Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

IDENTIFIKASI DEBIT BANJIR DAN REDESIGN SALURAN DRAINASE SEBAGAI PENGENDALIAN BANJIR (Studi Kasus Kebon Baru Jakarta Selatan) Nauli, Josua Kelpin; Indrasari, Deasilia
Jurnal Kajian Teknik Sipil Vol 5, No 2 (2020): JURNAL KAJIAN TEKNIK SIPIL
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/jkts.v5i2.4738

Abstract

AbstrakJakarta Selatan merupakan kota yang rawan banjir. Selain itu, Jakarta memiliki topografi dataran rendah dan tipe musim penghujan. Hal tersebut menyebabkan masalah yang berulang setiap tahunnya apabila tidak dilakukan peninjauan ulang terhadap curah hujan beberapa tahun belakang. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk identifikasi hujan kala ulang sebagai pengendalian banjir. Pengambilan data curah hujan 20 tahun belakangan dari Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika dan peta topografi dari Dinas SDA DKI Jakarta. Selanjutnya, dilakukan analisis hujan rencana dan debit banjir rencana kala ulang maksimal 10 tahun menggunakan perhitungan manual distribusi frekuensi dengan hasil Goodness of Fit Test terhadap , Log Pearson Tipe III adalah Rt 10 = 214,091 mm/jam. Distribusi frekuensi kemudian digunakan untuk perhitungan Intensity-Duration-Frequency (IDF) dalam waktu 2 jam sebesar 46,756 mm/jam dan debit banjir rencana, Qp 10 = 3,108 m3/s untuk saluran air Jalan Asem Baris Raya. Nilai terbesar berada di Jalan Asem Baris Raya dengan besarnya Qp rencana = 3,608 m3/s. Hasil penelitian ini disimpulkan, semakin kecil dimensi saluran air dan besarnya debit hujan akan menjadi kejadian banjir. Untuk itu perlu pendesainan ulang dan partisipasi masyarakat merawat saluran air karena penting sebagai pengendalian banjir. Kata kunci: Rawan Banjir, Distribusi Frekuensi, Goodness of Fit Test, Asem Baris Raya AbstractSouth Jakarta is a city prone to flooding. In addition, Jakarta has a lowland topography and a rainy season type. This causes problems that recur every year if there is no review of the rainfall in the past few years. Based on this, this study aims to identify recurrent rain as flood control. Collecting rainfall data for the last 20 years from the Meteorology, Climatology, Geophysics Agency and topographic maps from the DKI Jakarta SDA Office. Furthermore, the analysis of rain plans and flood discharge plans for a maximum period of 10 years using manual calculation of frequency distribution with the results of the Goodness of Fit Test for Log Pearson Type III is Rt 10 = 214.091 mm / hour. The frequency distribution is then used for the calculation of Intensity-Duration-Frequency (IDF) within 2 hours of 46,756 mm / hour and the planned flood discharge, Qp 10 = 3,108 m3 / s for the Asem Baris Raya water channel. The largest value is on Jalan Asem Baris Raya with a planned Qp = 3.608 m3 / s. The results of this study concluded, the smaller the dimensions of the waterways and the amount of rain discharge will be a flood event. For this reason, it is necessary to redesign and participate in the maintenance of water channels because it is important for flood control. Keywords: Prone Flooding, Frequency Distribution, Goodness of Fit Test, Asem Baris Raya
IDENTIFIKASI MASALAH DAN MODEL PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR: STUDI KASUS PROVINSI DKI JAKARTA Indrasari, Deasilia
Jurnal Kajian Teknik Sipil Vol 5, No 1 (2020): JURNAL KAJIAN TEKNIK SIPIL
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52447/jkts.v5i1.4114

Abstract

AbstrakKawasan pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir ini memiliki banyak sekali sumber daya alam, baik sumber daya hayati maupun non hayati. Kawasan pesisir Jakarta memiliki arti penting, karena ruang pemanfaatan yang multi fungsi serta dimanfaatkan oleh berbagai pihak, mengakibatkan kondisi wilayah pesisir Jakarta memiliki permasalahan. Salah satu isu besar yang dihadapi, yaitu abrasi atau erosi pantai. Bila tidak ditangani dengan baik, maka Provinsi DKI Jakarta akan kehilangan sebagian daerah pesisirnya. Penanganan abrasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi harus melibatkan masyarakat sekitar sebagai stakeholder utama di kawasan pesisir. Peran serta masyarakat dapat dilakukan melalui pelibatan dalam penyusunan, pengendalian, hingga proses evaluasi program dan kebijakan mengenai pengelolaan kawasan pesisir. Selain itu, juga melibatkan secara aktif pada saat pembangunan dan pemeliharaan bangunan fisik pelindung pantai (breakwater, groin, dan tanggul laut), serta dalam program rehabilitasi dan pemeliharaan hutan mangrove. Selain peran serta masyarakat, penanganan abrasi juga harus disesuaikan dengan kondisi alam sekitar dan ekosistem dalam kerangka makro. Untuk itu, diperlukan suatu studi kelayakan yang komprehensif yang merupakan bagian utuh dari sistem pengelolaan tata ruang wilayah DKI Jakarta, sebelum dikeluarkannya suatu kebijakan rehabilitasi dan/atau dibangunnya bangunan pelindung pantai sebagai upaya pengelolaan wilayah pesisir pantai.Kata kunci: kawasan pesisir, abrasi, mangrove, pemberdayaan masyarakat. AbstractCoastal areas are transitional areas between terrestrial and marine ecosystems. This coastal region has a lot of natural resources, both biological and non–biological resources. Jakarta's coastal area has an important meaning with diverse utilization space and its multi–functional existence. Since it has been utilized by various parties, the condition of the Jakarta coastal area faces many problems namely abrasion or erosion of the coast, if not handled properly, then the Province of DKI Jakarta will lose some of its coastal areas. The handling of abrasion is not only the responsibility of the government, but must involve the surrounding community as the main stakeholder in the coastal area. Community participation can be done through involvement in the preparation, control, to the process of evaluating programs and policies regarding the management of coastal areas. In addition, it also actively involves during the construction and maintenance of physical structures for coastal protection (breakwater, groynes and sea walls), as well as in the rehabilitation and maintenance of mangrove forests. The handling of abrasion must also be adjusted to the surrounding natural conditions and ecosystems in a macro framework. For this reason, a comprehensive feasibility study is needed which is an integral part of the DKI Jakarta regional spatial management system, prior to the issuance of a rehabilitation policy and/or the construction of coastal protective structures as an effort to manage the coastal areas.Keywords: coastal area, abrasion, mangrove, community empowerment