Sejak dikembangkannya internet, pemanfaatannya menjadi sarana aktivitas bagi penggunanya untuk melakukan berbagai macam kegiatan, salah satu contoh yang paling tampak adalah kegiatan usaha yang dilakukan secara online dimana kontribusinya terhadap efisiensi, cepat, mudah, dan praktis. Kegiatan usaha yang dilakukan secara online ini disebut juga transaksi elektronik atau yang lebih dikenal dengan Electronic Commerce (e-commerce). Transaksi elektronik menurut Pasal 1 ayat (2) UU ITE No.11 Tahun 2008 adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan computer, dan/atau media elektronik lainnya. Secara yuridis, perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini didasari prinsip kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Undang-undang tidak melarang bagi siapa saja yang ingin mengadakan suatu perjanjian termasuk penerapannya dalam perjanjian jual beli secara online asal berdasarkan syarat dan ketentuan pada undang-undang. bertransaksi jual beli online. Pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat memberikan kedudukan seimbang kepada pihak penjual dan konsumen yang mengadakan transaksi jual beli online.Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Adapun metode yang digunakan adalah Library Research (penelitian kepustakaan) dengan menggunakan dan mengumpulkan data-data ataupun bahan-bahan dengan cara mempelajari dan menelaah beberapa literatur, baik melalui buku-buku, makalah/seminar, peraturan perundang-undangan dan tulisan-tulisan atau artikel-artikel yang bersumber dari internet. Transaksi jual beli yang dilakukan secara online ini kerap menimbulkan beberapa permasalahan, terlebih jika permasalahan tersebut berdampak buruk bagi para pihak tak terkecuali pihak konsumen yang dirugikan, mengingat bahwa klausul-klausul dalam perjanjian jual beli online bersifat baku dengan posisi berat sebelah dimana pihak konsumen relatif lemah. Oleh karenanya, para pihak kerap kali melakukan kelalaian atau wanprestasi dan segala akibat hukum yang ditimbulkan wajib dipertanggungjawabkan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 08 Tahun 1999 sebagai regulasi yang melindungi hak konsumen bertransaksi jual beli online. Pemerintah dalam hal ini diharapkan dapat memberikan kedudukan seimbang kepada pihak penjual dan konsumen yang mengadakan transaksi jual beli online. Keyword: jual beli online, e-commerce, transaksi online, perlindungan konsumen