Abstract: The practice of placing young children in Islamic boarding schools (pesantren) is becoming increasingly common, particularly among families experiencing dysfunction, such as divorce, the loss of a parent, or limited parental availability due to work demands. Unfortunately, such decisions are often made without fully considering the child's psychosocial readiness. This study aims to explore the role of substitute caregivers in shaping children's character within the pesantren environment. The research is grounded in the diverse family conditions that lead to early placement of children in boarding schools—such as parental death, divorce, or absence due to occupational responsibilities. The study employs a qualitative case study approach, with data collected through observation and interviews. To ensure data validity, the researcher used source triangulation, supported by the Nvivo 14 application. The findings reveal that pesantren assume a caregiving role that goes beyond formal education and religious instruction. Caregivers at pesantren play a central role in character development, including fostering responsibility, honesty, discipline, and religiosity through authoritative approaches, structured routines, exemplary behavior, and supportive interactions. Caregivers' understanding of children's psychosocial conditions forms the foundation for creating a humane caregiving climate. Strategies such as positive affirmation, a guardian system (wali asuh), regular communication with families, and a culture of solidarity among students have been shown to support psychosocial development. The study concludes that adaptive, warm, and consistent psychosocial support management in pesantren can compensate for the lack of parenting in the child's original family and effectively foster the holistic development of character and independence in students.Abstrak: Praktik menitipkan anak usia dini ke pesantren semakin marak terjadi utamanya bagi keluarga yang mengalami disfungsi seperti perceraian, kehilangan salah satu orang tua atau keterbatasan waktu pengasuhan akibat tuntutan pekerjaan. Namun sayangnya keputusan ini sering kali tidak disertai dengan pertimbangan terhadap kesiapan psikososial anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran figur pengganti dalam membentuk karakter anak di lingkungan pesantren. Studi ini dilatarbelakangi oleh beragam kondisi keluarga yang menyebabkan anak-anak sedari dini harus diasuh di pesantren, seperti kematian orang tua, perceraian, atau ketidakhadiran orang tua akibat tuntutan pekerjaan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif studi kasus. Adapun data penelitian dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Guna memastikan validitas data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dengan bantuan aplikasi Nvivo 14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesantren menjalankan fungsi pengasuhan yang melampaui peran pendidikan formal dan keagamaan. Para pengasuh di pesantren memainkan peran sentral dalam membentuk karakter anak, termasuk tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, dan religiusitas, melalui pendekatan otoritatif, rutinitas yang terstruktur, serta teladan dan interaksi yang suportif. Pemahaman pengasuh terhadap kondisi psikososial anak menjadi fondasi dalam menciptakan iklim pengasuhan yang humanis. Strategi seperti pemberian afirmasi positif, sistem wali asuh, komunikasi berkala dengan keluarga, dan budaya solidaritas antar santri terbukti mendukung perkembangan psikososial. Penelitian ini menyimpulkan bahwa manajemen pendampingan psikososial yang adaptif, hangat, dan konsisten di lingkungan pesantren mampu mengompensasi kekurangan pola asuh dalam keluarga asal serta membentuk karakter dan kemandirian santri secara holistik.