Randan, Sindy
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Suara Perempuan yang Terbungkam: Reinterpretasi Teks Markus 7:24-30 Randan, Sindy
JURNAL TERUNA BHAKTI Vol 4, No 2: Pebruari 2022
Publisher : SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN TERUNA BHAKTI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47131/jtb.v4i2.90

Abstract

This article aims to analyze the narrative of Mark 7:24-30 from a feminist perspective. The patriarchal interpretation of Mark 7:24-30 places the Syro-Phoenician Woman, which implicitly reflects the form of judging women with their identity as Canaanite women. The action of Jesus, marked by rejection, seems to represent the patriarchy rather than his side with the woman. This article proposes a rereading of the narrative of Syro-Phoenician Women in Mark 7:24-30 as an attempt by Syro-Phoenician Women. The voice of the Syro Phoenician Woman indicated that the mute had spoken. His identity as a descendant of Canaan can be seen as his courage in breaking the patriarchal system. Through a study of the narrative of Mark 7:24-30 using a feminist perspective, the author can reflect on women as victims of gender inequality practices that the patriarchal system has long silenced. This study resulted in a new perspective that sided with women and the church's position in responding to the existence of women as victims of the practice of gender inequality. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis narasi Markus 7:24-30 dengan perspektif feminis. Penafsiran patriakrki dari Markus 7:24-30 menempatkan Perempuan Siro-Fenisia yang secara implisit mencerminkan bentuk penilaian terhadap perempuan dengan identitasnya sebagai perempuan Kanaan. Tindakan Yesus yang ditandai dengan penolakan seolah-olah mewakili kaum patriarki daripada keberpihakan-Nya kepada perempuan tersebut. Artikel ini mengusulkan pembacaan ulang narasi terhadap Perempuan Siro-Fenisia dalam Markus 7:24-30 sebagai sebuah upaya yang dilakukan oleh Perempuan Siro-Fenisia. Suara dari Perempuan Siro Fenisia menunjukkan bahwa ia yang bisu telah berbicara. Identitasnya sebagai keturunan Kanaan dapat dilihat sebagai keberaniannya dalam mendobrak sistem patriarki. Melalui kajian terhadap narasi Markus 7:24-30 dengan menggunakan perspektif feminis, penulis dapat merefleksikan perempuan sebagai korban praktik ketidaksetaraan gender yang telah lama dibungkam sistem patriarki. Kajian ini menghasilkan perspektif baru yang berpihak pada perempuan dan posisi gereja dalam menyikapi keberadaan perempuan sebagai korban praktik ketidaksetaraan gender.  
Menilik Keberadaan Perempuan Sebagai Pemimpin Dalam Gereja: : Analisis Naratif Terhadap Teks Hakim-hakim 4-5 Randan, Sindy; Randan, Sandy
KINAA: Jurnal Kepemimpinan Kristen dan Pemberdayaan Jemaat Vol. 3 No. 1 (2022): Juni 2022
Publisher : IAKN TORAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/kinaa.v3i1.54

Abstract

Abstract: Women as leaders are often underestimated and considered incapable of leading. In this regard, it can be seen that women are still under the shadow of a patriarchal culture that places men as rulers. This ideology regards women as second-class citizens. In various fields, women's space for movement is limited, such as in the world of leadership. This is because there is an assumption that men are entitled to lead. This is happening not only in the secular world but also in the Christian world. Often this is the reason for limiting and not having space for women to become leaders. Deborah as a judge in Judges 4-5 represents how God chose a woman to be a leader. This paper was written through a narrative analysis of Judges 4-5 to respond to these problems. Readers can understand that a person's effectiveness in leading is not based on gender. Therefore, this study concludes that the church should provide space and opportunity for women to become leaders. In leadership, it is not about who has the right to lead, but how the leader can influence and impact the organization he leads. Abstrak:   Perempuan sebagai seorang pemimpin seringkali dipandang sebelah mata dan dianggap tidak mampu memimpin. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat bahwa perempuan masih di bawah bayang-bayang budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai penguasa. Ideologi ini menganggap perempuan sebagai warga kelas dua. Dalam berbagai bidang ruang gerak perempuan dibatasi, seperti dalam dunia kepemimpinan. Sebab adanya anggapan bahwa yang berhak memimpin adalah laki-laki. Ini terjadi tidak hanya di dunia sekuler, tetapi juga di dunia Kristen. Seringkali ini menjadi alasan untuk membatasi dan bahkan tidak adanya ruang bagi perempuan untuk menjadi pemimpin. Debora sebagai hakim dalam Hakim-Hakim 4-5 mewakili bagaimana seorang perempuan yang dipilih oleh Tuhan untuk menjadi seorang pemimpin.  Tulisan ini ditulis melalui analisis naratif kitab Hakim-Hakim 4-5 dengan tujuan untuk merespon permasalahan tersebut. Pembaca dapat memahami bahwa efektivitas seorang dalam memimpin tidak didasarkan pada gender. Oleh karena itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa gereja seharusnya memberikan ruang dan kesempatan kepada perempuan untuk menjadi pemimpin. Dalam kepemimpinan soal bukan siapa yang berhak memimpin, tetapi bagaimana pemimpin tersebut dapat berpengaruh dan memberi dampak di dalam organisasi yang dipimpinnya.