Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

REHABILITASI TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI MUSI BANYUASIN Masri Masri; Niko Pransisco; Herman Fikri
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 27 No. 1 (2021): Maret
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v27i1.22

Abstract

Abstrak Bahwa strategi penegakan hukum terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika di Polres Sekayu adalah dengan penetapan strategi demand reduction and supply reduction, sebagai suatu kebijakan prevensi umum. Dalam upaya untuk mengurangi terjadinya korban penyalahgunaan narkotika, Kepolisian Polresta sekayu melakukan upaya preemtif dan preventif yaitu melakukan kegiatan pembinaan dan penyuluhan di lingkungan sekolah, masjid, gereja, organisasi masyarakat dan lingkungan masyarakat RT/RW. Dalam hal ini memberikan pengarahan, penjelasan, bahaya dan dampak buruk akibat dari penyalahgunaan narkotika tersebut. Melakukan kegiatan-kegiatan razia ditempat hiburan (diskotik), koskosan, asrama, sambil melakukan sosialisasi keterkaitan dengan narkotika dan penyalahgunaan narkotika. Terdapat 3 (tiga) hambatan dalam pelaksanaan Rehabilitasi bagi pelaku penyalah gunaan Narkotika di Musi Banyuasin, yaitu belum ada ditetapkannya tempat khusus bagi para pecandu maupun korban-korban penyalah guna narkotika untuk melakukan rehabilitasi; Masalah biaya rehabilitasi bagi terpidana kasus penyalahgunaan narkotika; Belum ada panti rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah. Rumah Sakit Umum Daerah Sekayu dan klinik-klinik yang ditunjuk oleh aparat penegak hukum yang berwenang serta dapat juga dialihkan ke Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang adalah merupakan tempat penitipan untuk melakukan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika. Ke dua tempat ini bukanlah tempat khusus untuk menangani masalah rehabilitasi bagi pengguna narkotika, akan tetapi hanya memperbantukan saja. Kata Kunci : Penegakan Hukum, Narkotika, Rehabilitasi. Abstract That the strategy of law enforcement against the abuse and illicit trafficking of narcotics and psychotropic substances at the Sekayu Regional Police Station is by establishing a demand reduction and supply reduction strategy, as a general policy of prevention. In an effort to reduce the number of victims of narcotics abuse, the Polresta Police Sekayu make pre-emptive and pre-incentive efforts as follows: Conduct coaching and counseling activities in schools, mosques, churches, community organizations and RT / RW communities. In this case provide direction, explanation, danger and adverse effects resulting from the abuse of narcotics. conducting raids in entertainment places (discotheques), coscosses, dormitories, while conducting socialization related to narcotics and narcotics abuse. There are 3 (three) obstacles in implementing Rehabilitation for narcotics abusers in Musi Banyuasin, namely: There is no specific place for addicts or victims of narcotics abusers to carry out rehabilitation; The problem of rehabilitation costs for convicted drug abuse cases; There is no rehabilitation institution appointed by the Government. Sekayu Regional General Hospital and clinics appointed by the law enforcement authorities and can also be transferred to the Muhammad Hoesin Hospital in Palembang are places of care for rehabilitation of narcotics abuse offenders. These two places are not special places to deal with rehabilitation issues for narcotics users, but only to help.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA PEREMPUAN DI INDONESIA Sri Hartaty; Herman Fikri; Niko Pransisco
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol 26, No 2, September 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Implementasi Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Perempuan Menurut Hukum Posisitif Indonesia diatur dalam : a. Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ; b.Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan; c. Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Internasional Labour Organization (Konvensi ILO) ; d. Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-226/MEN/2000 tentang Upah Minimum Tenaga Kerja. Apabila karyawan perempuan memiliki permasalahan/keluh kesah, maka perusahaan wajib memberikan fasilitas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sebagai bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Karyawan Perempuan. Penyelesaian permasalahan/keluh kesah yang dialami karyawan, sebelum sampai kepada tim konseling harus terlebih dahulu disampaikan secara hirarki dan diselesaikan secara berjenjang sebelum diajukan kepada tim konseling. Penyelesaian perselisihan perburuhan terlebih dahulu dilakukan secara musyawarah, namun apabila tidak berhasil maka pihak karyawan ataupun perusahaan diperbolehkan untuk menempuh upaya hukum berdasarkan Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Ada dua Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), yaitu : 1.Penyelesaian Dengan Cara Non Litigasi adalah penyelesaian perselisihan di luar pengadilan; 2. Penyelesaian Dengan Cara Litigasi adalah penyelesaian perselisihan melalui pengadilan hubungan industrial. Dengan Cara Non Litigasi dapat ditempuh melalui Mediasi ; Konsiliasi ; Arbitrase. Perselisihan antara Pengusaha dan Karyawan, jika sudah tidak bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat, maka dapat diselesaikan dengan menggunakan media Peradilan (litigasi). Kata Kunci : Perempuan, Pekerja, Perlindungan Abstract Implementation of Legal Protection Forms for Women Workers According to Indonesian Positive Law is regulated in: a. Protection of Women Workers Based on Law Number 13 Year 2003 Regarding Employment; Ministry of Manpower No. 224 of 2003 and the Company Regulations or joint work agreements; c. Protection of Women Workers Based on the International Labor Organization (ILO Convention); d. Decree of the Minister of Manpower and Transmigration Number: KEP-226 / MEN / 2000 concerning Minimum Labor Wages. If female employees have problems / complaints, the company is obliged to provide facilities to resolve these problems as a form of Legal Protection Against Female Employees. Problem solving / complaints experienced by employees, before reaching the counseling team must first be submitted in a hierarchical manner and resolved in stages before being submitted to the counseling team. Settlement of labor disputes is first carried out by deliberation, but if it is not successful then the employee or the company are allowed to take legal action based on Law Number 2 of 2004 concerning Industrial Relations Dispute Settlement. There are two Ways to Settle Industrial Relation Disputes (PHI), namely: 1. Non-Litigation Settlement is a dispute resolution outside the court; 2. Settlement by Litigation is the settlement of disputes through industrial relations courts. Non-Litigation Method can be reached through Mediation; Conciliation; Arbitration. Disputes between Employers and Employees, if they cannot be resolved by consensus agreement, then they can be resolved using Judicial media (litigation).