Background: Hearing loss in infants is a health problem that can have long-term effects on a child's language, speech, and cognitive development. Early detection through Otoacoustic Emission (OAE) testing is important for identifying hearing loss at an early stage. Several risk factors that can affect OAE results include premature birth, low birth weight, hyperbilirubinemia, ototoxic drug therapy, and long-term use of breathing aids. Puspose: To determine the relationship between the use of breathing aids and hearing screening results in infants. Method: This quantitative research used a cross-sectional approach and was conducted from July 2021 to June 2022 at the Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. The sampling technique used purposive sampling with a sample size of 229 respondents. The independent variable was the use of breathing aids, while the dependent variable was infant hearing screening. Data analysis used univariate in the form of frequency distribution and bivariate using Kruskal-Wallis. Results: The average age of respondents was 33.554 years with a standard deviation of 2.941 in the range of 12-36. The average birth weight of respondents was 2038 years with a standard deviation of 692 in the range of 1000-3600. The average use of breathing aids among respondents was 3.061 years with a standard deviation of 0.038 in the range of 1-5. Most respondents had partial hearing loss, totaling 100 (43.7%). The Kruskal-Wallis test yielded a p-value of 0.000, indicating a significant relationship between gestational age, birth weight, and use of breathing aids with the risk of hearing impairment in infants. Conclusion: The importance of nurses' role in controlling environmental noise, accelerating weaning from breathing aids, and educating families about the importance of infant hearing screening. Keywords: Detection; Environment; Hearing; Infants; Nurse; Premature. Pendahuluan: Gangguan pendengaran pada bayi merupakan masalah kesehatan yang dapat menimbulkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan bahasa, bicara, dan kognitif anak. Deteksi dini melalui pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE) penting dilakukan untuk mengenali gangguan sejak dini. Beberapa faktor risiko yang dapat memengaruhi hasil OAE antara lain kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, hiperbilirubinemia, terapi obat ototoksik, serta penggunaan alat bantu napas jangka panjang. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan alat bantu napas dengan hasil skrining pendengaran pada bayi Metode: Penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional, dilaksanakan pada Juli 2021-Juni 2022 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Doktor Cipto Mangunkusumo. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposivel sampling dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 229 responden. Variabel independent meliputi penggunaan alat bantu napas, sedangkan variable dependen ialah skrining pendengaran bayi. Analisis data yang digunakan univariate dalam bentuk distribusi frekuensi dan bivariate menggunakan Kruskal-Wallis. Hasil: Rata-rata usia responden adalah 33.554 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 2.941 pada rentang 12-36. Rata-rata berat lahir responden adalah 2038 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 692 pada rentang 1000-3600. Rata-rata penggunaan alat bantu napas responden adalah 3.061 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 0.038 pada rentang 1-5. Sebagian besar responden memiliki pendengaran parsial sebanyak 100 (43.7%). Uji Kruskal-Wallis menghasilkan p=0.000 yang menandakan hubungan signifikan antara usia gestasi, berat lahir, serta penggunaan alat bantu napas dengan risiko gangguan pendengaran bayi. Simpulan: Pentingnya peran perawat dalam pengendalian kebisingan lingkungan, percepatan penyapihan dari alat bantu napas, serta edukasi keluarga mengenai pentingnya pemeriksaan pendengaran bayi. Kata Kunci: Bayi; Deteksi; Lingkungan; Prematur; Pendengaran; Perawat.