Anggie Mustika, Desty
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

BATIK TRADISIONAL MEGAMENDUNG DI TINJAU DARI SISTEM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS Anggie Mustika, Desty
YUSTISI Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v5i2.4401

Abstract

Peran supremasi hukum disini sangat menentukan dan berpengaruh sekali industri batik Indonesia terkait megamendung cirebon yang masih belum memiliki perlindungan KEKAYAAN INTELEKTUAL, Oleh karena itu perlindungan KEKAYAAN INTELEKTUAL batik sangat penting untuk membuat batik cirebon Indonesia mendapat perlindungan KEKAYAAN INTELEKTUAL. penguatan perlindungan terhadap adanya persaingan global, dan persaingan di dalam negeri sendiri. Sungguh, bukan hanya UU KEKAYAAN INTELEKTUAL Nomor 14 Tahun 2001 Paten, UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tahun Hak Cipta. Dari regulasi tersebut ada antisipasi agar HKI mengatasi permasalahan yang akan muncul, baik pengakuan dari salah satu pengusaha, maupun perorangan, bahkan salah satu. Perkembangan indikasi geografis sangat menguntungkan karena adanya perlindungan hukum terhadap produk khas daerah Cirebon yang dapat meningkatkan nilai tambah dan mendorong daerah untuk meningkatkan produk unggulan daerahnya. Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual yang didukung dengan data empiris, pustaka atau bahan hukum sekunder. Didukung dengan pendekatan kasus, data primer yang diperoleh dari hasil wawancara subyek terkait penelitian ini, kemudian disesuaikan dengan bahan hukum primer melalui pendekatan normatif, sehingga diperoleh jawaban atas rumusan masalah. Pemberian perlindungan hukum melalui indikasi geografis pada produk batik megamendung paling tepat dan memadai karena penggunaan indikasi geografisnya tidak terbatas pada produk pertanian saja, tetapi juga. Indikasi Geografis juga dapat menjadi pertanda kualitas produk istimewa yang disebabkan oleh faktor manusia yang hanya dapat ditemukan di daerah asal produk tersebut. Ketentuan hukum Indikasi Geografis di Indonesia yang pertama kali mengedepankan asas dalam melindungi produk khas Indonesia. Oleh karena itu, pendaftaran produk yang khas untuk perlindungan indikasi geografis menjadi wajib untuk dilaksanakan. Adapun tata cara pendaftaran indikasi geografis sendiri secara normatif telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007. Dalam pendaftaran produk batik megamendung sebagai produk khas lindung indikasi geografis terdapat beberapa hal yang menarik untuk dikemukakan. sebagainya. Ini termasuk pada pendaftaran indikasi geografis ke salah satunya. Dalam prakteknya, permohonan registrasi indikasi geografis batik megamendung dilakukan melalui beberapa tahapan.
BATIK TRADISIONAL MEGAMENDUNG DI TINJAU DARI SISTEM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS Anggie Mustika, Desty
YUSTISI Vol 5 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v5i2.4401

