AbstrakKawasan pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir ini memiliki banyak sekali sumber daya alam, baik sumber daya hayati maupun non hayati. Kawasan pesisir Jakarta memiliki arti penting, karena ruang pemanfaatan yang multi fungsi serta dimanfaatkan oleh berbagai pihak, mengakibatkan kondisi wilayah pesisir Jakarta memiliki permasalahan. Salah satu isu besar yang dihadapi, yaitu abrasi atau erosi pantai. Bila tidak ditangani dengan baik, maka Provinsi DKI Jakarta akan kehilangan sebagian daerah pesisirnya. Penanganan abrasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi harus melibatkan masyarakat sekitar sebagai stakeholder utama di kawasan pesisir. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui pelibatan dalam penyusunan, pengendalian, hingga proses evaluasi program dan kebijakan mengenai pengelolaan kawasan pesisir. Selain itu, juga melibatkan secara aktif pada saat pembangunan dan pemeliharaan bangunan fisik pelindung pantai (breakwater, groin, dan tanggul laut), serta dalam program rehabilitasi dan pemeliharaan hutan mangrove. Selain peran serta masyarakat, penanganan abrasi juga harus disesuaikan dengan kondisi alam sekitar dan ekosistem dalam kerangka makro. Untuk itu, diperlukan suatu studi kelayakan yang komprehensif yang merupakan bagian utuh dari sistem pengelolaan tata ruang wilayah DKI Jakarta, sebelum dikeluarkannya suatu kebijakan rehabilitasi dan/atau dibangunnya bangunan pelindung pantai sebagai upaya pengelolaan wilayah pesisir pantai.Kata kunci: kawasan pesisir, abrasi, mangrove, pemberdayaan masyarakat. AbstractCoastal areas are transitional areas between terrestrial and marine ecosystems. This coastal region has a lot of natural resources, both biological and non–biological resources. Jakarta's coastal area has an important meaning with diverse utilization space and its multi–functional existence. Since it has been utilized by various parties, the condition of the Jakarta coastal area faces many problems namely abrasion or erosion of the coast, if not handled properly, then the Province of DKI Jakarta will lose some of its coastal areas. The handling of abrasion is not only the responsibility of the government, but must involve the surrounding community as the main stakeholder in the coastal area. Community participation can be done through involvement in the preparation, control, to the process of evaluating programs and policies regarding the management of coastal areas. In addition, it also actively involves during the construction and maintenance of physical structures for coastal protection (breakwater, groynes and sea walls), as well as in the rehabilitation and maintenance of mangrove forests. The handling of abrasion must also be adjusted to the surrounding natural conditions and ecosystems in a macro framework. For this reason, a comprehensive feasibility study is needed which is an integral part of the DKI Jakarta regional spatial management system, prior to the issuance of a rehabilitation policy and/or the construction of coastal protective structures as an effort to manage the coastal areas.Keywords: coastal area, abrasion, mangrove, community empowerment