Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

MANAJEMEN DIKLAT PETERNAK (SUATU STUDI TENTANG MANAJEMEN DIKLAT TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP PETERNAK PADA BALAI PELATIHAN PETERNAKAN CIKOLE LEMBANG) Alyani, Neni
Prosiding Seminar Biologi Vol 7, No 1 (2010): Seminar Nasional VII Pendidikan Biologi
Publisher : Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.583 KB)

Abstract

ABSTRAK Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai manajemen pelatihan Teknologi Pengolahan susu yang dilaksanakan di Balai Pelatihan Peternakan Cikole Lembang. Sedangkan manfaatnya adalah untuk kepentingan pengembangan lembaga pelatihan peternakan dan SDM Peternak.Adapun konsep yang mendukung penelitian adalah Konsep manajemen , Konsep Pelatihan, Konsep Taraf Hidup, Konsep Way of Life, Konsep Perubahan, Konsep Pemasaran. Teori Manajemen lebih difokuskan untuk dapat mengetahui fungsi manajemen secara jelas sehingga akan mampu mendeskripsikan pengaruhnya terhadap ketercapaian kompetensi . Konsep taraf Hidup diperlukan untuk dapat mendeskripsikan ketercapaian taraf hidup peserta yang di inginkan setelah diklat.Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metoda penelitian dalam bentuk studi kasus . Adapun subyek yang diteliti sebanyak 38 orang yaitu  30 orang peserta pelatihan, dan 10 orang panitia penyelenggara serta para pengajar pelatihan. Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara , observasi dan  studi dokumentasi. Manajemen pelatihan pada BPP Cikole  belum berjalan dengan efektif dan efisien dan masih diwarnai kelemahan-kelemahan serta memerlukan perbaikan-perbaikan. Kelemahan itu disebabkan antara lain karena belum optimalnya fungsi disainer pelatihan pada tahap perencanaan diklat menyebabkan penetapan tujuan diklat ini tidak jelas demikian juga penetapan peserta maupun pengajar diklat disamping itu ada dualisme  fungsi perencana yakni Sub Bagian  program pada Dinas induk ( Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat ) serta  Sub bidang Perencanaan dan evaluasi pada UPT BPP Cikole sehingga fungsi ini tidak dapat berjalan secara obyektif, sementara pada fungsi perencanaan itu sendiri belum dapat melaksanakan fungsinya sesuai tugasnya sebagai perencana. Peserta diklat ini sangat variatif ada peternak, ada pengusaha dan ada pegawai KPBS dan KUD juga PNS.Dalam perencanaan para pengajar juga terjadi tumpang tindih tugas antara tugas pejabat struktural yang seharusnya menjalankan fungsi manajerial namun pada kenyataanya mereka melaksanakan fungsi pengajaran sehingga materi yang diberikan sifatnya hanya kebijakan-kebijakan belum mengarah kepada materi yang sesungguhnya, disamping itu penetapan usia  peserta tidak jelas sehingga menjadi kendala dalam keterserapan materi bagi sebagian besar mereka yang berusia lanjut, hal yang paling mendasar adalah ketidak jelasan tujuan dari pelatihan ini, bila untuk peningkatan taraf hidup peternak maka kurikulum seyogyanya mengarah pada tehnik meningkatkan pendapatan melalui kewirausahaan namun kenyataannya lebih mengarah pada fungsi pemeliharaan dan pengawetan susu. Hasil dari pelatihan untuk meningkatkan taraf hidup Peternak dapat dikatakan belum tercapai.Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang mendukung keberhasilan pelatihan adalah pelaksanaan manajemen pelatihan yang sempurna dalam arti bahwa fungsi-fungsi manajemen harus saling terkait antara satu fungsi dengan fungsi lainnya sehingga tidak terdapat pelaksanaan pelatihan yang tidak sesuai dengan perencanaannya juga pelaksanaan fungsi evaluasi yang tidak memberikan informasi kepada manajemen. Keyword : manajemen diklat teknologi pengolahan susu
MANAJEMEN DIKLAT PETERNAK (SUATU STUDI TENTANG MANAJEMEN DIKLAT TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP PETERNAK PADA BALAI PELATIHAN PETERNAKAN CIKOLE LEMBANG) Alyani, Neni
Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning Vol 7, No 1 (2010): Seminar Nasional VII Pendidikan Biologi
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai manajemen pelatihan Teknologi Pengolahan susu yang dilaksanakan di Balai Pelatihan Peternakan Cikole Lembang. Sedangkan manfaatnya adalah untuk kepentingan pengembangan lembaga pelatihan peternakan dan SDM Peternak.Adapun konsep yang mendukung penelitian adalah Konsep manajemen , Konsep Pelatihan, Konsep Taraf Hidup, Konsep Way of Life, Konsep Perubahan, Konsep Pemasaran. Teori Manajemen lebih difokuskan untuk dapat mengetahui fungsi manajemen secara jelas sehingga akan mampu mendeskripsikan pengaruhnya terhadap ketercapaian kompetensi . Konsep taraf Hidup diperlukan untuk dapat mendeskripsikan ketercapaian taraf hidup peserta yang di inginkan setelah diklat.Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metoda penelitian dalam bentuk studi kasus . Adapun subyek yang diteliti sebanyak 38 orang yaitu  30 orang peserta pelatihan, dan 10 orang panitia penyelenggara serta para pengajar pelatihan. Tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara , observasi dan  studi dokumentasi. Manajemen pelatihan pada BPP Cikole  belum berjalan dengan efektif dan efisien dan masih diwarnai kelemahan-kelemahan serta memerlukan perbaikan-perbaikan. Kelemahan itu disebabkan antara lain karena belum optimalnya fungsi disainer pelatihan pada tahap perencanaan diklat menyebabkan penetapan tujuan diklat ini tidak jelas demikian juga penetapan peserta maupun pengajar diklat disamping itu ada dualisme  fungsi perencana yakni Sub Bagian  program pada Dinas induk ( Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat ) serta  Sub bidang Perencanaan dan evaluasi pada UPT BPP Cikole sehingga fungsi ini tidak dapat berjalan secara obyektif, sementara pada fungsi perencanaan itu sendiri belum dapat melaksanakan fungsinya sesuai tugasnya sebagai perencana. Peserta diklat ini sangat variatif ada peternak, ada pengusaha dan ada pegawai KPBS dan KUD juga PNS.Dalam perencanaan para pengajar juga terjadi tumpang tindih tugas antara tugas pejabat struktural yang seharusnya menjalankan fungsi manajerial namun pada kenyataanya mereka melaksanakan fungsi pengajaran sehingga materi yang diberikan sifatnya hanya kebijakan-kebijakan belum mengarah kepada materi yang sesungguhnya, disamping itu penetapan usia  peserta tidak jelas sehingga menjadi kendala dalam keterserapan materi bagi sebagian besar mereka yang berusia lanjut, hal yang paling mendasar adalah ketidak jelasan tujuan dari pelatihan ini, bila untuk peningkatan taraf hidup peternak maka kurikulum seyogyanya mengarah pada tehnik meningkatkan pendapatan melalui kewirausahaan namun kenyataannya lebih mengarah pada fungsi pemeliharaan dan pengawetan susu. Hasil dari pelatihan untuk meningkatkan taraf hidup Peternak dapat dikatakan belum tercapai.Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang mendukung keberhasilan pelatihan adalah pelaksanaan manajemen pelatihan yang sempurna dalam arti bahwa fungsi-fungsi manajemen harus saling terkait antara satu fungsi dengan fungsi lainnya sehingga tidak terdapat pelaksanaan pelatihan yang tidak sesuai dengan perencanaannya juga pelaksanaan fungsi evaluasi yang tidak memberikan informasi kepada manajemen. Keyword : manajemen diklat teknologi pengolahan susu
PEMBERDAYAAN BURUH BATIK BAKARAN DI KABUPATEN PATI PROVINSI JAWA TENGAH neni alyani; Eko Budi Santoso; Nuke R. Maulandani; Enjang Hidayat
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja Vol 46 No 2 (2020): Oktober 2020
Publisher : Lembaga Riset dan Pengkajian Strategi Pemerintahan (LRPSP), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33701/jipwp.v46i2.1458

