Peraturan desa merupakan manifestasi Indonesia sebagai negara hukum. Eksistensinya dalam dunia produk hukum daerah bisa dibilang masih baru dan keberadaanya tersebut adalah jawaban atas tantangan kondisi sosial masyarakat yang selalu berubah setiap masanya. Akibat dari diterbitkannya Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menggeserkan hierarki kedudukan peraturan desa. Hal ini berimbas kepada ketidakpastian landasan yuridis peraturan desa. Hal tersebut menyebabkan terabaikannya jenis produk hukum daerah ini, apalagi masih relatif baru seringkali dalam proses pembentukannya pun tidak sinkron dengan prosedur yang termuat dalam Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 serta tidak memperhatikan kaidah dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Dari permasalan tersebut munculnya 2 rumusan masalah yaitu: 1) Bagaimana Proses Pembentukan Peraturan Desa Menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2014?, 2) Bagaimana Tinjauan Siyasah Dusturiyah Terhadap Proses Pembentukan Peraturan Desa Menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2014?. Penelitian ini bersifat kepustaakan (libreary research) dengan bentuk kualitatif. Untuk menggali data dan menganalisa data dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dan fikih Siyasah (Siyasah Dusturiyah). Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah; pembentukan peraturan desa harus memperhatikan 3 kaidah atau asas yang sangat fundamental dan bersifat mutlak yaitu Asas lex superior derogate lex inferiori, Asas lex specialis derogate lex generalis, dan Asas lex posterior derogate lex priori, Adapun pembentukan peraturan desa menurut Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 harus melalui 6 (enam) tahapan yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan pengundangan, penyebarluasan, serta evaluasi dan klarifikasi. Kedua; berdasarkan tinjauan siyasah dusturiyah terhadap substansi proses pembentukan peraturan desa sudah mewujudkan prinsip-prinsip syariat Islam seperti penerapan asas musyawarah dan demokrasi. Karena disetiap tahapannya tidak meninggalkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Walaupun dalam pelaksanaannya seringkali terjadi cacat hukum dan digunakan sebagai kepentingan pribadi maupun golongan semata.