Abstract

Peran supremasi hukum disini sangat menentukan dan berpengaruh sekali industri batik Indonesia terkait megamendung cirebon yang masih belum memiliki perlindungan KEKAYAAN INTELEKTUAL, Oleh karena itu perlindungan KEKAYAAN INTELEKTUAL batik sangat penting untuk membuat batik cirebon Indonesia mendapat perlindungan KEKAYAAN INTELEKTUAL. penguatan perlindungan terhadap adanya persaingan global, dan persaingan di dalam negeri sendiri. Sungguh, bukan hanya UU KEKAYAAN INTELEKTUAL Nomor 14 Tahun 2001 Paten, UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tahun Hak Cipta. Dari regulasi tersebut ada antisipasi agar HKI mengatasi permasalahan yang akan muncul, baik pengakuan dari salah satu pengusaha, maupun perorangan, bahkan salah satu. Perkembangan indikasi geografis sangat menguntungkan karena adanya perlindungan hukum terhadap produk khas daerah Cirebon yang dapat meningkatkan nilai tambah dan mendorong daerah untuk meningkatkan produk unggulan daerahnya. Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual yang didukung dengan data empiris, pustaka atau bahan hukum sekunder. Didukung dengan pendekatan kasus, data primer yang diperoleh dari hasil wawancara subyek terkait penelitian ini, kemudian disesuaikan dengan bahan hukum primer melalui pendekatan normatif, sehingga diperoleh jawaban atas rumusan masalah. Pemberian perlindungan hukum melalui indikasi geografis pada produk batik megamendung paling tepat dan memadai karena penggunaan indikasi geografisnya tidak terbatas pada produk pertanian saja, tetapi juga. Indikasi Geografis juga dapat menjadi pertanda kualitas produk istimewa yang disebabkan oleh faktor manusia yang hanya dapat ditemukan di daerah asal produk tersebut. Ketentuan hukum Indikasi Geografis di Indonesia yang pertama kali mengedepankan asas dalam melindungi produk khas Indonesia. Oleh karena itu, pendaftaran produk yang khas untuk perlindungan indikasi geografis menjadi wajib untuk dilaksanakan. Adapun tata cara pendaftaran indikasi geografis sendiri secara normatif telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007. Dalam pendaftaran produk batik megamendung sebagai produk khas lindung indikasi geografis terdapat beberapa hal yang menarik untuk dikemukakan. sebagainya. Ini termasuk pada pendaftaran indikasi geografis ke salah satunya. Dalam prakteknya, permohonan registrasi indikasi geografis batik megamendung dilakukan melalui beberapa tahapan.
MENINGKATKAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEWUJUDKAN STABILITAS PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN EKONOMI STUDI KASUS DESA RENGASJAJAR Hendri Hendrawan, Ade; Anggie Mustika, Desty
Abdi Dosen : Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol. 4 No. 3 (2020): SEPTEMBER
Publisher : LPPM Univ. Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (820.056 KB)

Abstract

Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa di daerah tertentu atau lembaga pendidikan, dilaksanakan secara kelompok. Kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) bertujuan untuk memberikan pengalaman kerja nyata di lapangan dalam membentuk sikap mandiri dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Kegiatan KKN dibagi menjadi empat tahap kegiatan,yaitu pembekalan, pelaksaaan kegiatan di lokasi, penyusunan laporan,dan evaluasi. Pelaksanaan KKN ini dimulai dari tanggal 6 Agustus 2019 sampai dengan 6 September 2019 di Kampung Lebakwangi Hilir, Desa Rengasjajar, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Program kerja di Kampung Lebakwangi merupakan program yang lebih menekankan kepada tema Pendidikan dan Pemberdayaan Desa. Program fisik kelompok 57 dan 58, antara lain: Renovasi MCK, Pengadaan Tempat Wudhu, Pengadaan Plang Jalan, Pengadaan Penerangan Jalan, Senam Sehat. Program nonfisik yang di lakukan yaitu pelaksanaan kegiatan di Madrasah Diniyah Nurul Falah, pelaksanaan kegiatan di SDN Lebakwangi 02, penyuluhan program cuci tangan, pengadaan bimbel di posko, membantu mengajar di SDN Lebakwangi 02, pelatihan membuat kerajinan tangan, sosialisasi menabung sejak dini, memperkenalkan jenis mata uang dari beberapa negara, sosialisasi dampak negatif pada penggunaan gadget (Handphone) anak usia dini (6-12), workshop kewirausahaan, berpartisipasi dalam kegiatan posyandu (Pemeriksaan kesehatan pada balita), penyuluhan PHBS (Perilaku Hidup Bersih & Sehat), dan berpartisipasi dalam kegiatan HUT RI ke 74 dan acara perpisahan KKN.
ACCESS TO JUSTICE FOR THE POOR AT THE RELIGIOUS COURT OF BOGOR IN 2021 Regina Selviana, Wella; Anggie Mustika, Desty
Abdi Dosen : Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol. 6 No. 2 (2022): JUNI
Publisher : LPPM Univ. Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.854 KB) | DOI: 10.32832/abdidos.v6i2.1337

Abstract

One of the basic rights of citizens is the right to obtain fair legal certainty (access to justice) which applies to all citizens. The number of poor people who need Legal Aid Institutions (LBH) in the litigation process, therefore the government tries to overcome it by providing services in the form of providing funds that can be accessed through advocates. To achieve access to justice for the community, Law Number 16 of 2011 concerning Legal Aid was issued. The government also provides financial assistance for the poor through the Religious Courts by waiving court fees (prodeo), in Article 237 of HIR Law no. 48/20 jo no. 50/2009 explicitly states that the state bears the costs of the case for justice seekers who cannot afford it, so the state is obliged to fulfill the mandate of the law. Therefore, this study will discuss about Access to Justice for the Poor regarding the Exemption of Case Fees (Prodeo) at the Bogor Religious Court.