Didalam setiap rangkaian kegiatan Pemilu, tentu para Partai Politik selalu melibatkan anak kegiatan publikasipartai politik. Hal ini kerap merupakan bahan yang tidak sehat. Adakalanya, para Partai Politik berpikirbahwa partisipasi anak-anak dalam kampanye adalah tahapan awal pelatihan mereka dalam berpolitik yangseharusnya pada usia anak-anak sanggup menegakkan akar sopan, jujur, dan saling menghormatikebedaan.Pengertian anak dalam UU NO.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjelaskan bahwa anak adalahseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk janin yang masih dalam kandungan. Mengikut sertakan anakdalam kegiatan kampanye telah melanggar hak-hak anak sebagaimana yang diatur dalampasal 15 butir (a)dan pasal 13 ayat 1 (b) UU RI NO.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak karena anak berhak untukmemperoleh perlindungan dari “penyalahgunaan dalam kegiatan politik”dan bebas dari “eksploitasi”.DalamUU Pemilu pasal 280 ayat 2 (k) juga mengatur suatu ketentuan dalam kegiatan PEMILU diantaranyamelarang tim sukses untuk merekrut WNI yang belum 17 dan belum memiliki kartu identitas. Pelibatan anakdalam kampanye bukan hanya merenggut hak anak namun diakui sebagai sebuah bentuk eksploitasiterhadap anak. Dalam faktor psikologi juga ketika anak-anak yang sudah terlibat dalam kegiatan politik,tentunya juga akan mengkawatirkan dalam perilaku mereka, misal dengan perbedaan pendapat di ranahsekolahan akan menimbulkan bentrok antara golongan satu dan golongan lainnya. Karena di ranah sekolahatau pendidikan, anak-anak sangat mudah untuk terpancing secara emosi.