Abstract

This paper describes the efforts to empower batik laborers in Bakaran village, Pati Regency, Central Java. This study uses a qualitative approach by conducting interview and observation. The results show that there are problems with the implementation and empowerment methods in the Bakaran village. Some factors hinder the empowerment process of batik laborers that need to be resolved by changing the existing strategies and empowerment models according to the problems that arise. Keywords: empowerment; small business; laborer; batik.
Analisis Kebutuhan dan Minat dalam Pemanfaatan Teknologi Digital di SMK Depok Menggunakan SEM–PLS Pratama, M Octaviano; Alyani, Neni; Madya, M Miftahul; Ermatita, Ermatita; Kareen, Pamela
TIN: Terapan Informatika Nusantara Vol 6 No 6 (2025): November 2025
Publisher : Forum Kerjasama Pendidikan Tinggi (FKPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47065/tin.v6i6.8578

Abstract

Pandemi COVID-19 telah mempercepat penerapan teknologi digital dalam pendidikan termasuk di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang menuntut keseimbangan antara pembelajaran teoritis dan praktikal. Namun, setelah pandemi berakhir, muncul pertanyaan mengenai sejauh mana teknologi tersebut tetap relevan dan diterima oleh guru maupun siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan dan keberlanjutan penggunaan teknologi digital dalam kegiatan belajar mengajar di SMK Kota Depok pasca pandemi. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode structural equation modeling–partial least squares (SEM–PLS) terhadap 99 responden (63 siswa dan 36 guru). Instrumen berupa kuesioner Likert lima poin mencakup lima konstruk utama: komunikasi, kemudahan, efektivitas, biaya, dan minat keberlanjutan. Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha > 0,70 pada konstruk komunikasi, kemudahan, dan minat, menandakan konsistensi internal yang baik, sementara konstruk efektivitas (0,595) dan biaya (0,491) berada di bawah ambang batas. Uji validitas konvergen menunjukkan Outer Loading > 0,70 pada 73% indikator guru dan 58% indikator siswa. Analisis struktural memperlihatkan bahwa hipotesis tentang keinginan melanjutkan penggunaan teknologi signifikan (p < 0.05), sedangkan hipotesis kesesuaian teknologi dengan kebutuhan hanya didukung sebagian. Temuan ini menegaskan bahwa model pembelajaran hibrida menjadi pilihan paling relevan untuk mendukung keberlanjutan pembelajaran digital di SMK.
Building a Culture of Tolerance Through Sustainable Leadership, Cultural Intelligence, and Social Adaptation: Evidence from a Multicultural Community in Indonesia Alyani, Neni; Rosita, Lilis; Madya, M. Miftahul
Khazanah Sosial Vol. 7 No. 4 (2025): Khazanah Sosial
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/ks.v7i4.49568

Abstract

This study aims to analyze the mechanisms through which a culture of tolerance emerges in multicultural communities by examining three key factors: sustainable leadership (SL), cultural intelligence (CQ), and social adaptation (AD). This focus is crucial because tolerance is often understood as a product of state policy, whereas empirical evidence consistently shows that tolerant practices are primarily constructed through grassroots leadership and everyday social interactions. Methodologically, this research employs a quantitative approach, collecting survey data through Google Forms from residents of Gang Luna, Bandung, West Java, and analyzing the data using Partial Least Squares–Structural Equation Modeling (PLS–SEM). The outer model was evaluated through tests of convergent validity, discriminant validity, internal reliability, and multicollinearity, while the inner model was assessed using R², Q², path coefficients, effect size, and significance testing with 5000 bootstrapped subsamples. The findings reveal three major results. First, sustainable leadership has a positive and significant effect on cultural intelligence, indicating that dialogic and inclusive leadership at the community level strengthens residents’ cultural readiness in navigating differences. Second, cultural intelligence significantly enhances social adaptation, as individuals with higher CQ demonstrate stronger abilities to adjust, recognize cultural sensitivities, and maintain intergroup harmony. Third, SL, CQ, and AD jointly shape a stable and sustainable culture of tolerance. The mediating effects of CQ and AD show that tolerance is not merely the outcome of formal policy but is produced through social learning, difference management, and everyday cross-identity interaction. The study’s implications highlight the importance of strengthening community leadership capacity, expanding intercultural literacy programs, and reformulating tolerance policies to be more responsive to the lived social dynamics of residents. In terms of originality, this research offers an empirical model that explains the pathways of tolerance formation grounded in everyday multiculturalism and community-driven leadership—an area that remains underexplored in Indonesian tolerance studies.