approach, with data collected through non-participatory observation and in-depth interviews. The findings reveal that some aspects of the customary land tenure in Tenganan align with the principles of agrarian reform, while others do not, primarily due to the influence of modernization, tourism, and the role of tenant farmers. However, this village's customary land tenure system presents a novel model for agrarian reform initiatives in similar communities. Keywords: Agrarian Reform, Customary Law, Tenganan Pegringsingan
Aspek-aspek yang Terabaikan dalam Pendaftaran Tanah Desa Adat di Bali Utama, Tody Sasmitha Jiwa; Sari, Almonika Cindy Fatika
Undang: Jurnal Hukum Vol. 7 No. 1 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/ujh.7.1.43-74

Abstract

This article examines the Comprehensive Systematic Land Registration (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, PTSL) program in Bali, Indonesia, amidst minimal state acknowledgment of adat land rights. Over a brief three-year period (2017-2019), PTSL successfully registered nearly a hundred thousand plots of customary village land. However, this accomplishment is not without its complexities and challenges. Conflicts arise among land rights holders concerning the continuity of possession and utilization, generating tensions between customary villages and their members (krama). Although these conflicts do not escalate into prominent turmoil, they illuminate crucial aspects overlooked in PTSL implementation. The first aspect highlights the neglect of diversity among adat land rights holders and variations in derivative rights (usufruct) beyond villages. The second underscores the disregard for meaningful consultation processes, neglecting to address disparities in land ownership within the customary system and imbalanced power relations within villages. The third aspect emphasizes that, despite efforts to establish tenurial certainty between residents and adat villages, the principal tenurial challenges lie in relationships between adat villages and the tourism industry and state projects. In conclusion, while PTSL achieves its primary goal of registering adat land, this article argues that pursuing the certainty of rights, without putting empirical diversity and complexity into account, may inadvertently lead to unforeseen uncertainties in the field. Abstrak Di tengah minimnya realisasi pengakuan negara atas hak masyarakat adat atas tanah di Indonesia, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Bali justru berhasil mendaftarkan hampir seratus ribu bidang tanah desa adat dalam waktu kurang dari tiga tahun. Namun demikian, upaya ini tidak lepas dari dinamika dan tantangan. Pelaksanaan PTSL atas tanah desa adat diwarnai dengan kebingungan mengenai status kepemilikan tanah hingga keberlanjutan penguasaan dan pemanfaatan pasca pendaftaran. Kendati tidak sampai menimbulkan gejolak yang menonjol, konflik semacam ini mengindikasikan adanya aspek-aspek penting yang terabaikan dalam pelaksanaan PTSL. Aspek yang pertama adalah keragaman subjek pemegang hak adat selain desa adat dan pemegang hak turunan (guna pakai) atas tanah adat. Kedua diabaikannya proses konsultasi yang bermakna untuk merespon ketimpangan karakter penguasaan tanah dalam sistem adat dan negara. Aspek ketiga, pensertipikatan tanah desa adat di Bali lebih banyak diarahkan untuk memberikan kepastian relasi tenurial antara desa adat dan warganya sendiri. Padahal ancaman tenurial yang masif justru dibawa oleh ekspansi industri pariwisata dan proyek pembangunan negara. Pada akhirnya, kepastian hak yang menjadi tujuan pendaftaran dan sertipikasi tanah adat ini justru dapat menghasilkan rangkaian ketidakpastian ketika kompleksitas di lapangan terabaikan.