Styawan, Wahyu Eka
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Ancaman Perubahan Iklim di Pulau Kecil: Studi Kasus Kerentanan Ekologis Pulau Bawean Styawan, Wahyu Eka
Jurnal Ekologi, Masyarakat dan Sains Vol 5 No 2 (2024): Jul-Des 2024
Publisher : ECOTAS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55448/cs8gnr31

Abstract

Climate change has a significant impact on small islands, including Bawean Island, which faces various threats such as rising sea levels, increasing temperatures, and the degradation of marine ecosystems, particularly coral reefs. This study aims to assess the ecological vulnerability of Bawean Island to climate change and the adaptive strategies employed by the local community, especially fishermen. The results show that climate change affects the livelihood of fishermen through changes in weather patterns, seasonal cycles, and reduced fish catches. Bawean's fishing communities have developed various adaptive strategies, such as avoiding the use of destructive fishing gear, utilizing local knowledge of winds and seasons, and participating in conservation programs like mangrove planting to mitigate coastal erosion. This study emphasizes the importance of a human ecology approach in understanding community adaptation to climate change. These adaptations not only involve responses to physical environmental changes but also social and economic engagement influences community resilience. The study recommends the need for policy interventions that support ecosystem sustainability and the development of environmentally friendly technologies to enhance the adaptive capacity of Bawean Island's communities in the face of future climate change impacts.
Agroecology sebagai Alternatif Keberlanjutan Pangan dan Ekologi: Pengalaman Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Aliansi Organisasi Indonesia (AOI) Styawan, Wahyu Eka; Hidayat, Kliwon; Sukesi, Keppi
Brawijaya Journal of Social Science Vol. 4 No. 2 (2025): Quo Vadis Sustainability: The Future and The Present
Publisher : Sociology Department, Brawijaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.bjss.2024.004.02.4

Abstract

Praktik pertanian konvensional di Indonesia menyebabkan kerusakan ekosistem, termasuk degradasi tanah, polusi air, dan hilangnya keanekaragaman hayati, yang berdampak negatif pada produksi pangan. Pendekatan agroecology muncul sebagai solusi atas tantangan ini dengan mengurangi ketergantungan pada input eksternal, seperti pupuk dan pestisida sintetis. Penelitian ini berfokus pada pengalaman Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Aliansi Organis Indonesia (AOI) dalam mengembangkan dan menerapkan praktik agroecology berbasis komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan latar belakang perpindahan praktik pertanian SPI dan AOI dari pertanian konvensional ke agroecology, (2) menganalisis bagaimana penerapan prinsip agroecologyyang diimplemantasikan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Aliansi Organis Indonesia (AOI), serta (3) menganalisis hubungan sosial dan ekosistem dalam penerapan praktik agroecology oleh SPI dan AOI. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, karena diperlukan untuk mengeksplor(menggali) pengalaman SPI dan AOI dalam mengembangkan dan menerapkan pendekatan agroecology berbasis komunitas. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi lapangan, dan dokumen. Analisis data dilakukan menggunakan model interaktif, sedangkan uji keabsahan data digunakan triangulasi metode, dan sumber data . Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPI dan AOI menggunakan pendekatan agroecology yang memiliki tiga prinsip utama yakni prinsip Resilient Farming yakni mendorong transisi ke pertanian organik, sistem tanam rotasi atau polikultur dan pengunaan bibit lokal. Lalu dalam prinsip Economic Viability dengan membuat program Kawasan Daulat Pangan (KDP) dan Participatory Guarantee System (PAMOR) dan terakhir dalam prinsip Community Empowerment dengan memasifkan pendidikan, pelatihan dan pendampingan intensif. Tantangan dalam penerapan agroecology yakni sistem yang belum mendukung, minimnya infrastruktur penunjang seperti untuk pembuatan pupuk dan pembenihan, lalu kurangnya dukungan kebijakan yang memadai dari pemerintah dan lemahnya sinergi antara aktor-aktor kunci seperti pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta menjadi hambatan utama. Selain itu, terbatasnya akses petani terhadap teknologi ramah lingkungan dan pendidikan tentang agroecology memperlambat proses adopsi.