Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Repetition of the Marriage Contract (Shihhah) in the Rifaiyah’s Tradition Muftadin, Dahrul
Jurnal Hukum Islam Vol 19 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/jhi.v19i2.4313

Abstract

In the tradition of Jama'ah Rifaiyah there is the practice of repeating the marriage contract called Shihhah. This tradition emerged from the understanding of the central figure of the Rifaiyah congregation, Kiai Ahmad Rifai, who categorized some Muslims who supported the Dutch colonial government into the category of wicked believers, including the Penghulu (Chieftain). Penghulu who are under the auspices of the colonial government are considered no longer have a "adil/fair" nature. This has resulted in any marriage process led by the government head being considered invalid, because the chieftain is not a fair believer who is required to lead the marriage process. This tradition lasted until the post-independence period. The purpose of this study is to find out the practice of shihhah from the colonial period until now and what factors are behind it. Field research with a descriptive-analytical approach found that the practice of shihhah among the Rifaiyah congregation experienced a shift. The practice of shihhah is still carried out by some Rifaiyah congregations even though the Indonesian government is no longer a colonial government. Some Rifaiyah congregations still practice shihhah on the grounds of a clash with a religious figure. However, many Rifaiyah congregations no longer practice shihhah.
Pengawasan Partisipatif Bawaslu Kendal Terhadap Pilkada di Kabupaten Kendal Tahun 2020 Perspektif Maqāşid Asy-Syarīʻah Cahyaningsih, Novi; Muftadin, Dahrul
Manabia: Journal of Constitutional Law Vol 1 No 01 (2021): Hukum, Politik, dan Demokrasi
Publisher : Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/manabia.v1i01.205

Abstract

Pengawasan partisipatif adalah kegiatan inisiatif diluar Lembaga pengawas untuk memastikan berjalannya tahapan pemilihan umum dengan mengumpulkan data, informasi, dan menginventarisasi hasil kasus-kasus yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh kelompok atau organisasi masyarakat yang independen dan non-partisan. Pada konsep ini layaknya termuat upaya untuk mewujudkan nilai kedaulatan masyarakat. Dimana proses ini menjadi landasan dasar praktek demokrasi berjalan. Konsep hukum islam telah menawarkan upaya perlindungan tersebut yang kemudian dikemas pada konsep Fikih Siyasah. Hal demikian berlanjut untuk dikembangkan pada teori Maqāṣid asy-Syarīʻah. Nilai kemaslahatan adalah titik kajian Maqāṣid asy-Syarīʻah. Kemaslahatan dan/atau kedaulatan perlu diimplementasi pada praktek penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020. Pada pada dasarnya praktek penyelenggaraan pemilihan kepala daerah adalah implementasi menjaga kedaulatan masyarakat. Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif dengan pendekatan Yuridis sosiologis untuk selanjutnya disajikan sebagai data deskriptif analitis. Penelitian ini bertempat di Bawaslu Kabupaten Kendal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pengawasan partisipatif terhadap pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 dan praktek analisis Maqāṣid asy-Syarīʻah sebagai teori implementasi nilai kemaslahatan pengawasan partisipatif dilaksanakan pada pemilihan bupati dan wakil bupati kabupaten Kendal periode 2020-2024.
Tinjauan Siyasah Dusturiyah Terhadap Proses Pembentukan Peraturan Desa Menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2 14 Afdholina, Alia Nur; Muftadin, Dahrul
Manabia: Journal of Constitutional Law Vol 1 No 01 (2021): Hukum, Politik, dan Demokrasi
Publisher : Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/manabia.v1i01.208

Abstract

Peraturan desa merupakan manifestasi Indonesia sebagai negara hukum. Eksistensinya dalam dunia produk hukum daerah bisa dibilang masih baru dan keberadaanya tersebut adalah jawaban atas tantangan kondisi sosial masyarakat yang selalu berubah setiap masanya. Akibat dari diterbitkannya Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menggeserkan hierarki kedudukan peraturan desa. Hal ini berimbas kepada ketidakpastian landasan yuridis peraturan desa. Hal tersebut menyebabkan terabaikannya jenis produk hukum daerah ini, apalagi masih relatif baru seringkali dalam proses pembentukannya pun tidak sinkron dengan prosedur yang termuat dalam Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 serta tidak memperhatikan kaidah dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Dari permasalan tersebut munculnya 2 rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Desa Menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2014?, 2) Bagaimana Tinjauan Siyasah Dusturiyah Terhadap Proses Pembentukan Peraturan Desa Menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2014?. Penelitian ini bersifat kepustaakan (libreary research) dengan bentuk kualitatif. Untuk menggali data dan menganalisa data dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan fikih Siyasah (Siyasah Dusturiyah). Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah; pembentukan peraturan desa harus memperhatikan 3 kaidah atau asas yang sangat fundamental dan bersifat mutlak yaitu Asas lex superior derogate lex inferiori, Asas lex specialis derogate lex generalis, dan Asas lex posterior derogate lex priori, Adapun pembentukan peraturan desa menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 harus melalui 6 (enam) tahapan yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan pengundangan, penyebarluasan, serta evaluasi dan klarifikasi. Kedua; berdasarkan tinjauan siyasah dusturiyah terhadap substansi proses pembentukan peraturan desa sudah mewujudkan prinsip-prinsip syariat Islam seperti penerapan asas musyawarah dan demokrasi. Karena disetiap tahapannya tidak meninggalkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Walaupun dalam pelaksanaannya seringkali terjadi cacat hukum dan digunakan sebagai kepentingan pribadi maupun golongan semata.